Membuang Rasa Takut; Membangkitkan Imunitas yang Hakiki

 


26 Juni 2021, Pagi ini dan tadi malam ada yang berbeda dengan Hp saya setelah membagikan  pesan berantai bahwa saya positif, dan dari lubuk hati yang terdalam sebenarnya bukan ini yang saya harapkan dengan membagikan pesan tersebut, saya hanya ingin mareka-mareka yang saya bagikan pesan hati-hati karena seminggu terakhir sebelum hasil tes swab saya dinyatakan positif mareka pernah kontak dengan saya. Tapi apa mau di kata, mungkin inilah bentuk simpati dari kakak, teman, dan sahabat setelah mengetahui bahwa saya terpapar covid 19.


Ada yang sekedar WA, adapula yang telp suara lewat WA, dan adapula yang Vidio Call, ada yang sekedar bertanya apa kabar dan bagaimana gejala yang dirasakan, tetapi ada pula yang langsung menawarkan obat herbal penyembuhan covid-19, kesemuanya tentu saya maknai sebagai bentuk sayang mareka kepada saya sebagai teman, sahabat, dan keluarga mareka.


Diantara orang yang telepon dan menanyakan kabar tersebut;  yang berbeda adalah telepon dari Cikwo, Cikwo adalah panggilan untuk kakak perempuan tertua di keluarga batin dalam masyarakat  Lampung sai batin.  beliau yang selalu hadir dalam setiap kesusahan yang saya alami terutama saat saya sakit, sejak kami kecil atau ketika kami sama-sama di besarkan oleh Buya dan Umi di pakis kawat era tahun 80-an. Dalam pembicaraan antara adek dan kakak, tersebut ada terselip omongan Cikwo yang pada intinya menanyakan apakah saya memahami teknik meditasi, karena dengan teknik meditasi itu menurut beliau kita akan sedikit mengurangi rasa sakit dan beban penderitaan yang kita alami.


Mendapat pertanyaan ini, saya  menjawab Ya cikwo, dulu pernah mengenal teknik meditasi yang belajar bersama-sama dengan kawan-kawan di Komite Anti Korupsi (KoAK) Lampung ada bang Ahmad Yulden Erwin, Ada Bang Ahmad Kosim, Ada Neri Juliawan, dll dengan mentor pembimbing   Anand Krisna pada saat itu. 


Nah dek, coba kamu ulangi teknik-teknik yang masih kamu ingat supaya apa yang kamu rasakan saat ini “Bisa dinikmati dan bukan sebagai beban apalagi penderitaan”. Kata Cikwo


Mendapat tantangan ini saya pun menggiyakannya,  Cikwo lalu melanjutkan,  itu tadi untuk  ketenangan bathinmu, sedangkan untuk kebutuhan lainnya; kalau ada kebutuhan lain-lain yang bersifat materi kamu katakan saja, ada saya dan ada yang lain yang akan memenuhinya, tambah cikwo.  


Mendapat ungkapan terakhir ini suara saya agak tersendak, ada rasa  yang luar biasa saya rasakan kali ini berbeda dengan sakit umumnya,  dan saat seperti ini ada sosok yang sangat saya rindukan yaitu Buya dan Umi yang selalu hadir dengan penuh sayang saat sakit, membuat bibir saya berucap: buya, umi kalian apa kabar..? Semoga kalian bahagia di alam sana.


Tak lama berselang, mungkin karena cikwo mendengar suara saya yang agak terbeda atau mungkin beliau mengira saya sudah sangat kecapean menerima telepon, cikwo pun bilang ya sudah ya dek,, kamu harus sembuh, lakukan apa saja yang bisa membuatmu sembuh, terutama yang bisa membuat imunitas tubuhmu meningkat sehingga virus yang ada di tubuhmu saat ini bisa pergi. 


Setelah cikwo, menutup teleponnya saya pun melanjutkan tidur, karena benar saja sejak saya membagikan pesan bahwa saya terpapar covid beberapa gejala mulai saya rasakan, ntah karena kebetulan atau karena sudah masanya gejala tersebut akan muncul, diantara gejala tersebut yang sungguh mengganggu dan membuat tidak nyaman adalah : Demam greges kata orang, terasa dingin padahal kalau di sentuh sekujur tubuh dalam keadaan panas, kepala sakit, persendian terutama punggung terasa sakit, perut terasa nyeri dan diare, batuk kering yang saat batuk terasa dada dan perut sakit, serta tidak pernah bisa menarik napas panjang karena saat menarik napas panjang dada terasa sakit seolah ada yang menghadang napas saat akan lewat di dada.


Perlahan saya pejamkan mata; saya tarik napas secara pelan-pelan agar dada tidak sakit, disaat saya menarik napas tersebut, saya rasakan dan bayangkan bahwa energi yang saya tarik mengalir keseluruh tubuh, terutama pada pusat-pusat rasa sakit.  Lalu saya buang napas secara perlahan sambil saya bayangkan bahwa buangan napas tersebut adalah buangan rasa sakit dan segala rasa yang mengganggu tadi.


Saya ulangi beberapa kali tehnik ini dan setiap tarikan napas saya berucap laa illa ha illallah....


Selain membuang rasa sakit yang saya derita, tarikan dan buangan napas ini juga saya maksudkan untuk membuang seluruh beban yang bergelayut di kepala saya terutama saat saya dinyatakan positif terpapar covid.  Dari semua proses ini, yang paling sulit untuk saya buang tenyata adalah perasaan takut mati, rasa takut bila istri saya juga  terpapar,  karena jika istri terpapar bagaimana dengan makan dan kebutuhan kedua anak saya yang belum bisa mandiri.


Semakin saya berusaha membuangnya, seolah semakin besar perlawanannya; Kalau saya mati; bagaimana dengan janji-janji yang telah saya buat_bagaimana dengan uang operasional perjalanan dinas yang telah saya ambil dari kantor,   Bagaimana dengan janji saya untuk menjadi moderator pada acara Zoom Meeting di kantor teman, bagaimana janji saya dengan para staf Lapang Program IPDMIP Kabupaten pesawaran_ dan banyak lagi..


Saya kemudian membayangkan bahwa pikiran ini seperti spiral obat nyamuk, dan pikiran tersebut berada di tengah-tengah,  terpasang kaleng agar obat nyamuk tetap menyala.  Untuk itu pilihannya yaitu mengitari lingkaran sampai bertemu ujung jalan keluarnya.  Saya saksikan seolah satu persatu pikiran buruk itu pergi sampai jauh-jauh dan jauh dan tak nampak lagi di kejauhan. Saya lakukan ini terus dan terus berulang-ulang sampai akhirnya seolah  sampai pada suatu titik dimana pikiran saya telah kosong.   Lalu  saya isi lagi ruang yang kosong tadi  dengan berpasrahkan kepada ALLAH SWT, mulai dari urusan yang sedang saya pikul, sampai kepada urusan kematian yang  memang bukan urusan saya atau mutlak kuasaNya. 


Saya katakan dalam hati; saya serahkan semua kepadamu ya ALLAH Tuhanku  yang maha segalanya, bila saya sudah saatnya akan engkau panggil menghadapMu;  Ya Allah aku hanya meminta kepada-Mu agar dalam keadaan husnul khotimah, dan saat nyawa akan meninggalkan jasadku Ya Allah, terimalah tobatku, Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-MU..


Entah sampai berapa kali saya melapaskan kalimat terbut dalam hati,  sampai saya tertidur, dan saya ahirnya terbangun, awalnya sayup-sayup dan makin lama makin jelas istri menanyakan apakah saya sudah akan makan siang  atau belum..?? Tapi yang saya rasakan saat saya bangun tersebut sungguh luar biasa, saya sudah tidak merasa takut lagi, saya ikhlas se ikhlas-ikhlasnya bila nyawa saya harus berpisah dengan badan.. Dan disaat yang sama saya merasakan bahwa sakit kepala, demam, dan lain-lainnya sudah tidak membuat saya sangat menderita lagi seperti sebelumnya,  saya jalani semuanya bagai air  mengalir.


Disini saya sadar bahwa sesungguhnya, yang di katakan cikwo adalah bagaimana membuang beban atau membuang rasa takut atau dalam bahasa yang lebih agamis adalah Ikhlas.  Karena rasa takut akan membuat khawatir atau cemas, dan khawatir atau cemas inilah yang menurunkan imunitas yang membuat virus bukan hanya tetap bercokol tetapi akan  berkembang menguasai  tubuh.


Makasih cikwo kataku dalam hati, engkau kakakku,  penolongku, temanku, motivatorku disetiap waktu, terutama saat saya sakit atau tidak enak badan.   

Post a Comment

Previous Post Next Post