Pada
pelatihan Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) Provinsi Lampung
Angkatan VI yang dilaksanakan pada
tanggal pada tanggal 10 – 13 Oktober 2023, saya berkesempatan melatih, walaupun
Cuma sebagai pelatih pengganti di kelas
Kerjasama Desa (KJS) 6 yang bertempat di Lantai 5 ruang saibatin Hotel
Asoka Bandar Lampung.
Namanya
pelatih pengganti, yang menjadi pelatih karena pelatih utamanya masih
berhalangan. Maka kehadiran saya di
kelas ini tidak dari awal dan tidak sampai penutupan, tetapi hanya mengampu
beberapa materi saja.
Saat
memperkenalkan diri diawal melatih, saya telah menyampaikan kepada peserta
bahwa posisi saya sebagai pengganti mungkin tidak akan bisa memenuhi ekspektasi
peserta atau tidak akan sama dengan pelatih utamanya, mengingat minimnya waktu saya dalam membaca lesson plan
sejak pihak panitia memberitahu dan meminta saya menjadi pelatih pengganti
sampai saya hadir di depan peserta.
Namun ungkapan saya tersebut hanya disambut senyum oleh beberapa peserta yang seluruhnya berasal dari Kabupaten
Lampung Utara, begitu juga dengan rekan pelatih utama yang kebetulan sedang
mendampingi saya di kelas ini.
Tetapi
bukan senyum peserta dan rekan sesama
pelatih yang membuat saya berkesan dalam pelatihan kali ini.
Secara
keseluruhan saya menganggap proses pelatihan kali ini datar-datar saja, karena secara umum apa yang saya temukan dan
dinamika yang mengemuka di kelas ini pernah saya temukan pada pelatihan-pelatihan
sebelumnya. Satu hal yang saya tangkap dari pelatihan yang
kemudian menjadi perenungan saya yaitu Ketika ada peserta bertanya kepada saya
mengapa dalam setiap pelatihan P3PD yang sudah dan sedang dilaksanakan (PAD,
BPD, KJS, dan PKK) selalu ada peserta dari unsur PKK nya.??
Untuk
menjawab pertanyaan ini; diskusi pun berkembang, sehingga sampailah pada
bahasan gaya dan sikap seorang ibu saat mendidik anaknya. Mengapa seorang ibu tidak terima saat anaknya
dimarahi walaupun yang memarahinya suaminya sendiri yang notabene Bapak dari
sang anak??. Atas pernyataan ini ruanganpun riuh dan semua peserta yang telah
menikah dan punya anak mengamini pernyataan dan tidak membantahnya
sedikitput. Bahkan ada seorang Ibu yang
mengatakan bahwa dia merasa sakit hati kalau melihat dan mendengar anaknya di
marahi, walaupun anaknya memang kondisinya salah sekalipun, dia menambahkan,
lebih baik dia yang memarahinya anaknya sebelum anaknya dimarahi oleh orang
selain dia.
Untuk
mengkonfirmasi hal ini, selepas pelatihan saya kemudian bertanya ke beberapa
Perempuan dewasa selepas pelatihan, dan
hampir semua mengi iyakan dan sependapat dengan pernyataan perempuan yang ada
di pelatihan, “Tidak terima dan merasa sakit
kalau melihat dan mendengar anaknya dimarahi” terlepas anaknya dalam
kondisi salah, apalagi kalau anaknya benar.
Tak banyak
yang bisa saya kulik dari para perempuan yang telah memberikan pernyataan,
selain ungkapan itulah naluri sayang seorang Emak kepada anaknya, yang tidak boleh melihat dan mendengar anaknya tersakiti. Karena sikap inilah, maka rata-rata mareka (perempuan) akan
berjuang mendidik anaknya sekuat tenaga untuk kesuksesan anaknya. Bagi saya
yang kurang paham akan hal ini saya menyebut ini adalah Power Of Emak-Emak
yang sesungguhnya.
Saya
kemudian membayangkan seandainya “Power
Of Emak-Emak” diterapkan kedalam bidang yang lebih luas semisal Pembangunan
desa. Anggaplah Emaknya adalah Ketua Tim
Penggerak PKK, dan anaknya adalah semua Aparatur, pengurus, dan anggota Kelembagaan yang ada di
desa. Karena dia tidak ingin melihat dan
mendengar anaknya disalahkan maka dia berjuang sekuat tenaga agar anak-anak
bisa dan mampu menjadi manusia yang mandiri dan sukses. Dia tidak rela melihat dan mendengar mareka dimarahi,
walaupun yang memarahinya itu adalah kepala sekalipun yang notabene suaminya
dan bapak dari aparatur, pengurus, dan kelembagaan yang ada di desa. Akibat dari sikap dan tindakan emak ini (PKK)
di desa setidaknya akan Nampak beberapa hal :
Pertama :
Sang emak (PKK) akan selalu memfasilitasi apapun kegiatan yang dilakukan oleh
anaknya, tidak cuman membawakan kopi
panas dan gorengan Ketika sang anak akan melakukan rapat perencanaan
Pembangunan desa. Kerena kebutuhannya
memfasilitasi sudah barang tentu sang Emak tidak boleh kudet (kurang update)
dan akan terus mencari informasi khususnya terkait mareka yang berkait dengan
hal-hal yang sedang di butuhkan anaknya.
Kedua
: Sang Emak akan banyak memberi
contoh, walaupun tidak selalu seorang Emak
akan mendampingi anaknya dalam mengerjakan tugas-tugasnya, tetapi adakala
seorang emak harus memberikan contoh kepada anaknya atas apa yang sedang dan
seharusnya di kerjakan. Oleh karenanya
sudah sepatutnya seorang Emak dalam kontek ini mempunyai keterampilan dan atau
mampu memfasilitasi anak-anaknya untuk mendapatkan keterampilan dimaksud dari
tempat lain dengan cara-cara yang baik dan benar.. Sudah tepatlah bila Emak (PKK) mengajak
anak-anaknya untuk melakukan study tiru ke tempat lain yang sudah duluan maju
sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Ketiga : Selalu
memantau tingkah polah anaknya, bukan
bermaksud mengkhususkan bahwa tugas seorang emak adalah bagian pembinaan dan
pengawasan prilaku anaknya. Akan tetapi
berangkat dari naluri dan gaya emak pada
umumnya, maka sudah sepatutnya Emak selalu memantau anak-anaknya agar selalu pada
rel yang benar tidak terjerumus pada pergaulan negative yang dapat
menghancurkan masa depannya.
Keempat :
Selalu mengingatkan si Bapak (Kades) akan perkembangan pertumbuhan dan kemajuan
pekerjaan anaknya terutama dalam hal
pemenuhi kebutuhan dasarnya, jangan sampai si Bapak lalai atau karena keasyikan
si Bapak sehingga apa yang seharusnya menjadi kebutuhan anaknya tidak
terpenuhi, dan hal tersebut tentu akan membuat si anak kecewa, malas-malasan,
bahkan sampai bisa menimbulkan broken home.
Pertanyaannya
bisa nggak ya?? Mungkin iya, mungkin
juga tidak.. kata kuncinya ada pada power of emak dan bagaimana lingkungan Emak
memaksimalkannya menjadi sesuatu yang bernilai positif untuk kemajuan desa.
Dalam
kontek kekinian Pengetahuan dan keterampilan
untuk si Emak (PKK) walaupun masih minim sudah di berikan dalam pelatihan di
P3PD. Si anak (Lembaga
kemasyarakatan Desa/LKD) dan si Bapak, selain mendapat pelatihan juga telah banyak di
tempa pengalaman selama bekerja. Bapak
dan anak tentu sangat tahu bagaimana perkembanganya pekerjaannya selama ini
tanpa ada power of emak.
Post a Comment