Terminal Rajabasa (Bagian 2)



MEMBACA dan mendengar berita tentang kunjungan Gubernur Lampung ke terminal induk Rajabasa, dengan dalam berita tersebut Gubernur Lampung Bapak M Ridho Ficardo berjanji akan menjadikan Terminal Rajabasa sebagai terminal modern yang jauh dari kesan menyeramkan, aman, dan nyaman sama dengan dengan terminal-terminal lainnya di Indonesia, membuat saya teringat dengan tulisan saya yang dimuat di Harian Umum Lampung Post.

Dalam tulisan yang saya beri judul Terminal Rajabasa Dulu, Kini,  dan Akan Datangtersebut saya menceritakan bagaimana Terminal Rajabasa yang pada awalnya sangat bersahabat, bagi kami anak indekos pada era 1980-an, selain tempat naik-turun mobil ketika dari dan akan pulang kampung, tempat yang asri karena dilengkapi dengan taman tempat duduk, kolam ikan yang terawat, juga sebagai tempat mengambil kiriman yang dititipkan lewat sopir bus dari orang tua kami di kampung.
Fase berikutnya Terminal Rajabasa berubah menjadi tempat yang tidak nyaman; ada oknum berbaju krem yang meminta retribusi yang terkadang di luar kewajaran (selain di pintu masuk juga meminta di atas bus) dan terkadang tanpa uang kembali, taman dan tempat duduk-duduk hilang dijadikan tempat parkir bus, kolam di bagian bawah antara terminal bus luar dan angkutan dalam kota dipagar tetapi justru terlihat tidak terawat dan kotor, harga tiket yang dipungut oknum petugas agen bus kerap melebihi jumlah yang tertera pada papan informasi yang dipasang di depan kantor terminal, pedagang asongan naik bus dan kerap memaksa penumpang untuk membeli barang dagangannya di luar batas kewajaran, para kuli panggul yang memasang tarif tidak pakai kira-kira di luar batas, penumpang kerap kecopetan.  Pada bagian akhir tulisan, saya memimpikan bahwa Terminal Rajabasa yang waktu itu masih direnovasi yang belum selesai, setelah difungsikan akan menjadi tempat yang menerapkan nilai-nilai luhur budaya ulun Lampung; piil pesengirijuluk adok, nemui nyimah, nengah nyappur, sakai sambayan diterapkan melalui pemasangan simbol artibut dan aktivitas petugas yang ada di terminal sehingga kesan dan rasa tidak aman dan tidak nyaman di Terminal Rajabasa yang merupakan terminal kebanggaan masyarakat Lampung dan terbesar di gerbang Sumatera akan hilang dan berganti dengan situasi dan kesan aman dan nyaman.

Membayangkan Janji Gubernur

Kembali pada membaca berita dan mendengar statement Gubernur saat meninjau Terminal Rajabasa ketika menghadapi arus mudik Lebaran 1438 H yang baru saja berlalu, saya kembali berpikir-pikir, bertanya-tanya dalam hati, dan setengah berkhayal seperti apa terminal modern ke depan yang dijanjikan Pak Gubernur Lampung.  Mengingat, pascarenovasi tidak banyak hal yang berubah di Terminal Rajabasa selain gedung yang megah, bahkan sebaliknya terminal jadi sepi, bus-bus lebih suka menaikkan penumpang di terminal bayangan, seperti di lampu merah pramuka, Bundaran Hajimena, Jalan Soekarno-Hatta mulai dari sekitar lampu merah DAMRI sampai depan wisma haji, di bawah flyover Way Kandis, di bawah flyover Way Halim, di sekitar flyover Antasari, setelah Panjang, Jalan Imam Bonjol Kemiling setelah Terminal Kemiling, sampai gerbang perumahan BKP.
Beberapa kalimat tanya mengiringi kalimat modern tersebut.
Apakah kalimat modern dimulai dari plang papan nama Terminal Rajabasa yang kini berada di dua titik; di Jalan ZA Pagaralam/depan Kantor PU dan di Jalan Abdul Haq/dekat pasar tempel Rajabasa. Plang papan nama ke depan dibuat elegan dan ramah dan memungkinkan sebagai tempat berfoto ria, tidak seperti saat ini yang terkesan seadanya dan jauh dari kesan bahwa terminal ini adalah terminal besar yang berada di Provinsi Lampung yang kaya akan khazanah budaya dan adat istiadat, memiliki aksara, dan memiliki hasil bumi yang mendunia, dan memiliki destinasi dan event wisata yang tidak kalah dengan Pulau Dewata yang membutuhkan promosi secara terus-menerus. 

Apakah Terminal Induk Rajabasa ke depan juga akan menyediakan lahan parkir yang nyaman dan aman? Faktanya banyak penumpang, terutama jalur Rajabasa—Kotaagung, Rajabasa—Metro, Rajabasa—Sukadana, Rajabasa—Bandarjaya/Kotabumi adalah penumpang pulang-pergi (PP) yang untuk menuju dan saat turun dari bus menggunakan kendaraan pribadi. Hal inilah yang mungkin menyebabkan munculnya terminal bayangan di Imam Bonjol dan Bundaran Rajabasa karena di dua tempat ini ada tempat penitipan kendaraan yang aman dan nyaman. Saya membayangkan jika saja pihak pengelola Terminal Rajabasa menyediakan lahan atau gedung parkir yang aman, beberapa penumpang yang kini naik dari terminal bayangan akan berpindah naik dari terminal dan dengan sendirinya terminal bayangan akan sepi dan lama-kelamaan akan hilang.
Apakah kalimat modern yang Bapak Gubernur maksudkan di dalamnya ada loket pembelian tiket satu pintu dan bisa diakses di mana-mana untuk semua tujuan bus layaknya di bandara, apa pun nomor penerbangannya loket tiketnya tetap satu dan bisa dibeli lewat online di mana pun dan kapan pun sehingga kerinduan masyarakat akan hadirnya pemerintah dalam mengatasi pelanggaran tarif yang kerap terjadi, terutama di jalur Rajabasa—Kotaagung, Rajabasa—Metro tampak nyata. Yang ada di khayalan saya semua penumpang akan membayar ongkos di satu loket yang benar-benar sesuai dengan ketentuan atau membeli lewat online melalui transaksi elektronik melalui gadget atau di minimarket atau gray biro perjalanan yang ditetapkan, baru kemudian tugas loket atau pihak biro menyerahkan ke petugas otobus saat bus akan berangkat. Sanksi tegas diterapkan kepada perusahaan otobus yang terdaftar di Terminal Rajabasa, bagi awak dan atau oknum pengurus bus yang ketahuan mengambil ongkos kembali setelah mobil meninggalkan terminal atau tidak sampai ke tempat tujuan (mengoper penumpang di tengah jalan dengan perusahaan otobus lain yang tidak jelas) akan diberi sanksi peringatan dan bila masih melanggar akan dikenakan sanksi keras berupa pencabutan izin trayeknya.
Apakah Terminal Induk Rajabasa ke depan juga akan memiliki gudang dan portir barang? Saya berkhayal semua penumpang yang akan naik dan turun di Terminal Rajabasa, terutama bagi mareka yang membawa barang dalam jumlah banyak, tidak perlu lagi khawatir akan ditarik-tarik dan setelahnya harus beradu mulut karena tarif yang di luar batas kewajaran. Semua penumpang yang akan naik dan turun di Terminal Rajabasa cukup membayar kelebihan bagasi sesuai ketentuan lalu dapat mengambil barangnya di tempat yang telah disediakan. Semua perusahaan otobus yang masuk ke Terminal Rajabasa memiliki gudang barang yang setiap saat bisa menampung barang bawaan penumpang yang akan diambil keluarga penumpang dan akan dikirim ke tempat lain, oknum petugas yang selama ini menarik-narik berubah menjadi petugas yang ramah yang setiap saat membantu penumpang.
Apakah Terminal Rajabasa ke depan juga memiliki lokasi pusat jajanan serbaada? Saya membayangkan ke depan tidak ada lagi penjual asongan naik-naik kendaraan untuk menjajakan barang dagangannya. Saya membayangkan ke depan di Terminal Rajabasa ada lokasi yang mudah diakses semua penumpang yang dikelola secara profesional tempat menjual semua barang oleh-oleh, jajanan, dan aneka makanan yang terjamin, baik dari sisi halalnya dan tanggal kedaluwarsa. Penumpang berhak memilih dan menentukan pilihannya untuk membeli barang apa saja dan membayarnya dengan harga yang sesuai dan penuh kenangan.
Akhirnya, semodern apa pun Terminal Rajabasa ke depan di dalamnya harus ada aman, nyaman, dan menyesankan. Dan yang penting juga untuk dicermati adalah perbaikan jalur keluar-masuk ke Terminal Rajabasa karena dari moto pada sopir bus antarkota antarprovinsi (AKAP) yang kita kerap dengar adalah para pemburu waktu dan pemburu dolar. Rasanya sulit berharap para sopir bus AKAP membelokkan mobilnya ke Terminal Rajabasa bila akses menuju terminal ini adalah kawasan macet seperti yang saat ini kerap terjadi di jalur Jalan ZA Pagaralam sekitar Jalan Pramuka dan Jalan Soekarno-Hatta di sekitar lampu merah DAMRI. Tabik.

 

(Tulisan ini telah dimuat di Harian Umum Lampung Post Jul 11, 2017 | 02:15)

Post a Comment

Previous Post Next Post