Menjaga Optimisme

 


06.07.2021;  Pagi ini saya tetiba teringat cerita Cikwo bahwa saat salah seorang  adek dan saudara kami beserta istrinya   terpapar corona di awal-awal pandemi dan  sempat di rawat di Rumah Sakit karena harus menggunakan oksigen,  adek dan saudara kami tersebut meminta  kepada Cikwo untuk   selalu di telepon vidio call secara group.


Cikwo juga mengatakan bahwa dalam setiap video call berlangsung antara kakak beradik tersebut, adek yang masih di rawat jarang sekali bebrbicara, beliau hanya mendengarkan saja celoteh kakak-kakak dan adeknya bercerita tentang keluarga dan  kenangan masa kecil mareka yang lucu-lucu yang semua mareka mengalaminya.


Dari cerita tersebut, saya kemudian merefleksikan dengan apa yang sedang saya rasakan saat ini.  Sebanyak 3 kali;  Anggun,  Anda, Cikwo, dan Atin melakukan video call sekedar ngobrol tanya kabar dan apa yang dirasakan sebagai pembukanya, dan selebihnya ngobrol lucu-lucuan masa kecil kami di pakis kawat waktu masih ada Buya dan Umi.  Vidio Call yang berlangsung sekira 30 tersebut berakhir seolah tidak ada ending karena biasanya diakhir obrolan hanya cekikikan atau ngakak secara bersama-sama. 


Namun benar saja setelah telepon selesai apa yang saya rasakan agak beda; optimisme untuk sembuh dari penyakit ini lebih besar besar ketimbang melamun seorang diri di dalam kamar selama isoman, atau paling tidak setelah cekakak cekikik  lamunan yang aneh-aneh semisal marah, kecewa, dan sedih akan hilang dan optimisme  akan tetap terjaga.


Berdasarkan pengalaman ini pula, saya merasakan bahwa ada kondisi fisik saya yang berbeda pasca menerima telepon dari teman, sahabat, dan keluarga.  Jika saat melakukan telepon yang di bahas yang serius apalagi sedih perasaan badan agak ngederop (batuk-batuk dan lemah), sebaliknya bila saat telepon hanya lucu-lucuan maka selesai telepon agak tenang, kalem, dan sejuk. 

Nah sebeberapa besarnya dampak dari cekikikan dan serius tadi terhadap imunitas, wallahualam. Tetapi  apakah ini berpengaruh dengan saturasi oksigen dalam darah..? Saya dapat mengatakan ya berpengaruh.  Melalui oximeter yang ada, saya dapat melihat bahwa saat saya melakukan pengukuran sebelum ngobrol saya melihat  angka yang tertera pada layar menunjukkan angka 95 dan setelah ngobrol cikikikan saya iseng melakukan pengukuran dan dilayar menunjukkan angka 96-97.  Apakah ini benar adanya atau ini hanya sebuah kebetulan sekali lagi wallahu alam.  Saya hanya dapat mengatakan apa yang saya rasakan dan alami.


Namun apapun itu, cekikikan kami selama beberapa menit telah menghentikan beribu-ribu pikiran negatif yang hinggap di kepala saya, di dalam obrolan yang diwarnai dengan dengan cekikikan tadi kami kakak beradik telah menjadikan masa lalu kami sebagai sebuah cerita lucu dan pelajaran yang berharga, melalui cekikikan secara sadar saya merasa bahwa kakak dan adek mengajak saya untuk fokus dengan apa yang perlu dilakukan hari ini dan apa yang perlu direncanakan.


Saat ngobrol cekikikan kami  tidak sedang mengubah masa lalu. Namun, kami mengungkap masa lalu, dan masing-masing kami mengakui dan mengungkapkan kesalahan apa yang pernah kami perbuat masa itu menggunakannya sebagai acuan norma  yang tidak boleh dilakukan di hari ini atau masa depan, semisal saya mengakui bahwa menabrakkan mobil buya di Teluk Betung saat itu, bila di rasa saat ini adalah kebodohan dan kesalahan, sebaliknya adek yang menyaksikan buya marah karena mobilnya telah di rusak karena saya tabrakkan adalah kelucuan, begitu seterusnya.


Begitu banyak kedunguan masa lalu yang hari ini  di akui dan di tertawai ternyata  memberikan aura positif, inilah alasannya mengapa  dianjurkan untuk selalu mencari  teman yang mampu berpikir positif dalam menghadapi sesuatu.


Saya merasakan bahwa menjaga optimis tidak hanya membuat saya lebih “menikmati” setiap gejala yang timbul, tapi juga  lebih cepat untuk terapi penyembuhan.


Jadi kesimpulan saya, bersikap dan pelihara  optimisme dan jauhkan sikap cemas apalagi pesimis insyaallah imunitas akan membaik dan virus corona  akan berlalu dari badan yang di hinggapinya.    


Kepada mareka-mareka yang akan melakukan komunikasi lewat telepon, vidio call, atau kunjungan langsung kepada saudara kita yang sedang sakit, mbok ya jangan serius-serius amat, karena sakit saja sudah sangat serius bagi penderitanya dan mau di buat serius seperti apalagi. Cukup tanya kabar dan sebelihnya ceritalah yang lucu-lucu untuk menjaga optimisme dan menaikkan imunnya.


Cerita Cikwo di atas tentang permintaan adek kami ada benarnya, saat si sakit sedang susah untuk melakukan komunikasi, cukuplah iya mendengar saja  tak perlu di tuntut untuk ikut berbicara..    

Post a Comment

Previous Post Next Post