Matah Mukekuk, kalimat ini keluar dari
seorang kawan saat kami duduk di kursi
paling belakang menyaksikan penutupan event tingkat nasional yang baru-baru
ini dilaksanakan di Lampung. Matah
Mukekuk adalah bahasa Lampung Pesisir yang kurang lebih berarti, matah artinya mentah
atau kurang matang dan mukekuk artinya benyek.
Kalimat ini biasanya di ungkapkan untuk menggambarkan kondisi nasi yang
tidak matang sempurna. Kondisi nasi yang
demikian biasa kerap ditemui saat memasak nasi menggunakan tungku, apakah itu
menggunakan kayu bakar atau kompor, baik memasak dengan panci liwet dari awal maupun
dengan memakai kukusan . walaupun kecil
kemungkinan nasi akan matah mukekuk kalau memasak memakai kukusan atau dandang,
dan sepertinya akan sulit menjumpai matah mukekuk bila memasak nasi menggunakan rice cooker atau penanak nasi listrik.
Bagi pemasak nasi umumnya, matah mukekuk sesuatu yang aneh, karena dalam kondisi normal nasi mentah atau
tidak matang sempurna lebih di sebabkan karena kekurangan air, jadi dalam
kondisi demikian tidak akan di temukan mukekuk atau benyek. Akan tetapi dalam banyak kasus matah mukekuk nyatanya terjadi. Dan kalau dulu nenek saya bilang, nasi matah
mukekuk lebih disebab karena terburu-buru ingin mendahului proses alam ditandai dengan apinya yang terlalu besar. Karena idealnya memasak nasi, setelah air nya
mendidih, maka nasinya di aduk dan apinya
mulai di kecilkan agar nasi matang sempurna.
Kembali ke bahasan awal, saya nggak begitu tahu
apa maksud kawan mengatakan bahwa acara yang kami saksikan matah mukekuk,
apakah karena acara tersebut tidak sempurna..?
Tetapi ketidaksempurnaan dalam sebuah acara bukankah hal yang biasa
walaupun acara tersebut event
nasional. Atau ada hal yang lain yang tampak jelas di depan matanya sehingga
matah mukekuk lebih pas untuk menggambarkan hal tersebut.
Dari sekian banyak hal tersebut saya
mencoba menebak-nebak apa sebenarnya yang tengah terjadi. Tebakan pertama saya soal kepanitian; bisa
saja kawan tadi mengambil satu kesimpulan setelah melihat realitas yang sangat
nampak di depan matanya semisal antar panitia kurang koordinasi, hal ini
kemudian menampak ke banyak hal seperti; tidak
semua panitia terlihat bekerja, ada yang santai-santai saja dan ada
panitia kelihatan sangat capek, tidak ada pembagian job description yang jelas
semua seolah di handle oleh satu atau beberapa orang, tidak .semua panitia memakai dan menggunakan seragam yang sama,
banyak suara sumbang, dan seterusnya.
Tebakan Kedua saya soal para juara;
dalam event yang sama-sama kami saksikan ini, sebelum pihak panitia
menutupnya di umumkan pula beberapa juara atas beberapa perlombaan yang telah dilaksanakan. Ternyata pada saat pemberian hadiah ada
peserta yang sudah tidak ada di tempat sehingga pembagian hadiahnya di
wakilkan, begitu juga dengan tepuk tangan penonton, yang terlihat dan terdengar hanya di beberapa
sudut teribun saja. Tampak bahwa tidak ada kegembiraan yang hakiki yang ditunjukkan oleh para
juara dan penonton atas pengumuman pemenang yang sedang berlangsung.
Jangan-jangan banyak orang sudah
mencium ada “permainan” dibalik penentuan juara yang sedang di umumkan, ada
cerita di balik tayangan, ada tujuan di balik ungkapan. Sehingga tepuk tangan hanya dilakukan oleh
mareka yang benar-benar tidak tahu dan tidak mengerti bahwa sedang berlangsung
sandiwara yang di kemas dengan acara seremonial berskala nasional.
Tebakan ketiga saya soal bubarnya tamu
undangan; Semua hajatan pasti berlalu,
dan semua lakon panggung akan berakhir, ini kalimat yang sangat dekat dengat
telinga kita untuk menggambarkan bahwa semua event pasti akan
selesai. Tetapi yang menarik dari event yang saya dan teman saya saksikan adalah terlalu cepat bubarnya para
tamu undangan yang hadir. Dilain pihak
para pejabat yang berkenan menutup event ini belum meninggalkan lokasi,
para tamu undangan secara
berkelompok mulai meninggalkan lokasi kegiatan,
sampai pada puncaknya terlihat para pemusik yang nembang tanpa
disaksikan oleh penonton,
Tebakan keempat saya soal bagusnya
pemberitaan; seperti yang kita ketahui bahwa wartawan
bukanlah penghibur. Wartawan adalah
reporter, mareka pergi ke tempat-tempat yang tidak popular, mareka menyiarkan
suara-suara yang kontroversial, mareka hadir bukan untuk memenangkan kontes
popularitas, tetapi untuk meliput isu-isu penting bagi masyarakat
demokratis (Amy Goodman). Sehingga jelas bahwa yang harus disampaikan
dalam sebuah pemberitaan tentu harus dengan berbagai sudut pandang sehingga
terlihat dan terbaca dari berbagai sudut tidak harus seragam
dan bagus semua. Untuk event yang sedang kita bahas rasanya kita belum menemukan sedikitpun suara miring atau sumbang. Tetapi keanehannya justru disini, dengan semua terpublikasi secara
baik justru memunculkan pertanyaan dan dugaan yang macam-macam, jangan-jangan si
penulis dan media pemberitaannya di kondisikan sehingga sejelek apapun kondisinya yang
terpublish pasti yang baik-baik saja.
Event Untuk Mencetak Juara Bukan Jawara
Mudah-mudahan tebakan saya salah, atas
semua yang saya ungkap di atas. Karena
jika tebakan saya benar, tentu sangat disayangkan. Selain tenaga dan waktu, tentu biaya yang jumlahnya fantastis juga sudah tersedot untuk event ini, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan penutupan yang sepintas lalu semua
terlihat luar biasa mewahnya.
Tebakan saya tentang kepanitian semoga tidak
seperti yang saya bayangkan, seperti event-event masa lalu dimana panitia
tingkat bawah hanya menjadi alat dari panitia tingkat di atasnya baik secara
tenaga maupun secara keuangan. Selain
sebagai alat, dimasa lalu juga menyeruak bahwa panitia tingkat atas hanya bermodal
janji-janji palsu yang pada ahirnya yang menjadikan panitia tingkat bawah sebagai objek perahan, semisal janji hendak pesan
konsumsi, janji untuk menanggung biaya pemasangan tarup, dll. tapi nyatanya janji-janji tinggal janji yang nanggung tetap juga panitia dibawahnya.
Pengumuman para pemenang yang kurang tepuk
tangan, semoga bukan karena telah terciumnya pengkondisian-pengkondisian, sehingga para juara saat ini sebenarnya adalah pesanan
untuk memenuhi target tertentu.
Mengkondisikan agar peserta
tertentu jadi juara dengan menyingkirkan peserta lain yang sangat layak
menjadi juara.
Tebakan tentang bubarnya para tamu
sebelum acara usai semoga bukan karena para tamu kesal karena tidak
diperlakukan layaknya tamu seperti dalam budaya kita dimana tamu adalah raja.
Tebakan saya tentang bagusnya
pemberitaan semoga bukan karena ada
tekanan dari panitia yang ingin kelihatan sempurna dan mendapat pujian dari
pimpinan, sehingga secara politik kegiatan yang dilakukan akan bisa menjadi
jualan dalam perhetalan berikutnya atau sekedar jaualan di podium-podium selanjutnya.
Terlepas dari itu semua, tentu kita
sama-sama sepakat bahwa tujuan event adalah untuk melakukan proses
transformasi kepada pelaku-pelaku kegiatan dan masyarakat pada umumnya
sebagaimana tercantum dalam banner yang terpasang, lalu pertanyaannya apakah
cara-cara tipu yang akan di transformasikan atau bahkan lebih dari itu
pencetakan juara menjadi jawara yang hendak dilakukan, atau sebenarnya yang
saya dan teman saya serta masyarakat saksikan adalah cuma serangkaian contoh Gimmick untuk membegal uang rakyat atas nama event..
Terlepas dari semuanya, mengapa kawan mengumpamakan nasi matah mukekuk mungkin kawan
juga ingin mengingatkan bahwa mengonsumsi
nasi matah mukekuk atau setengah matang dapat menimbulkan berbagai resiko. Dan rasa
ingin mengonsumsi nasi matah mukekuk bisa jadi tanda adanya gangguan yang disebut
pica yaitu; berupa nafsu makan untuk makanan atau zat yang tidak bergizi. Kelainan
ini bersifat sementara, dalam banyak kasus tetap memerlukan
konseling psikologis.
Dan mengkonsumsi nasi matah mukekuk
dalam jumlah besar karena pica bisa menyebabkan sejumlah masalah kesehatan,
seperti kelelahan, sakit perut, rambut rontok, kerusakan gigi, dan anemia
defisiensi besi. Wallahualam Bissawab
Post a Comment