Catatan Harian SaatTerpapar Covid-19


 Hasil Antigen Positif; Marah, Kecewa, Takut..

 Hari ini jum’at tanggal 25 Juni 2021 pukul 14,30 WIB saya melakukan tes swab antigen untuk yang kesekian kalinya,  untuk tes kali ini dengan jarak waktu dari tes terakhir hanya 5 hari, yaitu pada tanggal 21 Juni 2021 dengan hasil negatif.  Tetapi kali ini beda, hasil tes antigen saya Positif, dan dari yang sekali berbeda ini banyak pula perbedaan yang saya rasakan baik pada diri saya sendiri mapun dengan orang sekitar.

Pada diri saya sendiri; Pada saat hasil tesnya negatif biasanya saya minta foto rapid nya saja, untuk dipasang di DP WA atau mengabari teman yang pernah melakukan kontak terakhir bahwa saya dalam keadaan sehat dengan ceria layaknya orang sehat pada umumnya. Namun kali ini  360 derajat dari biasanya, alih-alih pasang DP di WA, perasaan berkecamuk  tidak menentu;  sempat ada marah, ada kecewa, dan takut bergelayut di kepala yang tidak tahu mengapa tetiba jadi berat.

Marah : mengapa kali ini saya kecolongan, pertahanan yang selama ini saya lakukan untuk menghindari virus ini kok bisa jebol dan terpapar juga. 

Kecewa : Jujur ada sedikit kekecewaan saya dengan panitia acara pelatihan Dasar Fasilitasi Rantai Nilai yang dilaksanakan di Bukit Randu tanggal 22-25 Juni 2021 dimana saya melakukan aktifitas terakhir dengan berkumpul sebelum terpapar, Sedari awal saya sudah mengusulkan agar dilakukan swab antigen kepada seluruh peserta yang akan mengikuti pelatihan.  Tetapi permintaan saya dijawab oleh salah satu panitia, hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena di dalam anggaran tidak tersedia anggaran untuk swab antigen, yang ada hanya anggaran prokes yang kemudian diterjemahkan untuk membeli handsanitizer, masker, dan vitamin selama pelatihan.  Jika di adakan-pun nanti malah ada temuan karena cantolannya tidak ada , selanjutnya untuk menjaga supaya tidak ada penularan, maka peserta yang suhu badannya tinggi tidak diperkenankan masuk, ujar panitia tersebut.

Takut : Ada rasa takut yang begitu dalam, karena semalam sempat tidur satu selimut dengan anak saya Aqil Fahd Pathi Ilalang (11 tahun) dan satu kamar dengan Istri saya Arbayti Resminingsih dan Anak saya Ainiyya Hana Pathi Seruni (19 tahun).  Jangan-jangan mareka sudah tertular dari saya, kalau mareka terpapar juga bagaimana nanti gejala-gejala yang akan mareka rasakan,  mengingat mareka baru vaksin satu dosis dan Aqil belum menerima vasksin sama sekali..  dan banyak lagi tanya di kepala yang membuat saya takut.

Lalu bagaimana dengan dengan orang sekitar..?? 

Pertama istriku; saat saya dinyatakan positif, walaupun dengan tertawa dan minta supaya di swab antigen juga, tetapi sangat nampak dari ketawanya yang sangat dipaksakan, tertawa kecut istilah anak jaman now.. Walaupun hasilnya negatif, tetapi muka yang tadi ketawa tampak terlihat bingung dan memikirkan sesuatu, lalu bilang; Ya sudah, Bapak duluan aja pulang, kasih tahu anak-anak hasil antigen ini dan masuk kamar jangan keluar-keluar lagi. Kata dia

Anak-anak Klinik; saat saya dinyatakan positif anak klinik merespon seperti respon istriku yang tertawa, tetapi yang mareka tertawakan adalah istriku yang sehari sebelumnya satu tim sama mareka melakukan rapid test di luar kota.  Yang saya tangkap sama.. mareka tertawa karena takut kalau aku postisif maka istriku juga positif, dan jika istriku positif mareka harus di swab juga karena mareka pernah satu tim berangkat satu mobil, nginap bersama, dan pulang satu mobil lagi dengan istri saya.  Lebih dari itu, hal yang mareka tampakkan yang tidak biasanya yaitu langsung menjauh dari saya.  Saya berpikir, ini karena mareka akan melanjutkan pekerjaannya masing-masing lalu meninggalkan saya di luar di kursi periksa antigen, tetapi ketika saya ikut masuk ke klinik mareka beramai-ramai masuk keruang dokter, dan melihat gelagat demikian saya langsung pamit, dan saat pamit pulang pun mareka hanya menjawab dengan menjerit tidak mendekat seperti pada saat saat pamit biasanya, mungkin mareka sibuk dan psikologis saya yang lagi tidak stabil sehingga salah menafsirkan apa yang terjadi.

Saya pun sempat berpikir, tak mengherankan pula  jika banyak pasien terpapar virus terutama mareka yang Orang Tanpa Gejala (OTG) merahasiakan kondisinya, kemungkinan yang bersangkutan memilih merasahsiakan kondisinya karena tidak siap menerima sikap masyarakat yang terkesan langsung menjauh/mengucilkannya.

Sungguh pelajaran berharga bagi saya  hari ini atas hasil antigen yang positif, satu hal yang penting dari kejadian ini bahwa bersikap dan bertindak wajar dan tak berlebihan kepada mareka yang positif, tentu lebih baik dan akan meningkatkan imunitas.  Begitu juga dengan tenaga medis, sedia payung sebelum hujan, mempersiapkan diri dengan alat pelindung diri dan APD saat melakukan pemeriksaan akan lebih baik, sehingga pada saat yang di periksa dinyatakan positif tidak akan merasa takut karena memang sudah siap dengan APD yang dikenakan.

****

Semua Akan Terpapar Corono pada Waktunya...

25 Juni 2021, pukul, Sekira 15.30 WIB sore hari;  Sesampai di rumah saya dapati dua buah hati kami; Aqil Fahd Pathi Ilalang dan Ainiyya Hana Pathi Seruni sedang duduk-duduk sambil bermaik gadget di ruang tamu.  Sambil membuka pintu dan melangkahkan kaki masuk rumah, langkah saya sempat agak tertahan namun tidak sempat berhenti.  Anak kami Aqil Fahd Pathi Ilalang pun menyapa, apa pak hasil swabnya..? dengan muka sedikit tertunduk saya menjawab: “Hasilnya Positif dan mulai sore ini Bapak mau masuk kamar Mbak Uni dan dan Abang Aqil nggak boleh masuk kamar Bapak sampai 14 hari kedepan”.  Kata saya.

Anak kami Ainiyya Hana Pathi Seruni mengangkat kepalanya seraya berkata; Apa..? Bapak Positif? Terlihat bahasa tubuhnya seperti tidak terima,, lalu dia bertanya lagi Ibu gimana dan dimana ibu sekarang kok tidak bareng Bapak lagi..?  Saya pun menjawab; karena hasil swab Bapak Positif dan hasil swab Ibu Negatif, maka Bapak pulang duluan dan langsung isolasi mandiri, nanti ibu pulang naik ojek dan kalian bertiga nanti tidur di kamar masing-masing dan Bapak sendirian..Jawaban saya nampaknya bukan jawaban yang diharapkan bagi kedua buah hati kami.  Jawaban yang saya sampaikan terlihat membuat mareka tidak nyaman, padahal dalam situasi seperti saat ini dimana berita tentang orang terpapar covid sudah sangat lazim, saya pikir mareka berdua akan menyikapinya dengan biasa saja.  Apalagi hampir setiap hari, istri saya yang bekerja di Klinik menceritakan aktivitasnya melakukan swab kepada pasien dan tak jarang dari pasien tersebut dinyatakan positif.  Berbagai reaksi dari pasien dan keluarga pasien tak jarang juga di ceritakan oleh istri saya.  Untuk kejadian dengan orang dekat sendiri rasa tidak terima itu masih tetap ada di bahasa tubuh kedua anak kami..

Langkah kaki saya berlanjut menuju kamar tempat saya akan menghabiskan waktu untuk 14 hari kedepan, saya tinggalkan anak kami yang sedang dengan ketidakterimaan mareka atas kenyataan bahwa salah satu dari orang yang biasa tempat mareka berbagi masalah dan siap mengantarkan mareka untuk keperluan-keperluan sekolah kini di nyatakan positif terpapar virus corona.

 Saya masuki kamar sekira 6  X 4 M dengan satu kamar mandi di dalamnya, saya niatkan dalam hati apapun suasanamu wahai kamar akan saya taklukkan agar saya bisa menang dan senang untuk 14 hari lamanya titik. Ungkap saya dalam  hati.  So, rasa dingin atau panas yang kerap saya rasakan di kamar ini pada hari-hari biasanya  saya tanamkan dalam pikiran adalah kenikmatan yang akan menemani saya beberapa hari kedepan.

Selesai ganti pakaian  dan membasuh muka, tangan, dan kaki saya lalu duduk di kursi di depan meja dimana biasa saya melakukan aktivitas kerja di dalam kamar.  Pikirian saya menerawang kemana-mana.   Dalam hitungan waktu; sudah setahun lebih wabah ini melanda dunia dan tak kunjung berlalu.   Dalam hitungan korban; sudah ribuan bahkan jutaan nyawa harus melayang di akibatkan oleh wabah ini.   Dalam hitungan biaya; sudah berapa triliun angggaran negara dihabiskan atas nama wabah ini.  Dalam hitungan Kerugian; sudah berapa dokter, tenaga medis, orang pintar, orang biasa yang berguguran karena wabah ini.    Dalam hitungan kenangan; sudah berapa ratus orang memberikan testimoni mengungkapkan  pesarasaan dan pengalamannya  yang tidak mengenakkannya ketika mareka berjuang melawan virus ini, bagaimana sedihnya mareka karena harus kehilangan orang-orang yang mareka cintai, dan di depan mata mareka orang yang mareka cintai itu di urus diperlakukan tidak umumnya karena harus diperlakukan dengan protokol kesehatan. 

Saya juga membayangkan, betapa pada awalnya virus ini begitu jauh, hanya melihat dan membaca di berita-berita virus ini menyerang masyarakat China.  Hanya dalam kurun waktu beberapa bulan virus ini sudah melintas masuk ke beberapa negara termasuk Indonesia.  Tak membutuhkan waktu yang lama virus ini sudah menyebar hampir ke seluruh provinsi, lalu masuk Lampung , hampir di seluruh kabupaten dan seterusnya,

Begitupun dengan orang-orang yang terpapar, awal sekali tidak ada yang saya kenal dari mareka yang terpapar, begitu virus ini masuk ke Indonesia, mulai terdengar nama tokoh dan selebriti terpapar, tetapi masi terasa begitu jauh. Begitu virus ini masuk ke Lampung; mulai ada kabar ada teman dan kerabat nun jauh disana terpapar juga. Tapi hari ini, virus ini begitu dekat, orang lingkar inti bahkan diri sendiri mulai terpapar.  Hampir pasti, tiap hari ada berita duka yang tersiar melalui mix masjid dan group WA.    Ini berarti sebuah keniscayaan bahwa lambat laun, pelan tapi pasti  virus ini akan merasuk ke setiap jiwa penduduk bumi ini, dari satu menjadi 2, dari dua menjadi 4, dari empat menjadi 8, dan seterusnya tidak perlu menunggu lama, cukup dalam hitungan detik saja. 

Jika demikian adanya maka, dapat disimpulkan bahwa semua umat manusia akan terpapar covid pada waktunya.. Tinggal lagi pada saat terpapar manusia yang bersangkutan dalam keadaan imunitasnya bagus, atau sedang ngederop, pada saat yang bersangkutan terpapar apakah sudah di vaksin atau belum sama sekali, pada saat yang bersangkutan terpapar mampu menaklukkan virus atau malah di kalahkan oleh virus ini..

Pada akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa suka-tidak suka;  Tidak akan ada ruang yang tidak ada virus coronanya, tidak ada pilihan selain menang atau kalah melawan virus, yang menang hidup berdampingan dengan virus, dan yang kalah akan mendahului menunggu saudara-saudara yang lain di alam kubur.    

***


Membagikan Berita Terpapar, Lebih Penting Ketimbang Membagikan Berita Sudah Negatif dari Terpapar.

25 Juni 2021, pukul 16.00 WIB..  Setelah saya rasa cukup untuk merenungi apa yang terjadi, saya kemudian mengingat-ingat kapan saya terpapar, yaitu ada dua kemungkinan lokasi dan kontak dimana saya terpapar, yaitu di Bogor dalam acara Rakornar bersama teman-teman Konsultan Program Integrated Participatory Develovment And Management Irrigation Program (IPDMIP) yang berlangsung dari tanggal 14- 18 Juni 2021. 

Ada alasan atau dugaan kuat saya terpapar pada acara di Bogor ini, karena pada hari terakhir ada hasil Swab Antigen seorang peserta yang dinyatakan positif, dan peserta tersebut beberapa kami bersama ngobrol di ruang makan dengan tidak menerapkan protokol kesehatan, berhadap-hadapan dengan jarak kurang dari satu meter tidak menggunakan masker.  Selain itu, pada hari Rabu, 23 Juni 2021 tersiar kabar juga bahwa salah seorang peserta dari kabupaten lainnya meninggal dunia dalam kondisi terpapar Covid-19, dan dengan orang yang dinyatakan meninggal dunia inipun saya beberapakali ngobrol dalam satu meja. 

Bahkan pernah suatu seketika saya duduk bersampingan dengan almarhum dan merasakan bahwa suhu tubuhnya sangat tinggi dan si teman tersebut memang dalam keadaan sakit, tetapi saat diminta untuk istirahat beliau menolak dan tetap ingin melanjutkan kegiatan, setelah itu saya pamit pindah posisi mencari tempat duduk berbarengan dengan peserta lain, yang kemudian tersiar juga kabar yang bersangkutan tempat saya berpindah tersebut terpapar covid dan sedang melakukan isolasi mandiri sampai saat ini.

Namun ada hal yang menguatkan saya, bahwa saya tidak terpapar di acara di Bogor ini karena pada tanggal 21 Juni 2021 menjelang kegiatan pelatihan di salah satu hotel di Bandar Lampung dengan peserta penyuluh dan konsultan dari beberapa kabupaten penerima program IPDMIP di Lampung saya melakukan swab antigen dan hasilnya negatif.

Lalu apakah saya terpapar di Pelatihan di Bandar Lampung yang dilaksanakan dari tanggal 22 – 25 Juni 2021..?  Walllahualam..

Saya mencoba mengingat-ingat dimana saya terpapar bukan untuk menyesali dan mendeskreditkan mareka yang terpapar sebelum saya, hal ini saya lakukan semata-mata untuk dasar saya membuat pesan yang akan saya sampaikan kepada teman-teman bahwa saya dalam kondisi terpapar dan teman-teman yang dalam kurun waktu tersebut pernah kontak dengan saya agar berhati-hati dan bila perlu melakukan swab antigen.. Pesan yang saya yang saya bagikan tersebut berbunyi:

“Kanda/Yunda/Mas/Mbak/Adek/Om/Tante.. Barusan saya Antigen, dan hasilnya positif.  Karenanya untuk kanda/yunda/mas/mbak/tante rentang waktu senin 21 Juni - 24 Juni pernah/kebetulan melakukan kontak/ngobrol dengan saya agar waspada dan tetap menerapkan prokes dan bila perlu melakukan swab antigen juga. Kenapa dari senin?? karena pada hari senin pagi saya di periksa antigen masih negatif..

Semoga kita semua dalam lindungan ALLAH SWT. Aamiin”

Pesan ini saya bagikan ke group whatshap dan pribadi yang saya ingat pernah kontak/ngobrol dengan saya dalam kurun tanggal 21-24 Juni 2021.  Motivasi saya membagikan pesan ini, saya berharap jika ada teman yang positif seperti saya, maka yang bersangkutan harus langsung mengisolasi diri dan jangan sampai turut membagikan virus ini kepada orang lain terutama kepada keluarganya yang lanjut usia.

Selain itu, saya merasa dengan menyiarkan bahwa saya terpapar covid-19  akan mempersempit ruang penyebaran virus, ini menurut saya  lebih penting ketimbang mengabarkan ke setiap orang bahwa saya telah terpapar dan saat ini setelah melakukan swab antigen dan sudah negatif. 

Apalah artinya negatif yang saya sampaikan bila, saya telah dengan bangganya menyebarkan virus ini kepada banyak orang.  Apalagi kalau saya bermain dengan logika terbalik,  Saya sedang tidak enak badan, saya kebetulan ada penyakit flu, itulah sebabnya hasil swab antigen saya positif.  Dengan logika ini sangat jelas bahwa  saya sedang menutup-nutupi kondisi saya dengan mengatakan hasil swab antigen saya positif karena lagi nggak enak badan dan atau karena saya sedang kena flu.  Padahal, karena terpapar viruslah maka menyebabkan tidak enak badan bukan sebaliknya.

Lalu apa untungnya saya menutup-nutupi kondisi yang sedang saya alami..? apakah supaya saya tetap ada teman ngobrol, supaya orang tidak takut kepada saya, supaya saya tidak malu, atau apalagi..? 

Lalu apa ruginya kalau saya tutup-tutupi; beberapa orang akan mendekat dan melakukan kontak dengan saya, kemungkinan besar yang bersangkutan akan tertular dari saya, lalu yang bersangkutan akan melakukan kontak dengan keluarganya dan temannya yang lain, okelah kalau yang tertular hanya menjadi Orang Tanpa Gejala (OTG) yang tidak merasakan gejala apa-apa setelah virus masuk ke tubuhnya.  Bagaimana seandainya jika yang tertular katakanlah merasakan gejala ringan yang mengharuskan ia istirahat total selama 14 hari, meninggalkan semua job yang telah ia terima karenanya, atau bahkan orang yang tertular ada penyakit penyerta yang kemudian mengantarkan yang bersangkutan menuju alam kubur, meninggalkan keluarga yang disayangi dan menyayanginya..?

Mungkin pikiran saya terlalu rumit atau bahasa anak jaman now angel.. tetapi menurut saya hal ini lebih penting ketimbang kita hanya menggemakan takut-takut dan takut kepada virus ini, tetapi tanpa ada tindakan yang terstruktur yang dilakukan.  Nilai kemanusian untuk menyelamatkan jiwa manusia, haruslah menjadi dasar dalam setiap tindakan kita dalam mensikapi dan memaknai keberadaan virus ini.      

***


Membuang Rasa Takut; Membangkitkan Imunitas yang Hakiki

26 Juni 2021, Pagi ini dan tadi malam ada yang berbeda dengan hand phone saya setelah membagikan  pesan berantai bahwa saya positif, dan dari lubuk hati yang terdalam sebenarnya bukan ini yang saya harapkan dengan membagikan pesan tersebut, sekali lagi saya hanya ingin mareka-mareka yang pernah kontak dengan saya dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya agar berhati-hati.. Tapi apa mau di kata, mungkin inilah bentuk simpati dari kakak, teman, dan sahabat setelah mengetahui bahwa saya terpapar covid 19.

Ada yang sekedar WA, adapula yang telepon suara lewat WA, dan adapula yang Vidio Call, ada yang sekedar bertanya apa kabar dan bagaimana gejala yang dirasakan, tetapi ada pula yang langsung menawarkan obat herbal penyembuhan covid-19, kesemuanya tentu saya maknai sebagai bentuk sayang mareka kepada saya sebagai teman, sahabat, dan keluarga mareka.

Diantara orang yang telepon dan menanyakan kabar tersebut;  yang berbeda adalah telepon dari Cikwo, Cikwo adalah panggilan untuk kakak perempuan tertua di keluarga batin dalam tatanan masyarakat  Lampung sai batin.  beliau yang selalu hadir dalam setiap kesusahan yang saya alami terutama saat saya sakit, sejak kami kecil atau ketika kami sama-sama di besarkan oleh Buya dan Umi di pakis kawat Teluk Betung Utara  era tahun 80-an. Dalam pembicaraan antara adek dan kakak, tersebut ada terselip omongan Cikwo yang pada intinya menanyakan apakah saya memahami teknik meditasi, karena dengan teknik meditasi itu menurut beliau kita akan sedikit mengurangi rasa sakit dan beban penderitaan yang kita alami.

Mendapat pertanyaan ini, saya  menjawab Ya cikwo, dulu pernah mengenal teknik meditasi belajar bersama-sama dengan kawan-kawan di Komita Anti Korupsi (KoAK) Lampung ada bang Ahmad Yulden Erwin, Ada Bang Ahmad Kosim, Ada Neri Juliawan, dll dengan pembimbing dan mentor Anand Krisna pada saat itu. 

Nah dek, coba kamu ulangi teknik-teknik yang masih kamu ingat supaya apa yang kamu rasakan saat ini “Bisa kamu nikmati dan bukan sebagai beban apalagi penderitaan”. Kata Cikwo.

Mendapat tantangan ini saya pun menggiyakannya,  Cikwo lalu melanjutkan, itu untuk batinmu, sedangkan untuk kebutuhan lainnya kamu katakan saja, ada saya dan ada yang lain yang akan memenuhinya, tambah cikwo. 

Mendapat ungkapan terakhir ini suara saya agak tersendak, ada rasa  yang luar biasa saya rasakan kali ini, rindu akan sosok Buya dan Umi yang selalu ada dan sayang saat sakit, membuat bibir saya berucap buya, umi kalian apa kabar.. Semoga kalian bahagia di alam sana.

Tak lama berselang , mungkin karena cikwo mendengar suara saya yang agak terbeda atau mungkin beliau mengira saya sudah sangat kecapean menerima telepon, cikwo pun bilang ya sudah ya dek,, kamu harus sembuh, lakukan apa saja yang bisa membuatmu sembuh, terutama yang bisa membuat imunitas tubuhmu meningkat sehingga virus yang ada di tubuhmu saat ini bisa pergi. 

Setelah cikwo, menutup teleponnya saya pun melanjutkan tidur, karena benar saja sejak saya membagikan pesan bahwa saya terpapar covid beberapa gejala mulai saya rasakan, Entah karena kebetulan atau karena sudah masanya gejala tersebut akan muncul, diantara gejala tersebut yang sungguh mengganggu dan membuat tidak nyaman adalah : Demam greges kata orang, terasa dingin padahal kalau di sentuh sekujur tubuh dalam keadaan panas, kepala sakit, persendian terutama punggu terasa sakit, perut terasa nyeri dan diare, serta batuk kering yang saat batuk terasa dada dan perut sakit, serta tidak pernah bisa menarik napas panjang karena saat menarik napas panjang dada terasa sakit seolah ada yang menghadang napas saat akan lewat.

Perlahan saya pejamkan mata; saya tarik napas secara pelan-pelan agar dada tidak sakit, disaat saya menarik napas tersebut, saya rasakan dan bayangkan bahwa energi yang saya tarik mengalir keseluruh tubuh, terutama pada pusat-pusat rasa sakit. Saya buang napas secara perlahan sambil saya bayangkan bahwa buangan napas tersebut adalah buangan rasa sakit dan segala rasa yang mengganggu tadi.

Saya ulangi beberapa kali tehnik ini dan setiap tarikan napas saya berucap laa illa ha illallah....

Selain membuang rasa sakit yang saya derita, tarikan dan buangan napas ini juga saya maksudkan untuk membuang seluruh beban yang bergelayut di kepala saya terutama saat saya dinyatakan positif terpapar covid.  Dari semua proses ini, yang paling sulit untuk saya buang, adalah perasaan takut mati, rasa takut bila istri juga saya terpapar karena jika istri terpapar bagaimana dengan makan dan kebutuhan kedua anak saya yang belum bisa mandiri.

Semakin saya berusaha membuangnya, seolah semakin besar perlawanannya; Kalau saya mati; bagaimana dengan janji-janji yang telah saya buat_bagaimana dengan uang operasional perjalanan dinas yang telah saya ambil dari kantor,   Bagaimana dengan janji saya untuk menjadi moderator pada acara Zoom Meeting di kantor teman, bagaimana janji saya dengan para staf Lapang Program IPDMIP Kabupaten pesawaran_ dan banyak lagi..

Saya kemudian membayangkan bahwa pikiran ini seperti spiral obat nyamuk, dan pikiran tersebut berada di tengah-tengah tempat obat nyamuk terpasang,  ada kaleng agar obat nyamuk tetap menyala.  Untuk itu pilihannya yaitu mengitari lingkaran sampai bertemu ujung jalan keluarnya. 

Saya saksikan seolah satu persatu pikiran buruk itu pergi sampai jauh-jauh dan jauh dan tak nampak lagi di kejauhan. Saya lakukan ini terus dan terus berulang-ulang sampai akhirnya seolah  sampai pada suatu titik dimana pikiran saya telah kosong dan saya isi lagi ruang yang kosong tadi  dengan berpasrahkan kepada ALLAH SWT, mulai dari urusan yang sedang saya pikul, sampai kepada urusan kematian yang  yang mutlak kuasaNya. Saya katakan dalam hati; saya serahkan semua kepadamu ya ALLAH Tuhanku  yang maha segalanya, bila saya sudah saatnya akan mati. 

Ya Allah aku meminta kepada-Mu agar mati dalam keadaan husnul khotimah, dan saat nyawa akan meninggalkan jasadku Ya Allah, terimalah tobatku, Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-MU..

Entah sampai berapa kali saya melapaskan kalimat terbut dalam hati,  sampai saya tertidur, dan saya ahirnya terbangun;  awalnya sayup-sayup dan makin lama makin jelas istri menanyakan apakah saya sudah akan makan siang  atau belum..?? Tapi yang saya rasakan saat saya bangun tersebut sungguh luar biasa, saya sudah tidak merasa takut lagi, saya ikhlas se ikhlas-ikhlasnya bila nyawa saya harus berpisah dengan badan.. Dan disaat yang sama saya merasakan bahwa sakit kepala, demam, dan lain-lainnya sudah tidak membuat saya sangat menderita lagi seperti sebelumnya,  saya jalani semuanya bagai air  mengalir.

Disini saya sadar bahwa sesungguhnya, yang di katakan cikwo adalah bagaimana membuang beban atau membuang rasa takut atau dalam bahasa yang lebih agamis adalah Ikhlas.  Karena rasa takut akan membuat khawatir, dan khawatir inilah yang menurunkan imunitas yang membuat virus tetap bercokol di dalam tubuh.

Makasih cikwo kataku dalam hati, engkau kakakku,  penolongku, temanku, motivatorku disetiap waktu, terutama saat saya sakit atau tidak enak badan.  

***


Mencari Informasi Sebanyak-banyaknya Penunjang Terapi Penyembuhan

27.06.2021_ Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang terapi penyembuhan Covid 19 adalah salah satu agenda saya hari ini.  Adapun motivasi saya melakukan hal ini mudah-mudahan dengan adanya informasi yang tepat dan informatif terapi yang saya lakukan akan lebih cepat membuahkan hasil.

Saya kemudian mendiskusikan pencarian informasi ini dengan istri, dan  beliau juga sangat mendukung dan berjanji akan membantu saya mencari informasi yang di butuhkan tersebut.

Saya dan Istri kemudian menyepakati tahapan atau urutan yang harus kami lakukan dalam mencari informasi tersebut yaitu :

1.         Melakukan penelusuran Informasi tentang apa itu covid, apa itu isoman, dan bagaimana upaya yang cepat untuk menyembuhkan covid.

Penelurusan ini saya lakukan dengan cara serching di google, instagram, You Tube, dan group WA yang saya ikuti.  Untuk mendorong minat saya dalam pencarian informasi ini, saya selalu berperangka baik  atau positif thinking atas apapun info dan berita yang saya dapat.  Dalam benak saya mungkin saja berita yang ada adalah benar meski bukan sebuah kebenaran, mungkin saya info yang saya terima ada  cocok bagi mareka yang membagikannya walaupun belum tentu cocok buat saya, mungkin saya pesan yang disampaikan akan membuahkan hasil bila dilaksanakan  sesuai kaidah yang di isyaratkan.  Dengan seperti ini saya merasa tidak ada satupun informasi yang saya tolak apalagi melabelinya dengan stempel buruk.   

2.         Memilah berita dengan sumber-sumber yang kredible dan dapat dipercayai semisal dari kemenkes dan dari tokoh yang kompeten dan di kenal di masyarakat luas.

Setelah semua informasi  di terima langkah selanjutnya adalah dengan memperhatikan sumber beritanya, untuk berita-berita atau informasi dengan sumber yang tidak jelas atau diragukan kebenarannya, maka informasi tersebut diputuskan untuk tidak akan dilaksanakan dan dimasukkan ke kotak sampah.  Begitu seterusnya untuk data atau informasi yang jelas sumbernya, saya lakukan pengecekan ulang  untuk meminimalisir masuknya, data infomasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

3.         Mengumpan Balik Informasi kepada Pendamping

Tahap selanjutnya adalah dengan mengumpan balik berita yang di terima dengan pendamping saya selama isoman, meskipun mareka tidak memiliki Surat Perintah Tugas (SPT) untuk mendampingi saya tetapi saya tetap menganggap mareka pendamping karena siang malam selalu memberikan waktu walaupun hanya sekedar ngobrol ringan apa yang di rasa dan apapakah obatnya sudah diminum atau belum.  Mareka-mareka yang saya labeli sebagai pendamping tesebut yaitu : Mas Kelik, Mbak Anik, dokter Maya, dokter Febi, dan Ria.. Mengapa kepada mareka..?  karena saya menganggap mareka mengetahui dan mengerti kondisi umum saya sejak awal.  Dan disini saya mulai mempunyai keyakinan  bahwa tidak semua yang baik di luar sana bisa baik untuk saya, tidak semua yang cocok di luar sana bisa cocok untuk saya.  Sehingga disinilah diperlukan peran pendamping untuk mengupas dan atau menerjemahkan informasi yang ada di sesuaikan dengan kondisi saya. Atau minimal dengan kondisi umum kedaerahan tempat saya tinggal.

4.         Menerima Informasi

Setelah menerima informasi dari pendamping tentang kebenaran berita atau infomasi yang ada,  fase selanjutnya adalah menerima informasi yang ada dan memilahnya menjadi dua bagian yaitu : Menerimanya dan hanya untuk tambahan referensi atau menerimanya untuk ditindaklanjuti atau dilaksanakan.   Apapun keputusan yang hendak diambil, tentu dengan pertimbangan yang di sesuaikan dengan kondisi tubuh saya sendiri semisal tingkat kenyamanan, dan tingkat keyakinan saya dengan informasi tersebut.  Walaupun benar dan saya bertekad menerimanya, akan tetapi informasi tersebut akan membuat saya tidak nyaman bila dilaksanakan tentu tidak ada berbuah banyak untuk meningkatkan imunitas saya dan hal tersebut tentu tak perlu untuk dilaksanakan.

5.         Melaksanakan Pesan Informasi

Fase selanjutnya adalah melaksanakan pesan yang terkandung di dalam informasi yang diterima, beberapa hal yang menjadi pertimbangan saya adalah tingkat kemudahan dan kemanyamanan bila hal tersebut dilasanakan.  Bila tidak membuat nyaman untuk apa,  dengan banyaknya informasi ini berarti banyak pilihan yang bisa kita pilih, kalau banyak pilihan mengapa menetapkan pilihan pada sesuatu yang menyulitkan atau membuat tidak nyaman.

6.         Mengkonsultasikan Efek Melaksanakan Pesan Kepada Pendamping

Setelah melaksanakan pesan dari informasi yang diterima, biasanya akan ada saja efek yang ditimbulkannya, minimal rasa nyaman tadi.  Untuk hal seperti ini saya menyakini bahwa pendamping tidak akan keberatan bila hal tersebut di diskusikan, ini setidaknya yang saya rasakan terutama Mas Kelik, tanpa diminta biasanya saat menelpon beliau selalu menanyakan apa yang dirasakan setelah terapi atau obat dilaksanakan di terapkan.  Disaat yang sama biasanya beliau akan memberikan penjelasan mengapa hal tersebut bisa terjadi, dan bila berbahaya biasanya dari awal beliau akan memberi peringatan semisal yang diminum jangan banyak-banyak karena akan membuat darah nge-drof dan seterusnya.

7.         Melanjutkan atau Menghentikan Pasan dari Informasi.

Setelah mengkonsultasikan efek dan merasakannya di diri saya sendiri, maka langkah terakhir yang saya lakukan adalah melanjutkan terapi dimaksud atau menghentikannya.  Begitupun dengan penyebaran informasi kepada khalayak, bila saya memutuskan untuk menghentikan terapi dimaksud maka secara otomatis bila ada yang bertanya tentang hal yang sama saya tidak akan merekomendasikannya.

Inilah tahapan yang akan saya lakukan beberapa waktu kedepan bila menerima sebuah informasi atau pesan tentang terapi penyembuhan Covid.  Mudah-mudahan dengan seperti ini akan mengurangi kegagalan saya dalam melaksanakan penyembuhan, dan selanjutnya akan meminimalisir dampak buruk informasi kepada orang yang menerima informasi dari saya. 

Pada prinsipnya semua informasi harus jelas sumbernya, dapat dijelaskan dan didiskusikan dengan mareka yang mempunyai kompetensi, dan akan dilaksanakan jika nyaman untuk dilaksanakan.

*** 


Memanage Pikiran dan Rasa

Semua teman, sahabat, dan keluarga yang menelpon dan mengirim pesan singkat lewat WA mengatakan agar saya selalu semangat dan menghilangkan beban pikiran negatif, bahkan ada yang to the point agar saya saat menjalani isolasi mandiri (isoman) ini selalu bahagia.  Nah inilah satu perkara yang mudah di ucapkan namun faktanya bagi saya sangat sulit untuk di wujudkan.

Betapa tidak, dalam kondisi hendak membahagiakan diri untuk meningkatkan imunitas, kawan satu-satunya yang masih menemani adalah HP, pernah satu ketika saya matikan HP agar istirahat bisa lebih fokus, namun yang saya rasakan justru sebaliknya pikiran gelisah dan seolah-olah saya sedang berada di negeri ntah berantah yang sangat jauh dari peradaba.  Ahirnya hp tetap saya hidupkan dengan suara yang saya silent dengan maksud kalaupun ada nada panggilan atau nada pesan masuk tidak harus langsung saya angkat, tetapi seketika saya mulai bosan di tempat tidur hp biasa saya buka.

Nah, lewat HP inilah yang saya katakan sulit untuk membuat bahagia, dimana hari-hari  kurva virus ini sedang naik-naiknya.  Ada kenalan, teman, dan sahabat yang dikabarkan terpapar dan tak lama kemudian dinyatakan meninggal dunia.  Sampai-sampai saya sangat hapal bila ada telepon yang  di awali salam kemudian berucap Innalillahi Wainnailaihi Rojiun ........ atau ada pesan WA yang juga di awali kalimat yang sama berarti telah ada satu nyawa melayang setelah berjuang keras melawan gejala akibat covid-19.

Setiap saya abis menerima kabar  yang berisi Innalillahi Wainnailaihirojiun, sangat terasa bahwa badanpun makin lemas, apatah lagi kalau teringat kisah-kisah pertemuan dengan almarhum yang sangat mengesankan.

Untungnya, disaat saya barusan mendapat pesan duka tersebut, selalu ada saja teman, sahabat dan keluarga yang menelpon atau kirim pesan: “Kamu harus kuat, kamu harus semangat, kamu harus bahagia, karena kamu harus sembuh,  anak-anakmu masih membutuhkan kamu” Kata mareka.

Sampailah di pagi ini, saat ini saya masih berjemur di bawah sinar matahari pagi dari balik jendela kamar; pikiran saya melayang kemana-kemana antara sedih dan duka atas kepergian beberapa kawan sahabat,  dan tekad kuat ingin sembuh karena ingat tanggung jawab terutama kepada  dua anak kami.

Saya kemudian mengalihkan pikiran duka dan sedih menjadi pikiran yang sebaliknya.. saat saya teringat dengan muka dan prilaku saat bertemu sahabat dan teman yang telah mendahului; sekonyong-konyong saya mengingatkan pikiran saya bahwa beliau yang telah mendahului telah bahagia, lepas dari penderitaan akibat menahan sakit dan tidak enaknya akibat terpapar covid-19.  Beliau-beliau yang telah pergi telah meninggalkan pesan dan kesan yang sangat prinsip yang harus di teruskan, beliau-beliau yang telah pergi meninggalkan keluarga yang hebat-hebat yang akan meneruskan perjuangan mareka bersama almarhum dan meneruskan silaturahmi kepada saya selanjutnya.

Alhasil; saat pikiran saya memunculkan hal-hal yang mellow atau negatif agar imunitas saya meningkat, disaat yang sama saya berjuang keras memutar pikiran negetif tersebut menjadi pikiran-pikiran yang positif yang bisa membuat saya bahagia dan atau minimal tenang.

Hal yang sangat manusiawi bila bersedih dan berduka, tetapi kondisi tersebut tidak boleh lebih dari 15 menit harus di ganti dengan pikiran-pikiran yang menenangkan dan menyenangkan.  Kondisi inilah yang saya katakan dengan memanage pikiran dan rasa.

Apa yang saya alami; menjadi bukti bahwa itu bisa dilakukan, walau tidak mudah, namun semangat dan tekad dengan mengingat tanggung jawab yang harus di selesaikan disertai dengan ikhtiar menjalankan nasehat dokter dan orang-orang terdekat, tentu akan membuat cerita akan menjadi lain.

Hal kedua selain tanggungjawab yang membuat pikiran dan rasa saya kearah positif yang saya rasakan adalah; dengan mengingat dan membandingkan perjuangan orang lain saat berjuang untuk sembuh dari sakit.  Untuk kasus ini, kebetulan di tetangga kami ada Bapak Suharman yang sangat memotivasi saya untuk menanamkan pikiran bahwa saya harus sembuh.. Beberapa bulan lalu beliau (Saya memanggilnya Abang Herman), mengalami struk pingsan di kursi teras rumahnya, pamit kepada istrinya hendak istirahat dari aktivitasnya berjualan galon air isi ulang sekira pukul 10.30 WIB karena nggak enak badan, sekira pukul 10.15 WIB masih bercanda dengan di pinggir jalan depan rumah kami tentang ada rumah tetangga kami yang hendak di jual.  Jarak rumah saya dengan rumah Bang Herman sekiran 50 Meter dan masih satu blok bahkan masih satu RT.

Sekira pukul, 11.30 Bang Herman di bangunkan oleh istrinya untuk siap-siap melaksanakan sholat dhuhur di masjid. Tetapi, sungguh sangat kanget istrinya karena muka bang Herman sudah pucat pasi dan saat di ajak bicara sudah tidak menjawab lagi.  Istri Bang Herman pun meminta bantuan tetangga untuk mengangkat tubuh Bang Herman ke Rumah Sakit, saat itu saya adalah salah satu yang mengangkat Bang Herman dan ikut mengantarkannya ke Rumah Sakit.  Saat di rumah sakit istri bang Herman, saya, bang Fuad yang juga tetangga kami dipanggil oleh dokter jaga ruang UGD yang pada intinya dokter menyampaikan kepada kami bertiga bahwa telah terjadi pecah pembuluh darah di bagian kepala Bang Herman karena tekanan darah yang terlalu tinggi  yang mengakibatkan bang Herman saat itu dalam kondisi kritis.  Selanjutnya dokter juga mengatakan bahwa  tenaga dokter dan peralatan di rumah sakit tersebut belum memungkinkan untuk merawat pasien seperti Bang Herman sehingga harus di rujuk ke rumah sakit tipe B atau A.  Sehingga  dirujuklah dan di rawatlah Bang Herman di Rumah Sakit tipe B dalam keadaan pingsan, koma, atau kritis. Secara logika manusia tipis harapan Bang Herman untuk sembuh, banyak cerita untuk kondisi yang demikian pasien akan di operasi untuk membersihkan gumpalan darah di kepalanya dan tingkat keberhasilannya sangat rendah.

Namun tidak dengan bang Herman, sekira dua minggu beliau minta pulang kerumah walaupun masih di gotong juga, artinya beliau sudah sadar namun masih belum bisa berdiri atau duduk alih-alih mau jalan.. Selama di rumah beliau di terapi oleh terapis dan kadang-kadang terapisnya dilakukan oleh anaknya sendiri.  Dan hari ini sekira 7 bulan dari kejadian beliau di gotong dalam keadan pingsan, beliau sudah jalan walaupun masih belum selancar dulu, dan ngomong sudah lancar  tidak kaku lagi, Bang Herman sudah rutin lagi ke masjid setiap lima waktu. Apa yang membuat bang Herman seperti sekarang, tidak lain dan tidak bukan adalah motivasi dan semangatnya untuk sembuh.

Waktu di awal saya melakukan isolasi mandiri kebetulan Bang Herman Berkirim pesan lewat Wahatshap isi pesan beliau yang saya terima; “Jangan berpikir macam-macam, inget saya saat kamu gotong ke rumah sakit, dan liat saya sekarang, kamu harus sembuh”. Kata dia

Kalimat ini pulalah yang memotivasi saya untuk terus berjuang dengan mengendalikan pikiran-pikiran yang melemahkan menjadi pikiran-pikiran yang menguatkan.

***


Memilah dan Memilih Pola  yang Tepat Untuk Penyembuhan Covid-19

29.06.2021; Hari ini semua obat yang di resepkan oleh dokter telah habis  saya minum,  begitupun dengan obat-obatan  herbal yang disarankan oleh teman, sahabat, dan keluarga telah pula  saya konsumsi walau tidak secara bersamaan.

Tekad dan semangat untuk sembuh membuat saya begitu rakus melahap  apapun makanan yang tersedia di kamar menemani saya isoman,   dan tak jarang saya  membeli makanan-makanan yang saya sukai melalui gofood.  Sampai-sampai saya menjadi tertawaan anak saya karena sebelum terpapar covid saya menjalani diet ketat untuk menurunkan berat badan.

Badan saya yang sudah mulai terlihat kurus, muka lebar saya pun sudah terlihat agak tirus, celana saya mulai tidak sempit lagi, timbangan yang tadinya di atas angka 90 an turun pada posisi angka 80 an hanya dengan isoman  5 hari saja selesai sudah.

Agak miris sebetulnya, namun semua saya lakukan semata-mata dalam rangka mengusir virus dalam tubuh saya, menguatkan imunitas melalui pemenuhan asupan makanan yang  memadai dan sesuai porsi.

Namun di hari kelima ini, saya sedikit  mereview  dengan membandingkan apa yang saya makan dan minum dan pola hidup yang saya terapkan dengan tingkat kesembuhan yang saya rasakan.  Dari  kesemuanya saya mulai memilih sebetulnya yang menyebabkan virus corona hengkang dari tubuh saya  atau setidaknya mempercepat pemulihan saya yang paling dominan yang mana..?  Sebelum sampai kesana tentu saya akan menceklist beberapa hal yang memungkinkan  mempercepat pemulihan saat saya isoman  yaitu :

1.        Membaca, menonton, dan mengikuti panduan isoman dari google atau youtube.

2.        Obat/Resep dokter

3.        Obat Herbal yang disarankan oleh teman, sahabat, dan keluarga diantaranya : Madu, Bawang putih, susu beruang, minuman jamu, jeruk lemon, kelapa muda, dll.

4.        Makan  secara  teratur  dan lauk pauk yang cukup.

5.        Membuang rasa takut dan mengendalikan pikiran.

6.        Istirahat yang cukup dan teratur.

7.        Berjemur di bawah terik matahari pagi dengan durasi  2-3 jam sehari.

8.        Berusaha untuk selalu bahagia dengan menonton film dan mendengar lagu-lagu yang disukai saat akan tidur terutama malam hari, menelpon kawan dan atau keluarga untuk mendengar cerita-cerita lucu.

9.        Menulis di laptop apa-apa yang dirasakan selama isoman.

10.    Melepaskan dan menghentikan sementara rutinitas kantor seperti membuat laporan rutin dan info progres setiap hari, melaksanakan perjalanan dinas, memberikan motivasi kepada tim  di lapangan.

Dari kesepuluh point di atas, secara garis besar saya mencoba mengelompoknya kedalam dua hal yaitu :

1.        Utama

2.        Pendukung

Adapun hal-hal yang masuk kedalam katagori Utama yaitu :

1.        Makan secara  teratur  dan lauk pauk yang cukup.

2.        Membuang rasa takut dan mengendalikan pikiran.

3.        Istirahat yang cukup dan teratur.

4.        Berjemur di bawah terik matahari pagi dengan durasi  2-3 jam sehari.

Sedangkan hal-hal yang masuk kedalam katagori pendukung  yaitu :

1.        Obat/Resep dokter

2.        Obat Herbal yang disarankan oleh teman, sahabat, dan keluarga diantaranya : Madu, Bawang putih, susu beruang, minuman jamu, jeruk lemon, kelapa muda, dll.

3.        Berusaha untuk selalu bahagia dengan menonton film dan mendengar lagu-lagu yang disukai saat akan tidur terutama malam hari, menelpon kawan dan atau keluarga untuk mendengar cerita-cerita lucu.

4.        Membaca, menonton, dan mengikuti panduan isoman dari google atau youtube.

5.        Menulis di laptop apa-apa yang dirasakan selama isoman.

6.        Melepaskan dan menghentikan sementara rutinitas kantor seperti membuat laporan rutin dan info progres setiap hari, melaksanakan perjalanan dinas, memberikan motivasi kepada tim  di lapangan.

Setidaknya inilah yang saya rasakan selama lima hari ini, walaupun ada komentar sumbang dari tetangga sebelah saat saya mengutarakan pendapat  ini, tetapi sekali lagi dengan sejujur-jujurnya inilah kondisi riel yang saya rasakan.  Dan lebih dari itu saya meyakini bahwa: penyakit yang di sebabkan oleh virus corona ini hanya akan sembuh dengan meningkatnya imunitas si penderita,  setiap individu mempunyai tingkat imunitas yang berbeda-beda,  sehingga hal tersbut akan mempengaruhi  seperti apa dan berapa lama yang bersangkutan akan merasakan gejala yang timbul.  Karena Covid hanya akan sembuh seiring menguatnya imunitas seseorang,  ini berarti pula bahwa strategi  untuk meningkatkan imunitas  setiap orang akan berbeda-beda sesuai dengan  kenyamanan dan keyakinan yang bersangkutan.

Lalu pertanyaannya apakah covid akan sembuh dengan sendirinya bila tidak meminum obat yang di resepkan dokter dan  obat herbat lainnya...?  May be Yes May Be No, tentu perlu ada penelitian terlebih dahulu sebelum kalimat tersebut  di jawab, selain kondisi komorbid dan umur sang penderita.

Dari kesemuanya yang paling bijak adalah  mencegah lebih baik daripada mengobati, dan bila melakukan pengobatan hendaknya jangan nanggung supaya cepat pulih sehingga akan mengurangi penderitaan akibat menahan rasa sakit dampak gejala, dan paling penting adalah meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh covid itu sendiri.

*** 


Menghitung Biaya Terpapar Covid

Sudah lazim bisa sedang sakit harus mengeluarkan biaya untuk berobat ke dokter atau sekedar beli obat warung, adapun besaran biaya tersebut besarannya tentu sangat relative semisal hendak berobat di puskesmas atau tempat praktek dokter. Selanjutnya jika memilih tempat praktek dokter maka  klasifikasi dokter yang dituju; dokter umum atau dokter spesialis.

Begitu juga dengan obat yang tertera di resep dokter setelah berobat, biasanya jika dokter spesialis obatnya akan relative mahal dibandingkan dengan resep obat yang dikeluarkan oleh dokter umum. Walaupun ada juga dokter umum yang meresepkan obat layaknya dokter spesialis,  hal ini biasanya dilakukan oleh dokter-dokter yang jam prakteknya sudah lama dan pasiennya relative banyak.

Dari hitung-hitungan biaya yang harus di keluarkan saat berobat untuk sakit demam flu biasa, katakanlah pasien akan merogoh kocek antara 500  ribu sampai 2 juta rupiah, dan ini biasanya sudah termasuk di dalamnya biaya cek Laboratorium kesehatan.

Lalu bagaimana dengan biaya penyembuhan Covid-19.?  Saya akan mencoba merinci biaya yang saya keluarkan  sejak terpapar sampai dinyatakan sembuh atau selama 14 hari yaitu :

No

Kebutuhan

Harga Satuan

Volume

Total Harga

1

Swab Antigen

 Rp            250.000

2

 Rp                     500.000

2

Pemeriksaan Metode PCR

 Rp        1.200.000

2

 Rp                  2.400.000

3

Konsultasi ke dokter

 Rp            200.000

1

 Rp                     200.000

4

Biaya menebus resep dokter

 Rp            750.000

1

 Rp                     750.000

5

Multivitamin, Susu, Madu

 Rp            700.000

1

 Rp                     700.000

6

Buah-buahan dan Cemilan

 Rp            300.000

3

 Rp                     900.000

7

Go food makanan

 Rp            2.000.000

1

 Rp                     2.000.000

Total

 Rp                  6.100.000

Terbilang : Enam Juta Seratus Ribu Rupiah

 

Biaya ini untuk satu orang selama 14 hari, dan isoman dimaksud dilakukan di rumah tanpa harus menyewa kamar dan lain-lain dan biaya di atas belum termasuk makanan atau masakan yang dimasak oleh istri di dapur. 

Sangat jomplang sekali, padahal saya menghitung biaya ini-itu termasuk minimalis.  Coba bayangkan jika setiap hari harus beli makanan dengan cara pemesanan lewat gofood karena kalau makan masakan di rumah tidak selera, atau kebetulan yang melakukan isoman adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari melakukan masak.

Artinya dari biaya di atas akan sangat berbeda biayanya  jika Isoman didilakukan di hotel seperti yang dilakukan oleh anggota DPR  dan atau penyembuhan covid yang dilaksanakan di rumah sakit di ruang ICU atau ruang isolasi sekalipun.

Saya menghitung biaya ini bukan bermaksud hendak pamer berapa biaya yang sudah saya keluarkan selama saya melaksanakan isoman, tetapi dalam kesempatan ini saya hendak menyampaikan kepada siapa saja yang membaca tulisan ini bahwa biaya penyembuhan terpapar covid-19 mahal, tidak seperti penyakit flu biasa, sekali lagi mencegah lebih baik daripada mengobati.

Disatu sisi biaya penyembuhan Covid-19 mahal,  sementara pada waktu yang bersamaan kegiatan ekonomi tidak bisa berjalan karena dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hal ini tentu memberi arti tersendiri terutama untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah seperti saya. Namun inilah realita yang harus di hadapi demi untuk melanjutkan kehidupan dan mewujudkan cita-cita di masa yang akan datang.

Menyerah pada keadaan berarti kalah,  bukankah  Keberhasilan  akan di dapat dari  sejauhmana kemampuan kita melewati dan mengatasi masalah. 

Membandingkan biaya penyembuhan penyakit flu biasa dengan covid 19  tentu tak bijak karena keduanya sangat berbeda, membandingkan keduanya tentu  bukan bermaksud untuk memilih salah satu diantaranya, karena keduanya tak pantas untuk dipilih.

Menampilkan biaya penyembuhan covid 19 tentu bukan untuk menyembunyikan covid yang telah masuk kedalam tubuh dengan pura-pura tidak terpapar atau dengan mengatakannya flu biasa lalu  tidak mengisolasi diri dan bergaul seenaknya kepada mareka yang  mempunyai resiko tinggi bila tertular seperti lansia dan mareka yang mempunyai komorbid.

Menampilkan biaya penyembuhan covid 19 bukan untuk meminta agar pembaca menabung, agar bila sewaktu-waktu terpapar covid 19 sudah tersedia tabungan yang bisa di gunakan selama penyembuhan. 

Menampilkan biaya penyembuhan covid 19, tentu bukan untuk  menambah beban pikiran yang kemudian akan menurunkan imunitas,

Menampilkan dan  membandingkan biaya penyembuhan covid 19 dengan flu biasa  adalah salah satu upaya agar kita  semakin mawas diri untuk menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi ini agar tetap sehat dan tidak terpapar covid-19.

Apapun dan bagaimanapun sehat lebih berharga daripada sakit, apapun dan kapanpun melakukan ikhtiar untuk sehat lebih bijak ketimbang lalai, apapun dan bagaimanapun menggunakan uang untuk keperluar pendidikan atau menambah barang di rumah akan lebih menyenangkan ketimbang dipergunakan untuk sekedar  mengusir batuk yang menyiksa, menghalau sesak yang mendera, atau menghentikan demam yang membuat gamang.

***


Menjaga Optimisme

06.07.2021;  Pagi ini saya tetiba teringat cerita Cikwo bahwa saat salah seorang  adek beserta istrinya   terpapar corona di awal-awal pandemi dan  sempat di rawat di Rumah Sakit dan harus menggunakan oksigen,  adek tersebut meminta  kepada Cikwo untuk   selalu di telepon vidio call secara group.

Cikwo juga mengatakan bahwa dalam setiap video call berlangsung antara kakak beradik tersebut, adek yang masih di rawat jarang sekali berbicara, beliau hanya mendengarkan saja celoteh kakak-kakak dan adeknya bercerita tentang keluarga dan  kenangan masa kecil mareka yang lucu-lucu yang semua mareka mengalaminya.

Dari cerita tersebut, saya kemudian merefleksikan dengan apa yang sedang saya rasakan saat ini.  Sebanyak 3 Anggun,  Anda, Cikwo, dan Atin melakukan video call sekedar ngobrol tanya kabar dan apa yang dirasakan sebagai pembukanya, dan selebihnya ngobrol lucu-lucuan masa kecil kami di pakis kawat waktu masih ada Buya dan Umi.  Vidio Call yang berlangsung sekira 30 tersebut berakhir seolah tidak ada ending karena biasanya diakhir obrolan hanya cekikikan atau ngakak secara bersama-sama. 

Namun benar saja setelah telepon selesai,  apa yang saya rasakan agak beda; optimisme untuk sembuh dari penyakit ini lebih besar besar ketimbang melamun seorang diri di dalam kamar selama isoman, atau paling tidak setelah cekakak cekikik  lamunan yang aneh-aneh semisal marah, kecewa, dan sedih akan hilang dan optimisme  akan tetap terjaga.

Berdasarkan pengalaman ini pula, saya merasakan bahwa ada kondisi fisik saya yang berbeda pasca menerima telepon dari teman, sahabat, dan keluarga.  Jika saat melakukan telepon yang di bahas yang serius apalagi sedih perasaan badan agak ngederop (batuk-batuk dan lemah), sebaliknya bila saat telepon hanya lucu-lucuan maka selesai telepon agak tenang, kalem, dan sejuk. 

Nah sebeberapa besarnya dampak dari cekikikan dan serius tadi terhadap imunitas, wallahualam. Tetapi  apakah ini berpengaruh dengan saturasi oksigen dalam darah..? Saya dapat mengatakan ya berpengaruh.  Melalui oximeter yang ada, saya dapat melihat bahwa saat saya melakukan pengukuran sebelum ngobrol saya melihat  angka yang tertera pada layar menunjukkan angka 95 dan setelah ngobrol cikikikan saya iseng melakukan pengukuran dan dilayar menunjukkan angka 96-97.  Apakah ini benar adanya atau ini hanya sebuah kebetulan sekali lagi wallahu alam.  Saya hanya dapat mengatakan apa yang saya rasakan dan alami.

Namun apapun itu, cekikikan kami selama beberapa menit telah menghentikan beribu-ribu pikiran negatif yang hinggap di kepala saya, di dalam obrolan yang diwarnai dengan dengan cekikikan tadi kami kakak beradik telah menjadikan masa lalu kami sebagai sebuah cerita lucu dan pelajaran yang berharga, melalui cekikikan secara sadar saya merasa bahwa kakak dan adek mengajak saya untuk fokus dengan apa yang perlu dilakukan hari ini dan apa yang perlu direncanakan.

Saat ngobrol cekikikan kami  tidak sedang mengubah masa lalu. Namun, kami mengungkap masa lalu, dan masing-masing kami mengakui dan mengungkapkan kesalahan apa yang pernah kami perbuat masa itu menggunakannya sebagai acuan norma  yang tidak boleh dilakukan di hari ini atau masa depan, semisal saya mengakui bahwa menabrakkan mobil buya di Teluk Betung saat itu, bila di rasa saat ini adalah kebodohan dan kesalahan, sebaliknya adek yang menyaksikan buya marah karena mobilnya telah di rusak karena saya tabrakkan adalah kelucuan, begitu seterusnya.

Begitu banyak kedunguan masa lalu yang hari ini  di akui dan di tertawai ternyata  memberikan aura positif, mungkin inilah alasannya mengapa  dianjurkan untuk selalu mencari  teman yang mampu berpikir positif dalam menghadapi sesuatu.

Saya merasakan bahwa menjaga optimis tidak hanya membuat saya lebih “menikmati” setiap gejala yang timbul, tapi juga  lebih cepat untuk terapi penyembuhan.

Jadi kesimpulan saya, bersikap  memelihara  optimisme dan jauhkan sikap cemas apalagi pesimis insyaallah imunitas akan membaik dan virus corona  akan berlalu dari badan yang di hinggapinya.   

Kepada mareka-mareka yang akan melakukan komunikasi lewat telepon, vidio call, atau kunjungan langsung kepada saudara kita yang sedang sakit, mbok ya jangan serius-serius amat, karena sakit saja sudah sangat serius bagi penderitanya dan mau di buat serius seperti apalagi. Cukup tanya kabar dan sebelihnya ceritalah yang lucu-lucu untuk menjaga optimisme dan menaikkan imunnya.

Cerita Cikwo di atas tentang permintaan adek ada benarnya, saat si sakit sedang susah untuk melakukan komunikasi, cukuplah iya mendengar saja  tak perlu di tuntut untuk ikut berbicara..   

***

 


Pahlawan Kesembuhan Saya Sesungguhnya

15.07.2021 :  Lewat untaian kalimat yang tak sempurna pada halaman ini izinkan saya  menyampaikan kalimat syukur karena sampai dengan detik ini masih mendapat nikmat diberikan kesempatan untuk melanjutkan kehidupan guna mewujudkan mimpi dan do’a dan mengumpulkan bekal di akhirat nanti yang selalu saya panjatkan keharibaannya.   

Syukur kepada ALLAH.SWT atas nikmat kemudahan dan kelancaran menjalani isoman untuk penyembuhan covid tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, jikapun disampaikan beberapa hal yang dirasakan itu hanya untuk yang kosakatanya tersedia dalam bungkus otak kecil saya,  jika bukan karena kuasanya, jiwa ini pasti sudah gugur bersama teman, sahabat, tetangga, dan syahid lainnya.

Lewat lembar ini pula, tak lupa saya mengucapkan kepada mareka-mareka yang telah menjadi pahlawan kesembuhan saya yang sebenarnya. Kepada Istriku tercinta Arbayti Resminingsih yang siang malam mendampingi dan memenuhi segala kebutuhan selama saya isoman, engkau   menolak tidur di kamar yang seharusnya dan merelakan diri tidur beralas seadanya di depan pintu kamar tempat saya isoman, yang pada akhirnya tidur bersama dengan saya dalam satu kamar setelah dinyatakan terkonfirmasi positif covid juga dengan gejala yang lebih berat dari yang saya alami.  Perjuangan dan pengorbananmu tak bisa di lukiskan apapun.

Kepada Putriku Ainiyya Hana Pathi Seruni dan Putraku Aqil Fahd Pathi Ilalang kalian penyemangat yang selalu bersemangat.  Untuk Ainiyya Hana Pathi Seruni  kamu bisa menunjukkan kepada Bapak, ibumu, dan Adekmu bahwa kamu tetap sehat dan menjadi satu-satunya orang yang tidak terpapar covid  di rumah ini.  Begitu juga dengan Aqil Fahd Pathi Ilalang putraku kamu selalu setia mengambil  kiriman tetangga, saudara, dan gojek yang mareka gantungkan di pagar lalu mengantarkannya di depan pintu kamar.  Tak jarang pula kamu harus menunggui sampai makanan tersebut benar-benar saya makan.  Walaupun pada jum,at  2 Juli 2021 kamu juga di nyatakan positif dan harus tidur satu kamar dengan Bapak dan Ibumu, tapi kamu tunjukkan kepada Bapak dan Ibumu bahwa kamu tetap semangat dan bahagia.

Kepada Kaka Sari, Atin Aria, Cikwo Isna, Udo Iwan, Anda, Dewi, Anggun, dan Vita makasih sayang dan kirimannya. di sela kesibukan kalian; siang malam kalian memantau saya melalui telepon atau video call memberikan semangat dan motivasi agar saya segera sembuh. .

Kepada Udo Dang Johan, Inabalak Tin, Riki, Ade Ang, Emi, Wirawansyah, Maya,  Aprinalia, Kasturi, Dona, Zafran, Sasya balqis, Makngah Susila makasih suport dan do’anya.

Kepada Mbak Een mas Atok di Jambi,mbak Ratna mas silo di Jogja, mas Bowo mbak Esti di Jambi,guntur dan Rista di Bogor, Didik dan Rona,dan para ponakan  makasih atas kiriman dan perhatiannya siang dan malam, dorongan semangat  dan do’anya tak henti-henti supaya saya, bety dan Aqil tetap semangat melawan virus ini.

Kepada Mas Kelik dan Mbak Anik, Kalian telah menjadi dokter saya yang tak mengenal waktu konsultasi selama saya menjadi isoman, lewat ilmu dan pengalaman merawat orang terpapar corona yang kalian miliki, kalian berdua selalu mendampingi, memberi anjuran yang masuk akal dan asyik saat dilaksanakan.

Kepada Maya Ferlianti,Wiwin,  Teh Ita, Halimah, Sinta rumampuk, Sinta Putri , Adityawarman, Romi Qurniaty, dan Uli, makasih kiriman Madu, Susu, makanan, saran ,obat herbal, dan do,a nya.

Kepada Eka Fersiliria, Dokter Maya, Dokter Febi, terimakasih kepedulian, perhatian,pendampingan, konsultasi, dan resep obatnya.

Adik-adik tim klinik MMC yang membantu penegakan diagnosa dengan mondar mandir ke rumah.

Keluarga besar RQBA (Rumah Quran Bunda Aisyah) Lampung tempat istri saya menuntut ilmu yang sudah memberikan kepedulian dan perhatian kepada kami.

Kepada Anggota group WA IPDMIP Lampung ada Bang Suryadi, Herman, Taufik, dan Fajar kalian telah menjadi motivator dan comedian dadakan demi untuk meningkatkan imunitas saya.

Kepada Anggota Group Bebas Reg-3: Kang Yusuf, Pak Djati, Pak Dudi, Mbak Odah, Mpok Aty, mbak Titi, Kang Agus, Kang Jun, Kang Totong, Kang Wildan, Mas Bambang HI, Mas Didik, Mbak Sisi makasih bantuan dan dorongan semangatnya, yang selalu mendoakan saya supaya segera pulih.

Kepada Group WA Tim 5 : Bang Amir, Bung Yohanes, Pak Wirgi, dan Mas Sarmo makasih kalian penyemangat yang baik.

Kepada Group WA IPDMIP Pesawaran :  Aris, Farid, Asti, Siti, Dira, Mutiara, Tina, Olfa makasih kini saya pulih berkat do,a kalian juga

Kepada Group BPJS Lampung : Azlim Fitra, Supriadi, Lilis Budiani, Zulkarnain, Murdoko, Umrah Fatoni, Abdi Timur, Priyono Sadewo, Suhadi Purnawan, Rudiansyah, Heriansyah Djuri, Rahma

Kepada Bapak/Ibu dari Dinas PMDT Lapung : Ibu Mery, Bapak Dorda, Mbak Diana, Mbak Yeni, Mbak Nurbaiti, Mbak Helda, makasih motivasi dan perhatian kalian agar saya cepat sembuh.

Kepada Bapak/Ibu dari Dinas Pertanian Pesawaran : Bapak Hermanto, Bapak Sahono, Ibu Nia, Bapak Lukman, Mbak Yuli Makasih kalian telah memberikan perhatian dan motivasi untuk kesembuhan saya,

Kepada tentangga dan saudaraku di blok S :  Bang Suherman dan istri, Nofriansyah dan istri, Bang Fuad dan istri, Wak Ida dan Ngah Aty, Bang Rudi dan Ibu Kiki, Ari, Adi,  Hendro dan Indar, Bapak Sony, Ibu RT 28 , bu Mega dan yang lain nya yang tidak bisa di sebutkan satu per satu makasih telah bergantian  mengirimi kami makanan dan doa semoga imunitas cepat meningkat.

Dan yang pasti Orang tua kami yang walau tidak kami beri tau kondisi kami, tapi pasti kalian merasa dan mendoakan kami.

Dan kalian-kalian yang telah memberikan perhatian semangat tetapi tidak nampak di mata dan tidak terdengar jelas di telinga kami tanpa terkecuali.

Sebelum halaman ini di akhiri sekali lagi saya atas nama pribadi dan keluarga kecil kami mengucapkan beribu-ribu terima kasih, Semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan di ganjar pahala oleh ALLAH SWT dan kita semua selalu dalam lindunganNya.  Serta Mohon maaf mungkin dalam tutur kata, kalimat balasan  saya kurang tepat dan tidak pas di hati.. 

***

 


Post a Comment

Previous Post Next Post