Dalam dunia usaha atau bisnis kata
Investasi yang mempunyai makna kegiatan
menanamkan modal, dengan harapan pada waktunya nanti akan mendapatkan sejumlah keuntungan
dari hasil penanaman modal tersebut, menjadi prasyarat berhasil atau tidaknya
bisnis yang akan dilaksanakan, bahkan tanpa investasi usaha tidak bisa dimulai.
Bagaimana dengan seorang pelaku
pemberdayaan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan sebutan fasilitator atau
pendamping masyarakat, apakah profesi yang saat ini belum mendapat pengakuan secara De jure oleh negara sehingga belum dicantumkan di dalam kolom
pekerjaan pada dokumen kependudukan ini juga mengenal istilah investasi layaknya di
dunia bisnis..? May Be Yes May Be No..
Untuk mengetahui apakah seorang
fasilitator juga harus berinvestasi, mengingat profesi yang satu ini secara
kasat mata hanya dilakukan dengan menggunakan skill/keterampilan, selebihnya
mengenai syarat memulai bagi seorang fasilitator hanya dibutuhkan
kontrak, baik yang nampak (ditanda tangani di atas kertas bermaterai) maupun yang tidak nampak (hanya berbentuk kesepakatan
yang tidak tertulis dari si pemakai jasa).
Begitupun dengan alat dan bahan saat aktivitas dilaksanakan, sangat jarang ditemukan seorang fasilitator membeli
sendiri alat dan bahan untuk pelaksanaannya, karena semua peralatan dan bahan sudah ditanggung oleh si pemilik
pekerjaan/kontraktor jasa, kecuali pendampingan swadaya yang dilaksanakan fasilitator dengan target khusus.
Jika memaknai pekerjaan seorang
fasilitator hanya sebatas kontrak dan melaksanakan kontrak saja; maka bisa jadi pemaknaan investasi hanya
sebatas kegiatan agar bisa masuk dalam kontrak dan perpanjangan kontrak saja. Semisal rajin mengoleksi dan membaca literatur tentang
pemberdayaan masyarakat, belajar
ilmu komunikasi agar bisa meyakinkan perusahaan
atau lembaga yang mempunyai/membuka lowongan pekerjaan, menguasai ilmu lobi agar
bisa mempengaruhi orang atau pihak-pihak yang berhubungan dengan diterima atau
tidaknya seorang untuk bekerja sebagai fasilitator dan perpanjangan kontrak
untuk jangka waktu yang lama, serta mengasah teknik keterampilan memfasilitasi. Apakah itu cukup..?
Faktanya pekerjaan fasilitator tidak
sebatas kontrak, lebih dari itu pekerjaan fasilitator adalah kegiatan yang tujuan utamanya adalah memuaskan
masyarakat dan atau para pihak yang
berhubungan dengan kegiatan yang sedang di fasilitasinya, sepanjang tidak
bertentangan dengan kontrak, etika di masyarakat, dan aturan hukum yang berlaku.
Untuk menjaga kepuasan
klien/mitra/stake holder dalam pelaksanaan kegiatan fasilitator, beberapa hal
agaknya dapat dijadikan pertimbangan, selain harus memiliki kemampuan memfasilitasi yang menjadi prasarat utama, diantaranya yaitu:
Pertama Komunikatif; Seorang fasilitator harus komunikatif bukan
hanya pada saat yang bersangkutan memerlukan info atau data dari pada pihak
yang berhubungan dengan pelaksanaan tugasnya, tetapi juga sebaliknya disaat
para pihak memerlukan; komunikasi, advise, lawan diskusi, tempat curhat baik langsung mapun
tidak langsung, semisal dengan menggunakan hand
phone serta alat komunikasi lainnya.
Kedua Responsif; Seorang fasilitator harus mempunyai respon
yang baik terhadap masukan atau sekedar menanggapi komunikasi dari para pihak
yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaannya. Respon yang rendah dari
seorang fasilitator akan memunculkan anggapan bahwa sang fasilitator tidak
serius, tidak focus, dan bahkan dianggap tidak menghargai/menyepelekan/sombong, dan jika kalimat yang terakhir yang sudah melekat pada diri seorang
fasilitator maka pada saat yang sama harga dari seorang fasilitator tak lebih
dari sekedar nilai rupiah yang tertera
di kontrak, atau sejumlah uang yang diterimanya.
Ketiga Ringan Tangan; Ringan tangan adalah investasi terbesar bagi
seorang fasilitator selain komunikatif dan responsif. Terlalu berhitung dengan dalih tidak tertulis
secara jelas di dalam kontrak hanya akan memunculkan anggapan bahwa sang
fasilitator adalah pribadi yang pelit dan pintar berdalih, apalagi jika sang fasilitator hanya pintar meminta tetapi tidak pernah bisa memberi.
Walaupun hal ini tidak tertulis
dan jarang sekali dituangkan didalam kontrak tetapi budaya masyarakat yang suka
bergotong royong dan tolong menolong akan sangat mudah membedakan mana pribadi
yang ringan tangan, mana yang tidak ringan tangan, dari sikap dan tingkah laku
yang menampak dalam pergaulan sehari-hari, satu keyakinan yang perlu ditanamkan bahwa
masyarakat juga tetap memiliki ukuran-ukuran, yang tidak mungkin mareka meminta
sesuatu yang berada diluar kemampuan sang fasilitator, dan jika pun meminta sesuatu selain karena masih dalam koridor, pasti karena telah atau akan memberi sesuatu juga; apakah itu fasilitas atau bahkan berbentuk materi.
Keempat Suka Memberi Lebih; Berangkat
dari ungkapan bahwa usaha yang biasa-biasa saja akan membuahkan hasil yang
biasa pula. Maka hal ini juga berlaku di dalam aktivitas seorang fasilitator, kerap
dijumpai seorang fasilitator hanya senang bermain “aman”. Dimulai dengan kapasitas yang aman (baca:
standar), memberi fasilitas kepada masyarakat yang “aman” pula. Padahal banyak bentuk pelayanan yang dapat
diberikan oleh seorang fasilitator untuk memberi kesan bahwa yang bersangkutan
sedang memberi lebih kepada masyarakat.
Semisal memfasilitasi dengan tidak
dibatasi hari libur atau tanggal merah, menerapkan
nilai-nilai kearifan lokal, menambah space waktu untuk coaching klinik, menyediakan
proferti/alat agar memudahkan masyarakat
memahami materi, membuat game-game yang membuat masyarakat bahagia selama
pelaksanaan kegiatan, dll. dimana kesemuanya jarang
sekali dicantumkan didalam kontrak, dan
jika sang fasilitator saklek hal ini sudah lebih dari yang seharusnya. Padahal dengan yang sepertinya terlihat remeh
temeh ini masyarakat akan senang dan otomatis
senang pula kepada sang fasilitator.
Kelima Tepat Janji; Layaknya membangun hubungan sosial pada
umumnya seorang fasilitator kerapkali harus membuat/mengikat janji dengan
masyarakat atau para pihak yang berhubungan dengan pekerjaannya; mulai dari
janji bertemu, janji memfasilitasi, janji membawakan sesuatu, sampai ke janji
menyelesaikan pekerjaan, tetapi karena
kesibukannya tak jarang seorang fasilitator tidak bisa menepati janjinya. Lagi-lagi mungkin bagi sebagian individu hal
ini sepele dan biasa saja, apalagi kalau sudah berucap minta maaf, namun dalam norma di masyarakat tidak menepati janji
akan di cap sebagai pembohong, menyepelekan, mengganggap remeh orang yang di
beri janji, dll. Alhasil tidak tepat
janji akan menggerus bahkan akan menghilangkan kepercayaan kepada sang
fasilitator, jika sudah tidak ada kepercayaan kepada yang fasilitator maka sama
artinya sang fasilitator sedang menyemai bibit kegagalan atas kegiatan yang
sedang dilakukannya.
Tentu banyak hal yang dapat dilakukan oleh fasilitator sebagai bentuk investasinya agar tetap bisa eksis dimasa datang. Lima point yang penulis sampaikan bukanlah sesuatu yang istimewa dan tentu masih banyak hal yang dapat dilakukan oleh fasilitator sebagai bentuk investasi yang hasilnya akan bisa dinikmati dimasa yang akan datang. Namun lima hal yang remeh temeh ini tentu penting untuk dijadikan dasar apakah sang fasilitator sudah berinvestasi atau belum, sebab kontrak tak selamanya ada, dan kontrak tersediapun makin hari persaingan makin ketat.
Profesi fasilitator adalah profesi mulia yang dilakukan seorang insan kepada insan lainnya bila dilakukan dengan baik, akan mendatangkan banyak kawan bahkan saudara, tetapi sebaliknya akan menjadi petaka di masa datang bila nilai yang ada di masyarakat setempat tidak dilakukan; lupa atau sengaja dilupakan. Semisal, lupa kalau pernah di tolong, lupa kalau mendapatkan pekerjaan mendapat akses dari kawan tetapi saat ditanya orang lain tidak pernah mengakuinya karena gengsi, lupa kalau sering berkata-kata kebenaran tetapi prilakuknya tidak mencerminkan apa yang ia katakan. dll
Pekerjaan fasilitator adalah menyangkut kerja-kerja kemanusian yang tidak hanya di ukur dengan indikator keprograman semata, tetapi sangat ditentukan oleh nilai-nilai baik selama yang sang fasilitator bersama masyarakat dan orang-orang dilingkungan perkejaannya.
Terlepas dari hal yang
disampaikan; bahwa apapun usaha yang akan dan sedang dilakukan tentu harus
dilakukan dengan kejujuran dan sepenuh hati atau tidak
setengah-setengah. Menjadikan fasilitator sebagai profesi
haruslah dimaknai sebagai pilihan jalan, suatu pekerjaaan akan menyenangkan atau tidak, tentu sangat tergantung dari cara pribadi yang menjalankannya. Namun dibalik itu semua layaknya pilihan pada umumnya, memilih profesi menjadi fasilitator juga syarat
konsekuensi, sehingga tidak ada alasan apapun untuk tidak menerimanya apalagi harus lari dari konsekwensinya .. Selamat memfasilitasi dan berinvestasi.
Post a Comment