Caleg Terpilih Menjadi Balon Kada/Wakada Bukan Ragah


 

Hiruk pikuk pelaksanaan pemilu Legislatif yang di barengi dengan pemilihan Presiden 2024 baru saja usai, meskipun sudah ada penetapan siapa yang terpilih oleh KPU sebagai penyelenggara, tetapi sampai  sekarang pelantikan mareka yang terpilih belum dilaksanakan.


Masih segar dalam ingatan masyarakat di derah pemilihan, bagaimana para calon legislatif terpilih ini melakukan kampanye dengan beraneka cara, dari cara kampanye yang mareka tempuh tersebutlah yang menyebabkan para calon legislatif ini meraih dukungan masyarakat adalah dengan berjanji itu, ini bila nanti terpilih.  Kondisi ini juga mengandung makna sebalik bahwa selain keterpilihan si calon legislative, hari-hari ini adalah dimulainya penantian masyarakat pemilih atas pembuktian janji caleg selama mareka kampanye.


Dan tidak berlebihan  jika konstituen caleg terpilih berharap agar para calon legislatif  selain merealisasikan janjinya juga mampu memberikan teladan politik di hadapan publik. Maklumlah caleg terpilih adalah sekian gelintir orang dari jutaan anggota masyarakat yang mendapatkan kesempatan sekaligus kehormatan untuk duduk di lembaga yang terhormat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) apapun bahasanya mereka "orang-orang pilihan".


Sampai disini jelas bahwa  tiket yang di berikan oleh masyarakat pemilih adalah menjadi anggota legislatif dan ada janji yang secara moral harus ditunaikan oleh caleg terpilih.


Namun sepertinya masyarakat pemilih pemberi tiket tadi harus bersiap-siap menelan kekecewaan, sebab sederet nama caleg terpilih di provinsi dan kabupaten/kota di Lampung  yang belum saja dilantik ini, kini telah bersiap-siap untuk menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala Daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur/Bupati dan Wakil Bupati). Ada yang masih malu-malu dengan berdalih bersedia asalkan di perintah partai, dan ada yang sudah terang benderang mengambil formulir pendaftaran di parpol politik.


Secara politik praktis hari ini dan bahkan secara undang-undang pun Langkah politik beberapa caleg terpilih yang belum dilantik ini  sah dan tidak ada masalah, asalkan  calon terpilih yang dilantik wajib mengundurkan diri pada saat dicalonkan menjadi bapaslon (bakal pasangan calon) kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai UU Pilkada (Idham Holik Ketua Divisi Teknis KPU RI, kamis, 18/4/2024).


Sejalan dengan hal tersebut, konon ada partai politik yang mensyaratkan bahwa bapaslon kada/wakada yang akan mareka usung pada 27 November 2024 ini harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya didukung oleh masyarakat yang dibuktikan dengan jumlah perolahan suara pada ajang pileg 2024 ini.

 

Bagaimana Etik nya


Seperti kita ketahui etik merupakan kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak dan juga nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Rasanya belum ada saya menemukan etnis di masyarakat Lampung ini, memperbolehkan seseorang untuk ingkar janji.  Bahkan di etnis Lampung dalam petitih pergaulan sehari-hari ada tiga hal yang kerap dijadikan pertanda seseorang itu bisa disebut Ragah (Ragah atau Khagah dalam bahasa Lampung Pesisir yang saya pahami dimaknai sebagai lelaki dewasa yang telah menikah dan menjalankan adat istiadat secara baik dan benar) yaitu :

1.         Janji Setunggu (Bila sudah berjanji harus di tunaikan)

2.         Utang Sebayar (Bila ada utang baik barang atau ucapan dibayar/dilaksanakan)

3.         Rizki Sebagi  (Bila ada Rizki berbagi, khususnya kepada mareka yang kurang mampu)  


Dari petitih yang ada tersebut jelaslah bahwa, bila pada anggota legislatif terpilih yang nantinya ditetapkan menjadi calon kada/wakada mareka bukanlah Ragah. Dan tentang pemimpin dalam etnis Lampung bukan sekedar Ragah tetapi ada “nilai” yang dipegang dan dilaksanakan oleh seorang Ragah sehingga yang bersangkutan layak dan patut dijadikan pemimpin.   


Parpol adalah lembaga yang paling berwenang terhadap para calegnya, dan sangat disayangkan bila parpol hanya melandaskan pandangan dan sikap politiknya pada keputusan hukum semata, tanpa memasukan unsur etik yang di dalamnya mengandung kearifan lokal. Bukankah  parpol dibentuk untuk merawat dan melakukan Pendidikan kepada masyarakat tanpa terkecuali masyarakat lokal. Dan bukan disebaliknya malah mendidik dan melahirkan kader-kader yang bermuka bermuka badak tanpa etik.


Perlu disadari sepenuhnya oleh para pengurus parpol bahwa moralitas dalam politik sesungguhnya sangat menentukan legitimasi etis para politisi dalam kehidupan politik mereka. Komitmen terhadap hal tersebut merupakan conditio sine qua non jika mereka benar-benar menginginkan kekuasaan yang dipegang dan dipergunakannya itu mendapatkan legitimasi etis. Sebab tanpa legitimasi etis, pertanggungjawaban yang akan diberikan kepada publik menjadi tidak bermakna.


Di negara-negara yang tradisi demokrasinya sudah maju, persoalan moralitas dalam politik merupakan hal yang sangat menentukan karier seorang politisi. Mereka yang diduga terlibat pelanggaran moral, apa pun bentuknya, lebih memilih mundur dari arena pertarungan politik. Bahkan, pejabat politik yang sedang berkuasa pun akan melakukan hal yang sama jika terlibat kasus pelanggaran moral. Hal itu karena mereka menyadari sepenuhnya bahwa pelanggaran moral merupakan aib politik yang akan mendegradasi legitimasi etik mereka pada level yang sangat rendah. Mengapa kesadaran seperti itu tidak terdapat pada diri para caleg kita khususnya dan politisi pada umumnya di negeri yang berdasarkan Pancasila ini.? 

Post a Comment

Previous Post Next Post