Hasil Antigen Positif; Marah, Kecewa, Takut..
Pada diri saya sendiri; Pada saat hasil tesnya negatif
biasanya saya minta foto rapid nya saja, untuk dipasang di DP WA atau mengabari
teman yang pernah melakukan kontak terakhir bahwa saya dalam keadaan sehat
dengan ceria layaknya orang sehat pada umumnya. Namun kali ini 360 derajat dari biasanya, alih-alih pasang DP di WA, perasaan berkecamuk tidak menentu; sempat ada marah, ada kecewa, dan takut
bergelayut di kepala yang tidak tahu mengapa tetiba jadi berat.
Marah : mengapa kali ini saya kecolongan,
pertahanan yang selama ini saya lakukan untuk menghindari virus ini kok bisa
jebol dan terpapar juga.
Kecewa : Jujur ada sedikit kekecewaan saya dengan panitia acara pelatihan Dasar
Fasilitasi Rantai Nilai yang dilaksanakan di Bukit Randu tanggal 22-25 Juni
2021 dimana saya melakukan aktifitas terakhir dengan berkumpul sebelum terpapar, Sedari awal saya sudah mengusulkan
agar dilakukan swab antigen kepada seluruh peserta yang akan mengikuti
pelatihan. Tetapi permintaan saya dijawab oleh salah satu panitia, hal tersebut tidak mungkin dilakukan
karena di dalam anggaran tidak tersedia anggaran untuk swab antigen, yang ada
hanya anggaran prokes yang kemudian diterjemahkan untuk membeli handsanitizer, masker, dan vitamin
selama pelatihan. Jika di adakan-pun nanti malah ada temuan
karena cantolannya tidak ada , selanjutnya untuk menjaga supaya tidak ada
penularan, maka peserta yang suhu badannya tinggi tidak diperkenankan masuk,
ujar panitia tersebut.
Takut : Ada
rasa takut yang begitu dalam, karena semalam sempat tidur satu selimut dengan
anak saya Aqil Fahd Pathi
Ilalang (11 tahun) dan satu kamar dengan Istri saya Arbayti Resminingsih dan Anak saya Ainiyya Hana Pathi Seruni (19
tahun). Jangan-jangan mareka sudah
tertular dari saya, kalau mareka terpapar juga bagaimana nanti gejala-gejala
yang akan mareka rasakan, mengingat
mareka baru vaksin satu dosis dan Aqil belum menerima vasksin sama sekali..
dan banyak lagi tanya di kepala yang membuat saya takut.
Lalu bagaimana dengan dengan orang
sekitar..??
Pertama istriku; saat saya dinyatakan
positif, walaupun dengan tertawa dan minta supaya di swab antigen juga, tetapi
sangat nampak dari ketawanya yang sangat dipaksakan, tertawa kecut istilah anak
jaman now.. Walaupun hasilnya negatif, tetapi muka yang tadi ketawa tampak
terlihat bingung dan memikirkan sesuatu, lalu bilang; Ya sudah, Bapak duluan aja pulang, kasih tahu
anak-anak hasil antigen ini dan masuk kamar jangan keluar-keluar lagi. Kata dia
Anak-anak Klinik; saat saya dinyatakan
positif anak klinik merespon seperti respon istriku yang tertawa, tetapi yang
mareka tertawakan adalah istriku yang sehari sebelumnya satu tim sama mareka melakukan
rapid test di luar kota. Yang saya tangkap sama.. mareka tertawa
karena takut kalau aku postisif maka istriku juga positif, dan jika istriku
positif mareka harus di swab juga karena mareka pernah satu tim berangkat satu
mobil, nginap bersama, dan pulang satu mobil lagi dengan istri
saya.
Lebih dari itu, hal yang mareka tampakkan yang tidak biasanya yaitu langsung menjauh dari saya. Saya berpikir, ini karena mareka akan
melanjutkan pekerjaannya masing-masing lalu meninggalkan saya di luar di kursi
periksa antigen, tetapi ketika saya ikut masuk ke klinik mareka beramai-ramai
masuk keruang dokter, dan melihat gelagat demikian saya langsung pamit, dan
saat pamit pulang pun mareka hanya menjawab dengan menjerit tidak mendekat
seperti pada saat saat pamit biasanya, mungkin mareka sibuk dan
psikologis saya yang lagi tidak stabil sehingga salah menafsirkan apa yang
terjadi.
Saya pun sempat
berpikir, tak mengherankan
pula jika banyak pasien terpapar virus terutama
mareka yang Orang Tanpa Gejala (OTG) merahasiakan kondisinya, kemungkinan yang
bersangkutan memilih merasahsiakan kondisinya karena tidak siap menerima sikap
masyarakat yang terkesan
langsung menjauh/mengucilkannya.
Sungguh pelajaran berharga bagi
saya hari ini atas hasil antigen yang
positif, satu hal yang penting dari kejadian ini bahwa bersikap
dan bertindak wajar dan tak berlebihan kepada mareka yang positif, tentu lebih
baik dan akan meningkatkan imunitas.
Begitu juga dengan tenaga medis, sedia payung sebelum hujan,
mempersiapkan diri dengan alat pelindung diri dan APD saat melakukan pemeriksaan
akan lebih baik, sehingga pada saat yang di periksa dinyatakan positif tidak akan
merasa takut karena memang sudah siap dengan APD yang dikenakan.
****
Semua
Akan Terpapar Corono pada Waktunya...
25 Juni 2021, pukul, Sekira 15.30 WIB
sore hari; Sesampai di rumah saya dapati
dua buah hati kami; Aqil Fahd Pathi Ilalang dan Ainiyya Hana Pathi Seruni
sedang duduk-duduk sambil bermaik gadget di ruang tamu. Sambil membuka pintu dan melangkahkan kaki
masuk rumah, langkah saya sempat agak tertahan namun tidak sempat
berhenti. Anak kami Aqil Fahd Pathi
Ilalang pun menyapa, apa pak hasil swabnya..? dengan muka sedikit tertunduk
saya menjawab: “Hasilnya Positif dan mulai sore ini Bapak mau masuk kamar Mbak
Uni dan dan Abang Aqil
nggak boleh masuk kamar Bapak sampai 14 hari kedepan”. Kata saya.
Anak kami Ainiyya Hana Pathi Seruni
mengangkat kepalanya seraya berkata; Apa..? Bapak Positif? Terlihat bahasa
tubuhnya seperti tidak terima,, lalu dia bertanya lagi Ibu gimana dan dimana
ibu sekarang kok tidak bareng Bapak lagi..?
Saya pun menjawab; karena hasil swab Bapak Positif dan hasil swab Ibu
Negatif, maka Bapak pulang duluan dan langsung isolasi mandiri, nanti ibu
pulang naik ojek dan kalian bertiga nanti tidur di kamar masing-masing dan
Bapak sendirian..Jawaban saya nampaknya bukan jawaban yang diharapkan bagi
kedua buah hati kami. Jawaban yang saya
sampaikan terlihat membuat mareka tidak nyaman, padahal dalam situasi seperti
saat ini dimana berita tentang orang terpapar covid sudah sangat lazim, saya
pikir mareka berdua akan menyikapinya dengan biasa saja. Apalagi hampir setiap hari, istri saya yang
bekerja di Klinik menceritakan aktivitasnya melakukan swab kepada pasien dan
tak jarang dari pasien tersebut dinyatakan positif. Berbagai reaksi dari pasien dan keluarga
pasien tak jarang juga di ceritakan oleh istri saya. Untuk kejadian dengan orang dekat sendiri
rasa tidak terima itu masih tetap ada di bahasa tubuh kedua anak kami..
Langkah kaki saya berlanjut menuju
kamar tempat saya akan menghabiskan waktu untuk 14 hari kedepan, saya
tinggalkan anak kami yang sedang dengan ketidakterimaan mareka atas kenyataan
bahwa salah satu dari orang yang biasa tempat mareka berbagi masalah dan siap mengantarkan
mareka untuk keperluan-keperluan sekolah kini di nyatakan positif terpapar
virus corona.
Saya masuki kamar sekira 6 X 4 M dengan satu kamar mandi di dalamnya,
saya niatkan dalam hati apapun suasanamu wahai kamar akan saya taklukkan agar saya bisa menang dan
senang untuk 14 hari lamanya titik. Ungkap saya dalam
hati. So, rasa dingin atau panas yang kerap saya rasakan di kamar ini pada hari-hari
biasanya saya tanamkan
dalam pikiran adalah
kenikmatan yang akan menemani saya beberapa hari kedepan.
Selesai ganti pakaian dan membasuh muka, tangan, dan kaki saya lalu
duduk di kursi di depan meja dimana biasa saya melakukan aktivitas kerja di
dalam kamar. Pikirian saya menerawang
kemana-mana. Dalam hitungan waktu; sudah
setahun lebih wabah ini melanda dunia dan tak kunjung berlalu. Dalam hitungan korban; sudah ribuan bahkan
jutaan nyawa harus melayang di akibatkan oleh wabah ini. Dalam hitungan biaya; sudah berapa triliun
angggaran negara dihabiskan atas nama wabah ini. Dalam hitungan Kerugian; sudah berapa dokter,
tenaga medis, orang pintar, orang biasa yang berguguran karena wabah ini. Dalam hitungan kenangan; sudah berapa ratus
orang memberikan testimoni mengungkapkan
pesarasaan dan pengalamannya yang
tidak mengenakkannya ketika mareka berjuang melawan virus ini, bagaimana
sedihnya mareka karena harus kehilangan orang-orang yang mareka cintai, dan di
depan mata mareka orang yang mareka cintai itu di urus diperlakukan tidak
umumnya karena harus diperlakukan dengan protokol kesehatan.
Saya juga membayangkan, betapa pada
awalnya virus ini begitu jauh, hanya melihat dan membaca di berita-berita virus
ini menyerang masyarakat China. Hanya
dalam kurun waktu beberapa bulan virus ini sudah melintas masuk ke beberapa
negara termasuk Indonesia. Tak
membutuhkan waktu yang lama virus ini sudah menyebar hampir ke seluruh
provinsi, lalu masuk Lampung , hampir di seluruh kabupaten dan seterusnya,
Begitupun dengan
orang-orang yang terpapar, awal sekali tidak ada yang saya kenal dari mareka
yang terpapar, begitu virus ini masuk ke Indonesia, mulai terdengar nama tokoh
dan selebriti terpapar, tetapi masi terasa begitu jauh. Begitu virus ini masuk
ke Lampung; mulai ada kabar ada teman dan kerabat nun jauh disana terpapar
juga. Tapi hari ini, virus ini begitu dekat, orang lingkar inti bahkan diri sendiri
mulai terpapar. Hampir pasti, tiap hari
ada berita duka yang tersiar melalui mix masjid dan group WA. Ini berarti sebuah keniscayaan bahwa lambat laun, pelan tapi
pasti virus ini akan merasuk ke setiap jiwa penduduk
bumi ini, dari satu menjadi 2, dari dua menjadi 4, dari empat menjadi 8, dan
seterusnya tidak perlu menunggu lama, cukup dalam hitungan detik saja.
Jika demikian adanya maka, dapat
disimpulkan bahwa semua umat manusia akan terpapar covid pada waktunya..
Tinggal lagi pada saat terpapar manusia yang bersangkutan dalam keadaan
imunitasnya bagus, atau sedang ngederop, pada saat yang bersangkutan terpapar
apakah sudah di vaksin atau belum sama sekali, pada saat yang bersangkutan
terpapar mampu menaklukkan virus atau malah di kalahkan oleh virus ini..
Pada akhirnya sampai pada satu
kesimpulan bahwa suka-tidak suka; Tidak
akan ada ruang yang tidak ada virus coronanya, tidak ada pilihan selain menang
atau kalah melawan virus, yang menang hidup berdampingan dengan virus, dan yang
kalah akan mendahului menunggu saudara-saudara yang lain di alam kubur.
***
Membagikan
Berita Terpapar, Lebih Penting Ketimbang Membagikan Berita Sudah Negatif dari
Terpapar.
25 Juni 2021, pukul 16.00 WIB.. Setelah saya
rasa cukup untuk merenungi apa yang terjadi, saya kemudian mengingat-ingat
kapan saya terpapar, yaitu ada
dua kemungkinan lokasi dan kontak dimana saya terpapar, yaitu di Bogor dalam
acara Rakornar bersama teman-teman Konsultan Program Integrated Participatory
Develovment And Management Irrigation Program (IPDMIP) yang berlangsung dari
tanggal 14- 18 Juni 2021.
Ada alasan atau dugaan kuat saya
terpapar pada acara di Bogor ini, karena pada hari terakhir ada hasil Swab
Antigen seorang peserta yang dinyatakan positif, dan peserta tersebut beberapa
kami bersama ngobrol di ruang makan dengan tidak menerapkan protokol kesehatan,
berhadap-hadapan dengan jarak kurang dari satu meter tidak menggunakan
masker. Selain itu, pada hari Rabu, 23
Juni 2021 tersiar kabar juga bahwa salah seorang peserta dari kabupaten lainnya meninggal dunia dalam
kondisi terpapar Covid-19, dan dengan orang yang dinyatakan meninggal dunia
inipun saya beberapakali
ngobrol dalam satu meja.
Bahkan pernah suatu seketika saya duduk
bersampingan dengan almarhum dan merasakan bahwa suhu tubuhnya sangat tinggi
dan si teman tersebut memang dalam keadaan sakit, tetapi saat diminta untuk
istirahat beliau menolak dan tetap ingin melanjutkan kegiatan, setelah itu saya pamit pindah posisi mencari
tempat duduk berbarengan dengan peserta lain, yang kemudian tersiar juga kabar
yang bersangkutan tempat saya berpindah tersebut terpapar covid dan sedang
melakukan isolasi mandiri sampai saat ini.
Namun ada hal yang menguatkan saya,
bahwa saya tidak terpapar di acara di Bogor ini karena pada tanggal 21 Juni
2021 menjelang kegiatan pelatihan di salah satu hotel di Bandar Lampung dengan
peserta penyuluh dan konsultan dari beberapa kabupaten penerima program IPDMIP
di Lampung saya melakukan swab antigen dan hasilnya negatif.
Lalu apakah saya terpapar di Pelatihan
di Bandar Lampung yang dilaksanakan dari tanggal 22 – 25 Juni 2021..? Walllahualam..
Saya mencoba mengingat-ingat dimana
saya terpapar bukan untuk menyesali dan mendeskreditkan mareka yang terpapar
sebelum saya, hal ini saya lakukan semata-mata untuk dasar saya membuat pesan yang akan saya
sampaikan kepada teman-teman bahwa saya dalam kondisi terpapar dan teman-teman
yang dalam kurun waktu tersebut pernah kontak dengan saya agar berhati-hati dan
bila perlu melakukan swab antigen.. Pesan yang saya yang saya bagikan tersebut
berbunyi:
“Kanda/Yunda/Mas/Mbak/Adek/Om/Tante..
Barusan saya Antigen, dan hasilnya positif. Karenanya untuk kanda/yunda/mas/mbak/tante
rentang waktu senin 21 Juni - 24 Juni pernah/kebetulan melakukan kontak/ngobrol
dengan saya agar waspada dan tetap menerapkan prokes dan bila perlu melakukan swab antigen juga. Kenapa dari senin??
karena pada hari senin pagi saya di periksa antigen masih negatif..
Semoga kita semua dalam lindungan
ALLAH SWT. Aamiin”
Pesan ini saya bagikan ke group whatshap dan pribadi
yang saya ingat pernah kontak/ngobrol dengan saya dalam kurun tanggal 21-24
Juni 2021. Motivasi saya membagikan
pesan ini, saya berharap jika ada teman yang positif seperti saya, maka yang
bersangkutan harus langsung mengisolasi diri dan jangan sampai turut membagikan
virus ini kepada orang lain terutama kepada keluarganya yang lanjut usia.
Selain itu, saya merasa dengan menyiarkan bahwa saya terpapar covid-19 akan mempersempit ruang penyebaran virus, ini menurut
saya lebih penting ketimbang mengabarkan ke setiap
orang bahwa saya telah terpapar dan saat ini setelah melakukan swab antigen dan
sudah negatif.
Apalah artinya negatif yang saya
sampaikan bila, saya telah dengan bangganya menyebarkan virus ini kepada banyak
orang. Apalagi kalau saya bermain dengan
logika terbalik, Saya sedang tidak enak
badan, saya kebetulan ada penyakit flu, itulah sebabnya hasil swab antigen saya positif. Dengan logika ini sangat jelas bahwa saya sedang menutup-nutupi kondisi saya
dengan mengatakan hasil swab antigen saya positif karena lagi nggak enak badan
dan atau karena saya sedang kena flu. Padahal, karena terpapar
viruslah maka menyebabkan tidak enak badan bukan sebaliknya.
Lalu apa untungnya saya menutup-nutupi
kondisi yang sedang saya alami..? apakah supaya saya tetap ada teman ngobrol,
supaya orang tidak takut kepada saya, supaya saya tidak malu, atau
apalagi..?
Lalu apa ruginya kalau saya
tutup-tutupi; beberapa orang akan mendekat dan melakukan kontak dengan saya,
kemungkinan besar yang bersangkutan akan tertular dari saya, lalu yang
bersangkutan akan melakukan kontak dengan keluarganya dan temannya yang lain,
okelah kalau yang tertular hanya menjadi Orang Tanpa Gejala (OTG) yang tidak
merasakan gejala apa-apa setelah virus masuk ke tubuhnya. Bagaimana seandainya jika yang tertular
katakanlah merasakan gejala ringan yang mengharuskan ia istirahat total selama
14 hari, meninggalkan semua job yang telah ia terima karenanya, atau bahkan
orang yang tertular ada penyakit penyerta yang kemudian mengantarkan yang
bersangkutan menuju alam kubur, meninggalkan keluarga yang disayangi dan
menyayanginya..?
Mungkin pikiran saya terlalu rumit atau bahasa anak jaman now angel.. tetapi menurut saya hal ini lebih penting ketimbang kita hanya menggemakan takut-takut dan takut kepada virus ini, tetapi tanpa ada tindakan yang terstruktur yang dilakukan. Nilai kemanusian untuk menyelamatkan jiwa manusia, haruslah menjadi dasar dalam setiap tindakan kita dalam mensikapi dan memaknai keberadaan virus ini.
***
Membuang
Rasa Takut; Membangkitkan Imunitas yang Hakiki
26 Juni 2021, Pagi ini dan tadi malam
ada yang berbeda dengan hand phone saya setelah membagikan
pesan berantai bahwa saya positif, dan dari lubuk hati yang terdalam
sebenarnya bukan ini yang saya harapkan dengan membagikan pesan tersebut, sekali lagi saya hanya ingin mareka-mareka yang
pernah kontak dengan saya dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya agar
berhati-hati.. Tapi apa mau di kata, mungkin inilah bentuk simpati dari kakak,
teman, dan sahabat setelah mengetahui bahwa saya terpapar covid 19.
Ada yang sekedar WA, adapula yang telepon suara lewat WA, dan adapula yang
Vidio Call, ada yang sekedar bertanya apa kabar dan bagaimana gejala yang
dirasakan, tetapi ada pula yang langsung menawarkan obat herbal penyembuhan
covid-19, kesemuanya tentu saya maknai sebagai bentuk sayang mareka kepada saya
sebagai teman, sahabat, dan keluarga mareka.
Diantara orang yang telepon dan
menanyakan kabar tersebut; yang berbeda
adalah telepon dari Cikwo, Cikwo adalah panggilan untuk kakak perempuan tertua
di keluarga batin dalam tatanan masyarakat Lampung sai
batin. beliau yang selalu hadir dalam
setiap kesusahan yang saya alami terutama saat saya sakit, sejak kami kecil
atau ketika kami sama-sama di besarkan oleh Buya dan Umi di pakis kawat Teluk Betung
Utara era tahun 80-an. Dalam pembicaraan antara adek
dan kakak, tersebut ada terselip omongan Cikwo yang pada intinya menanyakan
apakah saya memahami teknik meditasi, karena dengan teknik meditasi itu menurut
beliau kita akan sedikit mengurangi rasa sakit dan beban penderitaan yang kita
alami.
Mendapat pertanyaan ini, saya menjawab Ya cikwo, dulu pernah mengenal
teknik meditasi belajar bersama-sama dengan kawan-kawan di Komita Anti Korupsi
(KoAK) Lampung ada bang Ahmad Yulden Erwin, Ada Bang Ahmad Kosim, Ada Neri
Juliawan, dll dengan pembimbing dan mentor Anand Krisna pada saat itu.
Nah dek, coba kamu ulangi
teknik-teknik yang masih kamu ingat supaya apa yang kamu rasakan saat ini “Bisa
kamu nikmati dan bukan sebagai beban apalagi penderitaan”. Kata Cikwo.
Mendapat tantangan ini saya pun
menggiyakannya, Cikwo lalu melanjutkan, itu untuk batinmu, sedangkan untuk kebutuhan lainnya
kamu katakan saja, ada saya dan ada yang lain yang akan memenuhinya, tambah
cikwo.
Mendapat ungkapan terakhir ini suara
saya agak tersendak, ada rasa yang luar
biasa saya rasakan kali ini, rindu akan sosok Buya dan Umi yang selalu ada dan
sayang saat sakit, membuat bibir saya berucap buya, umi kalian apa kabar..
Semoga kalian bahagia di alam sana.
Tak lama berselang , mungkin karena
cikwo mendengar suara saya yang agak terbeda atau mungkin beliau mengira saya
sudah sangat kecapean menerima telepon, cikwo pun bilang ya sudah ya dek,, kamu
harus sembuh, lakukan apa saja yang bisa membuatmu sembuh, terutama yang bisa
membuat imunitas tubuhmu meningkat sehingga virus yang ada di tubuhmu saat ini
bisa pergi.
Setelah cikwo, menutup teleponnya saya
pun melanjutkan tidur, karena benar saja sejak saya membagikan pesan bahwa saya
terpapar covid beberapa gejala mulai saya rasakan, Entah karena kebetulan atau karena
sudah masanya gejala tersebut akan muncul, diantara gejala tersebut yang
sungguh mengganggu dan membuat tidak nyaman adalah : Demam greges kata orang,
terasa dingin padahal kalau di sentuh sekujur tubuh dalam keadaan panas, kepala
sakit, persendian terutama punggu terasa sakit, perut terasa nyeri dan diare,
serta batuk kering yang saat batuk terasa dada dan perut sakit, serta tidak
pernah bisa menarik napas panjang karena saat menarik napas panjang dada terasa
sakit seolah ada yang menghadang napas saat akan lewat.
Perlahan saya pejamkan mata; saya
tarik napas secara pelan-pelan agar dada tidak sakit, disaat saya menarik napas
tersebut, saya rasakan dan bayangkan bahwa energi yang saya tarik mengalir
keseluruh tubuh, terutama pada pusat-pusat rasa sakit. Saya buang napas secara
perlahan sambil saya bayangkan bahwa buangan napas tersebut adalah buangan rasa
sakit dan segala rasa yang mengganggu tadi.
Saya ulangi beberapa kali tehnik ini
dan setiap tarikan napas saya berucap laa illa ha illallah....
Selain membuang rasa sakit yang saya
derita, tarikan dan buangan napas ini juga saya maksudkan untuk membuang
seluruh beban yang bergelayut di kepala saya terutama saat saya dinyatakan
positif terpapar covid. Dari semua
proses ini, yang paling sulit untuk saya buang, adalah perasaan takut mati,
rasa takut bila istri juga saya terpapar karena jika istri terpapar bagaimana
dengan makan dan kebutuhan kedua anak saya yang belum bisa mandiri.
Semakin saya berusaha membuangnya,
seolah semakin besar perlawanannya; Kalau saya mati; bagaimana dengan
janji-janji yang telah saya buat_bagaimana dengan uang operasional perjalanan
dinas yang telah saya ambil dari kantor,
Bagaimana dengan janji saya untuk menjadi moderator pada acara Zoom Meeting
di kantor teman, bagaimana janji saya dengan para staf Lapang Program IPDMIP
Kabupaten pesawaran_ dan banyak lagi..
Saya kemudian membayangkan bahwa pikiran ini seperti spiral obat
nyamuk, dan pikiran tersebut berada di tengah-tengah tempat obat nyamuk
terpasang, ada kaleng agar obat nyamuk tetap
menyala. Untuk itu pilihannya yaitu
mengitari lingkaran sampai bertemu ujung jalan keluarnya.
Saya saksikan seolah satu persatu
pikiran buruk itu pergi sampai jauh-jauh dan jauh dan tak nampak lagi di kejauhan.
Saya lakukan ini terus dan terus berulang-ulang sampai akhirnya seolah sampai pada suatu titik dimana pikiran saya
telah kosong dan saya isi lagi ruang yang kosong tadi dengan berpasrahkan kepada ALLAH SWT, mulai
dari urusan yang sedang saya pikul, sampai kepada urusan kematian yang yang mutlak kuasaNya. Saya katakan dalam hati; saya serahkan semua
kepadamu ya ALLAH Tuhanku yang maha
segalanya, bila saya sudah saatnya akan mati.
Ya Allah aku meminta kepada-Mu agar
mati dalam keadaan husnul khotimah, dan saat nyawa akan meninggalkan jasadku Ya
Allah, terimalah tobatku, Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah
hatiku pada agama-MU..
Entah sampai berapa kali saya melapaskan
kalimat terbut dalam hati, sampai saya
tertidur, dan saya ahirnya terbangun; awalnya sayup-sayup dan
makin lama makin jelas istri menanyakan apakah saya sudah akan makan siang atau belum..?? Tapi yang saya rasakan saat
saya bangun tersebut sungguh luar biasa, saya sudah tidak merasa takut lagi,
saya ikhlas se ikhlas-ikhlasnya bila nyawa saya harus berpisah dengan badan..
Dan disaat yang sama saya merasakan bahwa sakit kepala, demam, dan lain-lainnya
sudah tidak membuat saya sangat menderita lagi seperti sebelumnya, saya jalani semuanya bagai air mengalir.
Disini saya sadar bahwa sesungguhnya,
yang di katakan cikwo adalah bagaimana membuang beban atau membuang rasa takut
atau dalam bahasa yang lebih agamis adalah Ikhlas. Karena rasa takut akan membuat khawatir, dan
khawatir inilah yang menurunkan imunitas yang membuat virus tetap bercokol di
dalam tubuh.
Makasih cikwo kataku dalam hati,
engkau kakakku, penolongku, temanku,
motivatorku disetiap waktu, terutama saat saya sakit atau tidak enak
badan.
***
Mencari
Informasi Sebanyak-banyaknya Penunjang Terapi Penyembuhan
27.06.2021_ Mencari informasi
sebanyak-banyaknya tentang terapi penyembuhan Covid 19 adalah salah satu agenda
saya hari ini. Adapun motivasi saya
melakukan hal ini mudah-mudahan dengan adanya informasi yang tepat dan
informatif terapi yang saya lakukan akan lebih cepat membuahkan hasil.
Saya kemudian mendiskusikan pencarian
informasi ini dengan istri, dan beliau
juga sangat mendukung dan berjanji akan membantu saya mencari informasi yang di
butuhkan tersebut.
Saya dan Istri kemudian menyepakati
tahapan atau urutan yang harus kami lakukan dalam mencari informasi tersebut
yaitu :
1.
Melakukan penelusuran Informasi
tentang apa itu covid, apa itu isoman, dan bagaimana upaya yang cepat untuk
menyembuhkan covid.
Penelurusan ini saya lakukan dengan
cara serching di google, instagram, You Tube, dan group WA yang saya
ikuti. Untuk mendorong minat saya dalam
pencarian informasi ini, saya selalu berperangka baik atau positif
thinking atas apapun info dan berita yang saya dapat. Dalam benak saya mungkin saja berita yang ada
adalah benar meski bukan sebuah kebenaran, mungkin saya info yang saya terima
ada cocok bagi mareka yang membagikannya
walaupun belum tentu cocok buat saya, mungkin saya pesan yang disampaikan akan
membuahkan hasil bila dilaksanakan
sesuai kaidah yang di isyaratkan.
Dengan seperti ini saya merasa tidak ada satupun informasi yang saya tolak
apalagi melabelinya dengan stempel buruk.
2.
Memilah berita dengan sumber-sumber
yang kredible dan dapat dipercayai semisal dari kemenkes dan dari tokoh yang
kompeten dan di kenal di masyarakat luas.
Setelah semua informasi di terima langkah selanjutnya adalah dengan
memperhatikan sumber
beritanya, untuk berita-berita atau informasi
dengan sumber yang tidak jelas atau diragukan kebenarannya, maka informasi
tersebut diputuskan untuk tidak akan dilaksanakan dan dimasukkan ke kotak
sampah. Begitu seterusnya untuk data
atau informasi yang jelas sumbernya, saya lakukan pengecekan ulang untuk meminimalisir masuknya, data infomasi
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3.
Mengumpan Balik Informasi kepada
Pendamping
Tahap selanjutnya adalah dengan
mengumpan balik berita yang di terima dengan pendamping saya selama isoman,
meskipun mareka tidak memiliki Surat Perintah Tugas (SPT) untuk mendampingi saya tetapi saya tetap
menganggap mareka pendamping karena siang malam selalu memberikan waktu
walaupun hanya sekedar ngobrol ringan apa yang di rasa dan apapakah obatnya
sudah diminum atau belum. Mareka-mareka
yang saya labeli sebagai pendamping tesebut yaitu : Mas Kelik, Mbak Anik,
dokter Maya, dokter Febi, dan Ria.. Mengapa kepada mareka..? karena saya menganggap mareka mengetahui dan mengerti kondisi umum saya sejak
awal. Dan disini saya mulai mempunyai
keyakinan bahwa tidak semua yang baik di
luar sana bisa baik untuk saya, tidak semua yang cocok di luar sana bisa cocok
untuk saya. Sehingga disinilah
diperlukan peran pendamping untuk mengupas dan atau menerjemahkan informasi
yang ada di sesuaikan dengan kondisi saya. Atau minimal dengan kondisi umum kedaerahan
tempat saya tinggal.
4.
Menerima Informasi
Setelah menerima informasi dari
pendamping tentang kebenaran berita atau infomasi yang ada, fase selanjutnya adalah menerima informasi
yang ada dan memilahnya menjadi dua bagian yaitu : Menerimanya dan hanya untuk
tambahan referensi atau menerimanya untuk ditindaklanjuti atau
dilaksanakan. Apapun keputusan yang
hendak diambil, tentu dengan pertimbangan yang di sesuaikan dengan kondisi
tubuh saya sendiri semisal tingkat kenyamanan, dan tingkat keyakinan saya
dengan informasi tersebut. Walaupun
benar dan saya bertekad menerimanya, akan tetapi informasi tersebut akan
membuat saya tidak nyaman bila dilaksanakan tentu tidak ada berbuah banyak
untuk meningkatkan imunitas saya dan hal tersebut tentu tak perlu untuk
dilaksanakan.
5.
Melaksanakan Pesan Informasi
Fase selanjutnya adalah melaksanakan
pesan yang terkandung di dalam informasi yang diterima, beberapa hal yang
menjadi pertimbangan saya adalah tingkat kemudahan dan kemanyamanan bila hal
tersebut dilasanakan. Bila tidak membuat
nyaman untuk apa, dengan banyaknya
informasi ini berarti banyak pilihan yang bisa kita pilih, kalau banyak pilihan
mengapa menetapkan pilihan pada sesuatu yang menyulitkan atau membuat tidak
nyaman.
6.
Mengkonsultasikan Efek Melaksanakan
Pesan Kepada Pendamping
Setelah melaksanakan pesan dari
informasi yang diterima, biasanya akan ada saja efek yang ditimbulkannya,
minimal rasa nyaman tadi. Untuk hal seperti
ini saya menyakini bahwa pendamping tidak akan keberatan bila hal tersebut di
diskusikan, ini setidaknya yang saya rasakan terutama Mas Kelik, tanpa diminta
biasanya saat menelpon beliau selalu menanyakan apa yang dirasakan setelah
terapi atau obat dilaksanakan di terapkan.
Disaat yang sama biasanya beliau akan memberikan penjelasan mengapa hal
tersebut bisa terjadi, dan bila berbahaya biasanya dari awal beliau akan
memberi peringatan semisal yang diminum jangan banyak-banyak karena akan membuat
darah nge-drof dan seterusnya.
7.
Melanjutkan atau Menghentikan Pasan
dari Informasi.
Setelah mengkonsultasikan efek dan
merasakannya di diri saya sendiri, maka langkah terakhir yang saya lakukan
adalah melanjutkan terapi dimaksud atau menghentikannya. Begitupun dengan penyebaran informasi kepada
khalayak, bila saya memutuskan untuk menghentikan terapi dimaksud maka secara
otomatis bila ada yang bertanya tentang hal yang sama saya tidak akan
merekomendasikannya.
Inilah tahapan yang akan saya lakukan
beberapa waktu kedepan bila menerima sebuah informasi atau pesan tentang terapi
penyembuhan Covid. Mudah-mudahan dengan
seperti ini akan mengurangi kegagalan saya dalam melaksanakan penyembuhan, dan
selanjutnya akan meminimalisir dampak buruk informasi kepada orang yang
menerima informasi dari saya.
Pada prinsipnya semua informasi harus jelas sumbernya, dapat dijelaskan dan didiskusikan dengan mareka yang mempunyai kompetensi, dan akan dilaksanakan jika nyaman untuk dilaksanakan.
***
Memanage
Pikiran dan Rasa
Semua teman, sahabat, dan keluarga
yang menelpon dan mengirim pesan singkat lewat WA mengatakan agar saya selalu
semangat dan menghilangkan beban pikiran negatif, bahkan ada yang to the point
agar saya saat menjalani isolasi mandiri (isoman) ini selalu bahagia. Nah inilah satu perkara yang mudah di ucapkan
namun faktanya bagi saya sangat sulit untuk di wujudkan.
Betapa tidak, dalam kondisi hendak
membahagiakan diri untuk meningkatkan imunitas, kawan satu-satunya yang masih
menemani adalah HP, pernah satu ketika saya matikan HP agar istirahat bisa
lebih fokus, namun yang saya rasakan justru sebaliknya pikiran gelisah dan
seolah-olah saya sedang berada di negeri ntah berantah yang sangat jauh dari
peradaba. Ahirnya hp tetap saya hidupkan
dengan suara yang saya silent dengan maksud kalaupun ada nada panggilan atau
nada pesan masuk tidak harus langsung saya angkat, tetapi seketika saya mulai
bosan di tempat tidur hp biasa saya buka.
Nah, lewat HP inilah yang saya katakan
sulit untuk membuat bahagia, dimana hari-hari kurva virus ini sedang naik-naiknya. Ada kenalan, teman, dan sahabat yang
dikabarkan terpapar dan tak lama kemudian dinyatakan meninggal dunia. Sampai-sampai saya sangat hapal bila ada
telepon yang di awali salam kemudian
berucap Innalillahi Wainnailaihi Rojiun ........ atau ada pesan WA yang juga di
awali kalimat yang sama berarti telah ada satu nyawa melayang setelah berjuang
keras melawan gejala akibat covid-19.
Setiap saya abis menerima kabar yang berisi Innalillahi Wainnailaihirojiun,
sangat terasa bahwa badanpun makin lemas, apatah lagi kalau teringat
kisah-kisah pertemuan dengan almarhum yang sangat mengesankan.
Untungnya, disaat saya barusan
mendapat pesan duka tersebut, selalu ada saja teman, sahabat dan keluarga yang
menelpon atau kirim pesan: “Kamu harus kuat, kamu harus semangat, kamu harus
bahagia, karena kamu harus sembuh, anak-anakmu masih
membutuhkan kamu” Kata mareka.
Sampailah di pagi ini, saat ini saya
masih berjemur di bawah sinar matahari pagi dari balik jendela kamar; pikiran
saya melayang kemana-kemana antara sedih dan duka atas kepergian beberapa kawan
sahabat, dan tekad kuat ingin sembuh
karena ingat tanggung jawab terutama kepada
dua anak kami.
Saya kemudian mengalihkan pikiran duka
dan sedih menjadi pikiran yang sebaliknya.. saat saya teringat dengan muka dan
prilaku saat bertemu sahabat dan teman yang telah mendahului; sekonyong-konyong
saya mengingatkan pikiran saya bahwa beliau yang telah mendahului telah
bahagia, lepas dari penderitaan akibat menahan sakit dan tidak enaknya akibat
terpapar covid-19. Beliau-beliau yang
telah pergi telah meninggalkan pesan dan kesan yang sangat prinsip yang harus
di teruskan, beliau-beliau yang telah pergi meninggalkan keluarga yang
hebat-hebat yang akan meneruskan perjuangan mareka bersama almarhum dan
meneruskan silaturahmi kepada saya selanjutnya.
Alhasil; saat pikiran saya memunculkan
hal-hal yang mellow atau negatif agar imunitas saya meningkat, disaat yang sama
saya berjuang keras memutar pikiran negetif tersebut menjadi pikiran-pikiran
yang positif yang bisa membuat saya bahagia dan atau minimal tenang.
Hal yang sangat manusiawi bila
bersedih dan berduka, tetapi kondisi tersebut tidak boleh lebih dari 15 menit
harus di ganti dengan pikiran-pikiran yang menenangkan dan menyenangkan. Kondisi inilah yang saya katakan dengan
memanage pikiran dan rasa.
Apa yang saya alami; menjadi bukti
bahwa itu bisa dilakukan, walau tidak mudah, namun semangat dan tekad dengan
mengingat tanggung jawab yang harus di selesaikan disertai dengan ikhtiar menjalankan
nasehat dokter dan orang-orang terdekat, tentu akan membuat cerita akan menjadi
lain.
Hal kedua selain tanggungjawab yang
membuat pikiran dan rasa saya kearah positif yang saya rasakan adalah; dengan
mengingat dan membandingkan perjuangan orang lain saat berjuang untuk sembuh
dari sakit. Untuk kasus ini, kebetulan
di tetangga kami ada Bapak Suharman yang sangat memotivasi saya untuk
menanamkan pikiran bahwa saya harus sembuh.. Beberapa bulan lalu beliau (Saya
memanggilnya Abang Herman), mengalami struk pingsan di kursi teras rumahnya, pamit kepada
istrinya hendak istirahat dari aktivitasnya berjualan galon air isi ulang
sekira pukul 10.30 WIB karena nggak enak badan, sekira pukul 10.15 WIB masih
bercanda dengan di pinggir jalan depan rumah kami tentang ada rumah tetangga
kami yang hendak di jual. Jarak rumah
saya dengan rumah Bang Herman sekiran 50 Meter dan masih satu blok bahkan masih
satu RT.
Sekira pukul, 11.30 Bang Herman di
bangunkan oleh istrinya untuk siap-siap melaksanakan sholat dhuhur di masjid.
Tetapi, sungguh sangat kanget istrinya karena muka bang Herman sudah pucat pasi
dan saat di ajak bicara sudah tidak menjawab lagi. Istri Bang Herman pun meminta bantuan
tetangga untuk mengangkat tubuh Bang Herman ke Rumah Sakit, saat itu saya adalah
salah satu yang mengangkat Bang Herman dan ikut mengantarkannya ke Rumah
Sakit. Saat di rumah sakit istri bang
Herman, saya, bang Fuad yang juga tetangga kami dipanggil oleh dokter jaga
ruang UGD yang pada intinya dokter menyampaikan kepada kami bertiga bahwa telah
terjadi pecah pembuluh darah di bagian kepala Bang Herman karena tekanan darah
yang terlalu tinggi yang mengakibatkan
bang Herman saat itu dalam kondisi kritis.
Selanjutnya dokter juga mengatakan bahwa
tenaga dokter dan peralatan di rumah sakit tersebut belum memungkinkan
untuk merawat pasien seperti Bang Herman sehingga harus di rujuk ke rumah sakit
tipe B atau A. Sehingga dirujuklah dan di rawatlah Bang Herman di
Rumah Sakit tipe B dalam keadaan pingsan, koma, atau kritis. Secara logika manusia tipis harapan
Bang Herman untuk sembuh, banyak cerita untuk kondisi yang demikian pasien akan
di operasi untuk membersihkan gumpalan darah di kepalanya dan tingkat
keberhasilannya sangat rendah.
Namun tidak dengan bang Herman, sekira
dua minggu beliau minta pulang kerumah walaupun masih di gotong
juga, artinya beliau sudah sadar namun masih belum bisa berdiri atau duduk
alih-alih mau jalan.. Selama di rumah beliau di terapi oleh terapis dan
kadang-kadang terapisnya dilakukan oleh anaknya sendiri. Dan hari ini sekira 7 bulan dari kejadian beliau di gotong
dalam keadan pingsan, beliau sudah jalan walaupun masih belum selancar dulu,
dan ngomong sudah lancar tidak kaku
lagi, Bang Herman sudah rutin lagi ke masjid setiap lima waktu. Apa yang membuat
bang Herman seperti sekarang, tidak lain dan tidak bukan adalah motivasi dan semangatnya untuk
sembuh.
Waktu di awal saya melakukan isolasi
mandiri kebetulan Bang Herman Berkirim pesan lewat Wahatshap isi pesan beliau
yang saya terima;
“Jangan berpikir macam-macam, inget saya saat kamu gotong ke rumah sakit, dan
liat saya sekarang, kamu harus sembuh”. Kata dia
Kalimat ini pulalah yang memotivasi
saya untuk terus berjuang dengan mengendalikan pikiran-pikiran yang melemahkan
menjadi pikiran-pikiran yang menguatkan.
***
Memilah dan Memilih Pola yang Tepat Untuk Penyembuhan Covid-19
29.06.2021; Hari
ini semua obat yang di resepkan oleh dokter telah habis saya minum,
begitupun dengan obat-obatan
herbal yang disarankan oleh teman, sahabat, dan keluarga telah pula saya konsumsi walau tidak secara bersamaan.
Tekad dan
semangat untuk sembuh membuat saya begitu rakus melahap apapun makanan yang tersedia di kamar
menemani saya isoman, dan tak jarang
saya membeli makanan-makanan yang saya
sukai melalui gofood. Sampai-sampai saya
menjadi tertawaan anak saya karena sebelum terpapar covid saya menjalani diet
ketat untuk menurunkan berat badan.
Badan saya yang
sudah mulai terlihat kurus, muka lebar saya pun sudah terlihat agak tirus,
celana saya mulai tidak sempit lagi, timbangan yang tadinya di atas angka 90 an
turun pada posisi angka 80 an hanya dengan isoman 5 hari saja selesai sudah.
Agak miris
sebetulnya, namun semua saya lakukan semata-mata dalam rangka mengusir virus
dalam tubuh saya, menguatkan imunitas melalui pemenuhan asupan makanan
yang memadai dan sesuai porsi.
Namun di hari
kelima ini, saya sedikit mereview dengan membandingkan apa yang saya makan dan
minum dan pola hidup yang saya terapkan dengan tingkat kesembuhan yang saya
rasakan. Dari kesemuanya saya mulai memilih sebetulnya yang
menyebabkan virus corona hengkang dari tubuh saya atau setidaknya mempercepat pemulihan saya
yang paling dominan yang mana..? Sebelum
sampai kesana tentu saya akan menceklist beberapa hal yang memungkinkan mempercepat pemulihan saat saya isoman yaitu :
1.
Membaca, menonton, dan mengikuti panduan isoman dari google atau
youtube.
2.
Obat/Resep dokter
3.
Obat Herbal yang disarankan oleh teman, sahabat, dan keluarga
diantaranya : Madu, Bawang putih, susu beruang, minuman jamu, jeruk lemon,
kelapa muda, dll.
4.
Makan secara teratur
dan lauk pauk yang cukup.
5.
Membuang rasa takut dan mengendalikan pikiran.
6.
Istirahat yang cukup dan teratur.
7.
Berjemur di bawah terik matahari pagi dengan durasi 2-3 jam sehari.
8.
Berusaha untuk selalu bahagia dengan menonton film dan mendengar
lagu-lagu yang disukai saat akan tidur terutama malam hari, menelpon kawan dan
atau keluarga untuk mendengar cerita-cerita lucu.
9.
Menulis di laptop apa-apa yang dirasakan selama isoman.
10. Melepaskan dan menghentikan sementara
rutinitas kantor seperti membuat laporan rutin dan info progres setiap hari,
melaksanakan perjalanan dinas, memberikan motivasi kepada tim di lapangan.
Dari kesepuluh point di atas, secara
garis besar saya mencoba mengelompoknya kedalam dua hal yaitu :
1.
Utama
2.
Pendukung
Adapun hal-hal yang masuk kedalam
katagori Utama yaitu :
1.
Makan secara teratur dan lauk pauk yang cukup.
2.
Membuang rasa takut dan mengendalikan pikiran.
3.
Istirahat yang cukup dan teratur.
4.
Berjemur di bawah terik matahari pagi dengan durasi 2-3 jam sehari.
Sedangkan hal-hal yang masuk kedalam
katagori pendukung yaitu :
1.
Obat/Resep dokter
2.
Obat Herbal yang disarankan oleh teman, sahabat, dan keluarga
diantaranya : Madu, Bawang putih, susu beruang, minuman jamu, jeruk lemon,
kelapa muda, dll.
3.
Berusaha untuk selalu bahagia dengan menonton film dan mendengar
lagu-lagu yang disukai saat akan tidur terutama malam hari, menelpon kawan dan
atau keluarga untuk mendengar cerita-cerita lucu.
4.
Membaca, menonton, dan mengikuti panduan isoman dari google atau
youtube.
5.
Menulis di laptop apa-apa yang dirasakan selama isoman.
6.
Melepaskan dan menghentikan sementara rutinitas kantor seperti
membuat laporan rutin dan info progres setiap hari, melaksanakan perjalanan
dinas, memberikan motivasi kepada tim di
lapangan.
Setidaknya inilah yang saya rasakan
selama lima hari ini, walaupun ada komentar sumbang dari tetangga sebelah saat
saya mengutarakan pendapat ini, tetapi
sekali lagi dengan sejujur-jujurnya inilah kondisi riel yang saya rasakan. Dan lebih dari itu saya meyakini bahwa:
penyakit yang di sebabkan oleh virus corona ini hanya akan sembuh dengan
meningkatnya imunitas si penderita,
setiap individu mempunyai tingkat imunitas yang berbeda-beda, sehingga hal tersbut akan mempengaruhi seperti apa dan berapa lama yang bersangkutan
akan merasakan gejala yang timbul.
Karena Covid hanya akan sembuh seiring menguatnya imunitas
seseorang, ini berarti pula bahwa
strategi untuk meningkatkan
imunitas setiap orang akan berbeda-beda
sesuai dengan kenyamanan dan keyakinan
yang bersangkutan.
Lalu pertanyaannya apakah covid akan
sembuh dengan sendirinya bila tidak meminum obat yang di resepkan dokter
dan obat herbat lainnya...? May be Yes May Be No, tentu perlu ada
penelitian terlebih dahulu sebelum kalimat tersebut di jawab, selain kondisi komorbid dan umur
sang penderita.
Dari kesemuanya yang paling bijak adalah mencegah lebih baik daripada mengobati, dan bila melakukan pengobatan hendaknya jangan nanggung supaya cepat pulih sehingga akan mengurangi penderitaan akibat menahan rasa sakit dampak gejala, dan paling penting adalah meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh covid itu sendiri.
***
Menghitung
Biaya Terpapar Covid
Sudah lazim bisa sedang sakit harus
mengeluarkan biaya untuk berobat ke dokter atau sekedar beli obat warung,
adapun besaran biaya tersebut besarannya tentu sangat relative semisal hendak
berobat di puskesmas atau tempat praktek dokter. Selanjutnya jika memilih
tempat praktek dokter maka klasifikasi dokter yang dituju; dokter umum atau dokter spesialis.
Begitu juga dengan obat yang tertera
di resep dokter setelah berobat, biasanya jika dokter spesialis obatnya akan
relative mahal dibandingkan dengan resep obat yang dikeluarkan oleh dokter
umum. Walaupun ada juga dokter umum yang meresepkan obat layaknya dokter
spesialis, hal ini biasanya dilakukan
oleh dokter-dokter yang jam prakteknya sudah lama dan pasiennya relative banyak.
Dari hitung-hitungan biaya yang harus
di keluarkan saat berobat untuk sakit demam flu biasa, katakanlah pasien akan merogoh kocek
antara 500 ribu sampai 2 juta rupiah,
dan ini biasanya sudah termasuk di dalamnya biaya cek Laboratorium kesehatan.
Lalu bagaimana dengan biaya
penyembuhan Covid-19.? Saya akan mencoba merinci biaya yang saya
keluarkan sejak terpapar
sampai dinyatakan sembuh atau selama 14 hari yaitu :
No |
Kebutuhan |
Harga
Satuan |
Volume |
Total
Harga |
1 |
Swab Antigen |
Rp
250.000 |
2 |
Rp 500.000 |
2 |
Pemeriksaan Metode PCR |
Rp
1.200.000 |
2 |
Rp 2.400.000 |
3 |
Konsultasi ke dokter |
Rp
200.000 |
1 |
Rp 200.000 |
4 |
Biaya menebus resep dokter |
Rp
750.000 |
1 |
Rp 750.000 |
5 |
Multivitamin, Susu, Madu |
Rp
700.000 |
1 |
Rp 700.000 |
6 |
Buah-buahan dan Cemilan |
Rp
300.000 |
3 |
Rp 900.000 |
7 |
Go food makanan |
Rp
2.000.000 |
1 |
Rp 2.000.000 |
Total |
Rp 6.100.000 |
|||
Terbilang : Enam Juta Seratus
Ribu Rupiah |
Biaya ini untuk
satu orang selama 14 hari, dan isoman dimaksud dilakukan di rumah tanpa harus
menyewa kamar dan lain-lain dan biaya di atas belum termasuk makanan atau
masakan yang dimasak oleh istri di dapur.
Sangat jomplang
sekali, padahal saya menghitung biaya ini-itu termasuk minimalis. Coba bayangkan jika setiap hari harus beli
makanan dengan cara pemesanan lewat gofood karena kalau makan masakan di rumah
tidak selera, atau kebetulan yang melakukan isoman adalah ibu rumah tangga yang
sehari-hari melakukan masak.
Artinya dari
biaya di atas akan sangat berbeda biayanya
jika Isoman didilakukan di hotel seperti yang dilakukan oleh anggota
DPR dan atau penyembuhan covid yang
dilaksanakan di rumah sakit di ruang ICU atau ruang isolasi sekalipun.
Saya menghitung
biaya ini bukan bermaksud hendak pamer berapa biaya yang sudah saya keluarkan
selama saya melaksanakan isoman, tetapi dalam kesempatan ini saya hendak
menyampaikan kepada siapa saja yang membaca tulisan ini bahwa biaya penyembuhan
terpapar covid-19 mahal, tidak seperti penyakit flu biasa, sekali lagi mencegah
lebih baik daripada mengobati.
Disatu sisi biaya
penyembuhan Covid-19 mahal, sementara
pada waktu yang bersamaan kegiatan ekonomi tidak bisa berjalan karena dalam
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), hal ini tentu memberi arti
tersendiri terutama untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah seperti saya.
Namun inilah realita yang harus di hadapi demi untuk melanjutkan kehidupan dan
mewujudkan cita-cita di masa yang akan datang.
Menyerah pada
keadaan berarti kalah, bukankah Keberhasilan
akan di dapat dari sejauhmana
kemampuan kita melewati dan mengatasi masalah.
Membandingkan
biaya penyembuhan penyakit flu biasa dengan covid 19 tentu tak bijak karena keduanya sangat berbeda,
membandingkan keduanya tentu bukan
bermaksud untuk memilih salah satu diantaranya, karena keduanya tak pantas
untuk dipilih.
Menampilkan biaya
penyembuhan covid 19 tentu bukan untuk menyembunyikan covid yang telah masuk
kedalam tubuh dengan pura-pura tidak terpapar atau dengan mengatakannya flu
biasa lalu tidak mengisolasi diri dan
bergaul seenaknya kepada mareka yang
mempunyai resiko tinggi bila tertular seperti lansia dan mareka yang
mempunyai komorbid.
Menampilkan biaya
penyembuhan covid 19 bukan untuk meminta agar pembaca menabung, agar bila
sewaktu-waktu terpapar covid 19 sudah tersedia tabungan yang bisa di gunakan
selama penyembuhan.
Menampilkan biaya
penyembuhan covid 19, tentu bukan untuk
menambah beban pikiran yang kemudian akan menurunkan imunitas,
Menampilkan
dan membandingkan biaya penyembuhan
covid 19 dengan flu biasa adalah salah
satu upaya agar kita semakin mawas diri
untuk menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi ini agar tetap sehat dan
tidak terpapar covid-19.
Apapun dan
bagaimanapun sehat lebih berharga daripada sakit, apapun dan kapanpun melakukan
ikhtiar untuk sehat lebih bijak ketimbang lalai, apapun dan bagaimanapun
menggunakan uang untuk keperluar pendidikan atau menambah barang di rumah akan
lebih menyenangkan ketimbang dipergunakan untuk sekedar mengusir batuk yang menyiksa, menghalau sesak
yang mendera, atau menghentikan demam yang membuat gamang.
***
Menjaga
Optimisme
06.07.2021; Pagi ini saya tetiba teringat cerita Cikwo
bahwa saat salah seorang adek beserta
istrinya terpapar corona di awal-awal
pandemi dan sempat di rawat di Rumah
Sakit dan harus menggunakan oksigen, adek tersebut meminta kepada Cikwo untuk selalu di telepon vidio call secara group.
Cikwo juga mengatakan bahwa dalam
setiap video call berlangsung antara kakak beradik tersebut, adek yang masih di
rawat jarang sekali berbicara, beliau hanya mendengarkan saja celoteh
kakak-kakak dan adeknya bercerita tentang keluarga dan kenangan masa kecil mareka yang lucu-lucu
yang semua mareka mengalaminya.
Dari cerita tersebut, saya kemudian
merefleksikan dengan apa yang sedang saya rasakan saat ini. Sebanyak 3 Anggun, Anda, Cikwo, dan Atin melakukan video call
sekedar ngobrol tanya kabar dan apa yang dirasakan sebagai pembukanya, dan
selebihnya ngobrol lucu-lucuan masa kecil kami di pakis kawat waktu masih ada
Buya dan Umi. Vidio Call yang
berlangsung sekira 30 tersebut berakhir seolah tidak ada ending karena biasanya
diakhir obrolan hanya cekikikan atau ngakak secara bersama-sama.
Namun benar saja setelah telepon
selesai, apa yang saya rasakan agak beda; optimisme
untuk sembuh dari penyakit ini lebih besar besar ketimbang melamun seorang diri
di dalam kamar selama isoman, atau paling tidak setelah cekakak cekikik lamunan yang aneh-aneh semisal marah, kecewa,
dan sedih akan hilang dan optimisme akan
tetap terjaga.
Berdasarkan pengalaman ini pula, saya
merasakan bahwa ada kondisi fisik saya yang berbeda pasca menerima telepon dari
teman, sahabat, dan keluarga. Jika saat
melakukan telepon yang di bahas yang serius apalagi sedih perasaan badan agak
ngederop (batuk-batuk dan lemah), sebaliknya bila saat telepon hanya
lucu-lucuan maka selesai telepon agak tenang, kalem, dan sejuk.
Nah sebeberapa besarnya dampak dari
cekikikan dan serius tadi terhadap imunitas, wallahualam. Tetapi apakah ini berpengaruh dengan saturasi
oksigen dalam darah..? Saya dapat mengatakan ya berpengaruh. Melalui oximeter yang ada, saya dapat melihat
bahwa saat saya melakukan pengukuran sebelum ngobrol saya melihat angka yang tertera pada layar menunjukkan
angka 95 dan setelah ngobrol cikikikan saya iseng melakukan pengukuran dan
dilayar menunjukkan angka 96-97. Apakah
ini benar adanya atau ini hanya sebuah kebetulan sekali lagi wallahu alam. Saya hanya dapat mengatakan apa yang saya
rasakan dan alami.
Namun apapun itu, cekikikan kami
selama beberapa menit telah menghentikan beribu-ribu pikiran negatif yang
hinggap di kepala saya, di dalam obrolan yang diwarnai dengan dengan cekikikan
tadi kami kakak beradik telah menjadikan masa lalu kami sebagai sebuah cerita
lucu dan pelajaran yang berharga, melalui cekikikan secara sadar saya merasa
bahwa kakak dan adek mengajak saya untuk fokus dengan apa yang perlu dilakukan
hari ini dan apa yang perlu direncanakan.
Saat ngobrol cekikikan kami tidak sedang mengubah masa lalu. Namun, kami
mengungkap masa lalu, dan masing-masing kami mengakui dan mengungkapkan
kesalahan apa yang pernah kami perbuat masa itu menggunakannya sebagai acuan
norma yang tidak boleh dilakukan di hari
ini atau masa depan, semisal saya mengakui bahwa menabrakkan mobil buya di
Teluk Betung saat itu, bila di rasa saat ini adalah kebodohan dan kesalahan,
sebaliknya adek yang menyaksikan buya marah karena mobilnya telah di rusak
karena saya tabrakkan adalah kelucuan, begitu seterusnya.
Begitu banyak kedunguan masa lalu yang
hari ini di akui dan di tertawai
ternyata memberikan aura positif, mungkin inilah alasannya mengapa dianjurkan untuk selalu mencari teman yang mampu berpikir positif dalam
menghadapi sesuatu.
Saya merasakan bahwa menjaga optimis
tidak hanya membuat saya lebih “menikmati” setiap gejala yang timbul, tapi
juga lebih cepat untuk terapi
penyembuhan.
Jadi kesimpulan saya, bersikap memelihara optimisme dan
jauhkan sikap cemas apalagi pesimis insyaallah imunitas akan membaik dan virus
corona akan berlalu dari badan yang di
hinggapinya.
Kepada mareka-mareka yang akan
melakukan komunikasi lewat telepon, vidio call, atau kunjungan langsung kepada
saudara kita yang sedang sakit, mbok ya jangan serius-serius amat, karena sakit
saja sudah sangat serius bagi penderitanya dan mau di buat serius seperti
apalagi. Cukup tanya kabar dan sebelihnya ceritalah yang lucu-lucu untuk
menjaga optimisme dan menaikkan imunnya.
Cerita Cikwo di atas tentang permintaan adek ada benarnya, saat si sakit sedang susah untuk melakukan komunikasi, cukuplah iya mendengar saja tak perlu di tuntut untuk ikut berbicara..
***
Pahlawan Kesembuhan Saya Sesungguhnya
15.07.2021 : Lewat untaian kalimat yang tak sempurna pada halaman ini izinkan saya menyampaikan kalimat syukur karena sampai
dengan detik ini masih mendapat nikmat diberikan kesempatan untuk melanjutkan
kehidupan guna mewujudkan mimpi dan do’a dan mengumpulkan bekal di
akhirat nanti yang selalu saya
panjatkan keharibaannya.
Syukur kepada ALLAH.SWT atas nikmat
kemudahan dan kelancaran menjalani isoman untuk penyembuhan covid tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata, jikapun disampaikan beberapa hal
yang dirasakan itu hanya untuk
yang kosakatanya tersedia dalam bungkus otak kecil saya, jika bukan karena kuasanya, jiwa ini pasti
sudah gugur bersama teman, sahabat, tetangga, dan syahid lainnya.
Lewat lembar ini pula, tak lupa saya
mengucapkan kepada mareka-mareka yang telah menjadi pahlawan kesembuhan saya yang sebenarnya. Kepada Istriku
tercinta Arbayti Resminingsih yang siang malam mendampingi dan memenuhi segala kebutuhan selama saya
isoman, engkau menolak tidur di kamar
yang seharusnya dan merelakan diri tidur beralas seadanya di depan pintu kamar
tempat saya isoman, yang pada akhirnya tidur bersama dengan saya dalam satu kamar
setelah dinyatakan terkonfirmasi positif covid juga dengan gejala yang lebih berat dari
yang saya alami. Perjuangan dan
pengorbananmu tak bisa di lukiskan apapun.
Kepada Putriku Ainiyya Hana Pathi
Seruni dan Putraku Aqil Fahd Pathi Ilalang kalian penyemangat yang selalu
bersemangat. Untuk Ainiyya Hana Pathi
Seruni kamu bisa menunjukkan kepada
Bapak, ibumu, dan Adekmu bahwa kamu tetap sehat dan menjadi satu-satunya orang
yang tidak terpapar covid di rumah ini.
Begitu juga dengan Aqil Fahd Pathi Ilalang putraku kamu selalu setia
mengambil kiriman tetangga, saudara, dan
gojek yang mareka gantungkan di pagar lalu mengantarkannya di depan pintu
kamar. Tak jarang pula kamu harus
menunggui sampai makanan tersebut benar-benar saya makan. Walaupun pada jum,at 2 Juli 2021 kamu juga di nyatakan positif dan
harus tidur satu kamar dengan Bapak dan Ibumu, tapi kamu tunjukkan kepada Bapak
dan Ibumu bahwa kamu tetap semangat dan bahagia.
Kepada Kaka Sari, Atin Aria, Cikwo
Isna, Udo Iwan, Anda, Dewi, Anggun, dan Vita makasih sayang dan
kirimannya. di sela
kesibukan kalian; siang malam kalian memantau saya melalui telepon atau video call memberikan semangat dan motivasi agar saya
segera sembuh. .
Kepada Udo Dang
Johan, Inabalak Tin, Riki, Ade Ang, Emi, Wirawansyah, Maya, Aprinalia, Kasturi, Dona, Zafran, Sasya
balqis, Makngah Susila makasih suport dan do’anya.
Kepada Mbak Een
mas Atok di Jambi,mbak Ratna mas silo di Jogja, mas Bowo mbak Esti di Jambi,guntur
dan Rista di Bogor, Didik dan Rona,dan para ponakan makasih atas kiriman dan perhatiannya siang
dan malam, dorongan semangat dan do’anya
tak henti-henti supaya saya, bety dan Aqil tetap semangat melawan virus ini.
Kepada Mas Kelik dan Mbak Anik, Kalian
telah menjadi dokter saya yang tak mengenal waktu konsultasi selama saya
menjadi isoman, lewat ilmu dan pengalaman merawat orang terpapar corona yang kalian miliki, kalian berdua
selalu mendampingi, memberi anjuran yang masuk akal dan asyik saat dilaksanakan.
Kepada Maya Ferlianti,Wiwin, Teh Ita, Halimah, Sinta rumampuk, Sinta Putri
, Adityawarman, Romi Qurniaty, dan Uli, makasih kiriman Madu, Susu, makanan,
saran ,obat herbal, dan do,a nya.
Kepada Eka
Fersiliria, Dokter Maya, Dokter Febi, terimakasih kepedulian, perhatian,pendampingan,
konsultasi, dan resep obatnya.
Adik-adik tim
klinik MMC yang membantu penegakan diagnosa dengan mondar mandir ke rumah.
Keluarga besar
RQBA (Rumah Quran Bunda Aisyah) Lampung tempat istri saya menuntut ilmu yang
sudah memberikan kepedulian dan perhatian kepada kami.
Kepada Anggota group WA IPDMIP Lampung
ada Bang Suryadi, Herman, Taufik, dan Fajar kalian telah menjadi motivator dan
comedian dadakan demi untuk meningkatkan imunitas saya.
Kepada Anggota Group Bebas Reg-3: Kang
Yusuf, Pak Djati, Pak Dudi, Mbak Odah, Mpok Aty, mbak Titi, Kang Agus, Kang
Jun, Kang Totong, Kang Wildan, Mas Bambang HI, Mas Didik, Mbak Sisi makasih
bantuan dan dorongan semangatnya, yang selalu mendoakan saya supaya segera
pulih.
Kepada Group WA Tim 5 : Bang Amir,
Bung Yohanes, Pak Wirgi, dan Mas Sarmo makasih kalian penyemangat yang baik.
Kepada Group WA IPDMIP Pesawaran : Aris, Farid, Asti, Siti, Dira, Mutiara, Tina,
Olfa makasih kini saya pulih berkat do,a kalian juga
Kepada Group BPJS Lampung : Azlim
Fitra, Supriadi, Lilis Budiani, Zulkarnain, Murdoko, Umrah Fatoni, Abdi Timur,
Priyono Sadewo, Suhadi Purnawan, Rudiansyah, Heriansyah Djuri, Rahma
Kepada Bapak/Ibu dari Dinas PMDT
Lapung : Ibu Mery, Bapak Dorda, Mbak Diana, Mbak Yeni, Mbak Nurbaiti, Mbak
Helda, makasih motivasi dan perhatian kalian agar saya cepat sembuh.
Kepada Bapak/Ibu dari Dinas Pertanian Pesawaran : Bapak
Hermanto, Bapak Sahono, Ibu Nia, Bapak Lukman, Mbak Yuli Makasih kalian telah
memberikan perhatian dan motivasi untuk kesembuhan saya,
Kepada tentangga dan saudaraku di blok
S : Bang Suherman dan istri, Nofriansyah dan istri, Bang Fuad dan istri, Wak Ida dan
Ngah Aty, Bang Rudi dan Ibu Kiki, Ari, Adi, Hendro dan Indar, Bapak Sony, Ibu RT 28 , bu
Mega dan yang lain nya yang tidak bisa di sebutkan satu per satu makasih telah bergantian mengirimi kami makanan dan doa semoga imunitas cepat meningkat.
Dan yang pasti
Orang tua kami yang walau tidak kami beri tau kondisi kami, tapi pasti kalian
merasa dan mendoakan kami.
Dan kalian-kalian
yang telah memberikan perhatian semangat tetapi tidak nampak di mata dan tidak
terdengar jelas di telinga kami tanpa terkecuali.
Sebelum halaman ini di akhiri sekali lagi saya atas nama pribadi dan keluarga kecil kami mengucapkan beribu-ribu terima kasih, Semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan di ganjar pahala oleh ALLAH SWT dan kita semua selalu dalam lindunganNya. Serta Mohon maaf mungkin dalam tutur kata, kalimat balasan saya kurang tepat dan tidak pas di hati..
***
Post a Comment