Fasilitator Berstandar Ganda, Seperti Pestisida Dalam Dunia Pertanian

Masih terngiang hingga saat ini di ingatan saya, Ketika kawan kerja yang notabene seorang fasilitator pemberdayaan menyampaikan pandangannya tentang strategi mendorong ketaatan aparatur desa dalam melaksanakan regulasi.  Jadi kurang lebih kesimpulan dari kawan ini yaitu semua harus dilakukan sesuai tahapan dan tentu dengan regulasi dan etika yang benar pula. Alhasil semua harus bertumpu pada aturan.


Kesempatan berikutnya  sang kawan tadi mempertontonkan gaya pintarnya, dan hebatnya lagi dari gayanya seolah dialah orang yang paling pintar, paling benar, dan paling sempurna bukan hanya untuk urusan pekerjaan yang sedang ia lakoni, tetapi untuk semua urusan. Wow amboy pokonya.


Tetapi detik dan moment berikutnya lagi, ntah sengaja atau tidak sengaja, ntah sadar atau tidak sadar kawan ini juga mempertontonkan sesuatu yang bertolak belakang.  Saat mengajak beberapa kawan melakukan sesuatu dan beberapa jurus kemudian tindakan tersebut disalahkan oleh Koorprov langsung yang bersangkutan cuci tangan dan mencari kambing hitam dengan menyalahkan kawan yang lain, suka mempergunjingkan dan menjelek-jelekkan orang di belakang yang bersangkutan terutama orang yang tidak sepaham dengannya dan atau mareka yang berpotensi menggagalkan rencananya.


Dan yang lebih ironis lagi, kawan ini kerapkali dengan bangganya bercerita bagaimana strategi melakukan perjalanan dinas yang aman, nyaman, dengan biaya minimalis, tetapi dengan laporan yang maksimalis. 


Sampai ini disini terlihat jelas bahwa kawan ini, sepintas lalu seperti orang yang selalu ingin mendapatkan pengakuan bahwa dirinya paling hebat, dibandingkan orang yang ada dihadapannya, ya begitu deh.


Beberapa cerita diatas hanyalah sedikit cerita dari beberapa cerita dan kejadian polah tingkah laku kawan  yang menggambarkan bahwa kawan ini selalu memakai standar ganda.   Dalam banyak hal, standar ganda yang ditunjukkannya sampai pada satu kesimpulan bahwa “Kamu tidak boleh melakukan ini, tapi aku boleh”,  selalu ingin menang sendiri.


Bukankah Kawan ini seorang fasilitator pemberdayaan Masyarakat.?  Dimana Seorang fasilitator pemberdayaan ketika berhadapan dengan masyarakat menjalankan tugas sebagai  pembina, pemandu, dan pengarah warga masyarakat agar dapat mandiri dan memiliki kemampuan untuk mengorganisir diri dalam sebuah kelembagaan Masyarakat.


Menurut beberapa literatur; Untuk menjalankan tugas super mulia tersebut seorang fasilitator pemberdayaan masyarakat tentu harus mengedepankan nilai-nilai yaitu :

1.       Demokratis : Dalam hal ini fasilitator memiliki asumsi setiap orang memiliki hak dan kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa adanya prasangka dan diskriminatif. Perencanaan yang dibuat dilakukan secara bersama dan dirancang sedemikian rupa untuk kebutuhan peserta. Dalam proses memfasilitasi interaksi antara fasilitator dengan peserta bukan struktur yang hirarkir, tetapi fasilitator merupakan bagian yang setara dengan yang lain dalam mencapai suatu tujuan.

2.       Tanggungjawab : Fasilitator memiliki peran dan kewajiban terhadap rencana yang telah disusun dan tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pertemuan. Harapan peran tersebut hanya mungkin dapat terealisasi jika adanya komitmen yang kuat dan nilai tanggung jawab yang tinggi dalam kegiatan fasilitasi ini.

3.       Kerjasama :  Suatu kegiatan yang melibatkan bayang orang dalam proses pelaksanaanya, hanya mungkin dapat terealisasi jika adanya kerjasama yang solid diantara sesama pelaku kegitan tersebut. Ini berarti nilai kerja sama berperan utama dalam suatu proses fasilitasi.

4.       Kejujuran :  Fasilitator harus jujur kepada masyarakat yang dijumpainya dan terhadap dirinya sendiri, terutama yang menyangkut kemampuan dan kelemahan yang dia miliki. Fasilitator harus mewakili dirinya sendiri secara adil dan tidak berusaha berbuat terlalu jauh diluar batas kemampuannya.

5.       Kesamaan Derajat  :  Fasilitator harus menyadari bahwa dirinya dapat saja belajar dari peserta sebagaimana peserta dapat belajar dari pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang dimilikinya.


Sikap fasilitator sangat berpengaruh besar bagi masyarakat yang di fasilitasinya, dan tehnik fasilitasi itu sendiri. Sikap mental dan sikap tubuh saling mempengaruhi. Sikap mental seseorang tercermin dari pada sikap tubuhnya. Orang yang sikap mentalnya sombong biasanya kelihatan dari sikap dan gerak tubuhnya.

Seseorang fasilitator harus memiliki sejumlah sikap mental dan sikap tubuh yang dianggap ideal dalam suatu proses fasilitasi seperti :

1.       Empati : Suatu sikap membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman masyarakat, merenungkan makna dari pengalaman itu sambil menekan penilaian sendiri. Bersikap manusiawi tidak bereaksi hanya berdasarkan apa yang dilihat atau memahami masalah peserta, hanya dengan logika dan intelektual belaka.

2.       Kewajaran :  Bersikap jujur, apa adanya, terus terang, konsiten, mengungkapkan perasaan secara kongkrit dan merespon secara tulus.

3.       Respek : Memiliki pandangan positif kepada Masyarakat atau lawan bicaranya, komunikan kehangatan, perhatian, pengertian, menghargai orang lain dengan penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan orang lain

4.       Komitmen :  Menghadirkan diri secara penuh, siap bersama kelompok dampingan dalam segala keadaan

5.       Menghargai orang lain : Mengakui adanya orang lain, tidak menonjolkan diri, memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengungkapkan dirinya, bergaul dengan mereka, menunjukkan kepada mereka bahwa kita sadar akan kehadirannya, mengakui setiap peserta adalah makhluk yang bebas yang memiliki hak dan tanggung jawab masing-masing.

6.       Membuka Diri : Menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman kita sendiri, setiap saat bersedia merubah konsep  dan pendapat sendiri dan tidak bersikap ngotot (2). Secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri pada kelompok, apa yang kita rasakan, apa harapan kita, bagaimana pandangan kita, suka dan duka kita, mau mengambil resiko kalau terjadi kekeliruan.

7.      Tidak Menggurui :  Anda salah, mestinya begini, membuat orang merasa diserang. Didalam hati ia dapat berkata, bahkan yang agresif dapat saja mengucapkan secara terbuka. “Itukan kata anda, tetapi saya seribu kali melakukan itu dengan hasil yang baik.” Lebih bijaksana untuk mengatakan “memang anda melakukan begitu, tetapi baik kita pikirkan kemungkinan melakukan dengan cara lain, yakni... sebab nada ucapan terakhir itu bukan mempersalahkan, tetapi membuka alternative, bukan menggurui tapi menawarkan cara lain.

8.       Tidak Menjadi Ahli : Kalau ada masyarakat yang bisa menjawab dia akan merasa puas, karena dihargai. Kalau tidak ada, setelah sejenak mendapatkan kesempatan berfikir, fasilitator dapat memberikan jawaban. Bahkan sama sekali tidak merendahkan gengsi fasilitator.

9.      Tidak Memutus Bicara : Pada saat Masyarakat/peserta  bertanya, atau mengemukakan pandangannya, pembimbing tidak memutus hanya karena ia tidak sabar. Apabila memang penanya bertele-tele, atau berbicara mengemukakan sesuatu yang tidak relevan, dan peserta lain mulai nampak gelisah, maka fasilitator dapat membantu dengan mengatakan “Teman-teman sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda, “atau” apa yang anda kemukakan memang baik, tapi mungkin bisa kita bicarakan pada kesempatan lain, karena itu tidak berhubungan dengan apa yang kita bahas”.

10.  Tidak Berdebat : Apabila pertanyaan masyarakat telah terjawab, dan penannya menyanggah kembali, maka bijaksana untuk fasilitator mengalihkannya menjadi diskusi umum dengan melontarkannya pada seluruh peserta. Bertanya jawab dengan satu peserta saja didepan sekian banyak peserta dapat menimbulkan kebosanan dan kejengkelan.

11.   Tidak Diskriminatif  Masyarakat biasanya heterogen, dalam jenis kelamin, dalam usia, dalam dasar pendidikan, dalam latar belakang kebudayaan, dalam agama, dalam pengalaman, dalam kecerdasan. Ada pula yang aktif dan dinamis, agresif, ada pula yang pendiam dan lamban. Sebaiknya fasilitator berusaha untuk memberikan perhatian kepada semua lapisan masyarakat secara merata, bukan hanya kepada satu dua yang secara pribadi disukainya.

 



Menanamkan pentingnya nilai, sikap, dan jauh dari standar ganda  dalam menjalankan profesi pemberdayaan masyarakat adalah sebuah keniscayaan, dan semua itu harus dibangun atas kesadaran kritis bukan kesadaran naif apalagi kesadaran magis   


Standar ganda yang di pertontonkan kawan tadi di atas, yang juga mungkin saat ini sedang dilakoni oleh kawan fasilitator lainnya adalah bentuk inkonsistensi dan krisis moral fasilitator pemberdayaan masyarakat.  Kondisi ini  seolah mengkonfirmasi bahwa program pemberdayaan Masyarakat yang dijalan oleh Lembaga pemerintah saat ini hanyalah proyek dengan tenaga titipan  dan atau tenaga  hasil pelatihan yang hanya bisa omon-omon tanpa memiliki komitmen, kompetensi, dan konsistensi.


Hampir dapat dipastikan fasilitator yang berstandar ganda seperti ini  hanya akan melahir kader penakut dan penjilat yang dalam jangka panjang hanya akan merusak tatanan masyarakat.


Tentu kita sepakat bahwa seorang fasilitator juga harus mampu melakukan loby-loby  dan pendekatan dalam rangka melakukan advokasi terhadap kepentingan masyarakat atau kelompok yang ia dampingi dengan satu nilai yang sama.  Dan bukan menjadi “kucing rumahan yang manis”  yang siap diapa-apakan oleh mareka oknum berseragam, karena menjalan standar ganda.


Fasilitator berstandar ganda yang saat ini ada di masyarakat, tak ubahnya seperti pestisida bagi petani, yang dalam jangka pendek seolah meningkatkan produktivitas petani, tetapi dalam jangka panjang selain merusak ekosistem juga menjadi perusak Kesehatan tubuh petani itu sendiri, dan manusia lain yang menikmati hasil pertanian mengandung pestisida tersebut.


Layaknya pestisida dalam dunia pertanian, yang sudah harus ditinggalkan dan diganti dengan pupuk organik atau non pestisida, maka begitu jugalah selayaknya fasilitator yang berstandar ganda, sudah saatnya diganti dengan fasilitator berkepribadian jujur dan konsisten, tidak mencla mencle, dan bukan penjilat.  Sebab Fasilitator pemberdayaan masyarakat yang mempunyai sifat penjilat pelan tapi pasti akan mengorbankan masyarakat yang di fasilitasinya demi kepentingan dirinya berkolusi dengan oknum penguasa. 


Dalam sistem kenegaraan, fasilitator pemberdayaan yang bestandar ganda adalah virus perusak demokrasi pada tingkatan terendah di masyarakat yang dapat di sejajarkan dengan politisi busuk yang hari-hari ini perusak NKRI.  


Kepada para pihak penerima jasa Fasilitator Pemberdayaan, sudah saatnya melakukan upaya yang komprehensif guna menghilangkan individu berstandar ganda ini, sehingga pemberdayaan masyarakat betul=betul akan melahirkan Kader yang jujur, konsisten, dan demokratis untuk keberlanjutan NKRI dimasa yang akan datang.  Wallahu’alam bishawab.


Post a Comment

أحدث أقدم