Selamat HUT Lambar ke-33: Waktunya Lampung Barat Bangkit atau Terlupakan.?

 




Lampung Barat, salah satu kabupaten paling terpencil di Provinsi Lampung, selalu menjadi cerita perjalanan panjang dari ibukota provinsi. Bayangkan, butuh 5-7 jam menempuh jalan darat dari Bandara Radin Inten atau pintu keluar tol Sumatra untuk sampai di sini. Mungkin ini alasan kenapa banyak orang jarang menginjakkan kaki di sini kecuali untuk urusan dinas atau karena terpaksa pulang kampung. Bukan rahasia lagi, Lampung Barat masih sering dianggap ‘sulit dijangkau’ dan hanya menarik perhatian untuk hal-hal mendesak.


Urusan dinas memang jadi salah satu alasan utama orang datang ke sini. Namun, pernahkah kita bertanya, apa kesan mereka saat mendengar nama Lampung Barat? Jawabannya seringkali membuat kita meringis: dingin, jauh, pemandangan asyik tapi air bersih susah, listrik sering padam, jalanan rusak, dan parahnya lagi, bahan bakar sering langka. Apa ini yang ingin kita kenang di usia 33 tahun?


Ironisnya, meski Lampung Barat dikenal sebagai penghasil sayur, harga di pasarnya malah melambung. Kopi berkualitas? Ya, tapi cobalah cari kafe di ibukota kabupaten—masih terhitung jari. Bahkan parkir di tempat wisata dianggap terlalu mahal, sementara informasi soal tempat wisata pun minim. Dengan kondisi seperti ini, haruskah kita terus berharap pada pengunjung dinas atau keluarga yang terpaksa mampir?


Jika tidak segera berbenah, siapa yang mau kembali ke Lampung Barat? Pemerintah, swasta, masyarakat—siapa saja—wajib introspeksi. Jika kesan negatif ini terus dibiarkan, jangan salahkan jika daerah ini tertinggal jauh di belakang.


Namun, jangan pesimis dulu. Lampung Barat punya peluang besar, terutama jika kita mampu meraih manfaat dari wisatawan mancanegara yang berdatangan ke Pesisir Barat. Kenapa tidak menjadikan Lampung Barat sebagai destinasi kedua setelah mereka menikmati pantai-pantai di sana? Tapi, untuk mencapai itu, pariwisata kita butuh lebih dari sekadar event atau penghargaan dari kementerian. Tidak cukup hanya dengan pencitraan semu.


Lihatlah infrastruktur yang ada, apakah sudah layak? Apakah kita sudah menyediakan fasilitas yang ramah untuk semua kalangan? Berapa banyak toilet umum yang bersih, fasilitas kesehatan yang memadai, hingga aksesibilitas untuk penyandang disabilitas? Atau, sudahkah ada survei yang benar-benar mengukur kepuasan pengunjung?


Mari kita jujur, kalau ada infrastruktur yang rusak, siapa yang salah? Tidak adil menyalahkan masyarakat tanpa memberikan pelatihan untuk pemeliharaan. Dan lebih parah lagi, jika kita hanya mengandalkan kontraktor luar untuk perbaikan. Bukankah seharusnya warga lokal punya kesempatan untuk ikut merawat daerahnya sendiri?


Di usia ke-33, Lampung Barat harus melepaskan masa lalunya yang naif. Ini adalah momen emas untuk bangkit dan menunjukkan bahwa kita siap berdiri di puncak, bukan hanya berdiam diri di bayang-bayang keberhasilan masa lalu. 


Dengan kemenangan politik PDIP yang mendominasi, kita memiliki kekuatan politik untuk merencanakan dan mengeksekusi pembangunan tanpa hambatan. Tapi kemenangan politik saja tidak cukup! Visi dan misi yang dicanangkan harus benar-benar terwujud, bukan sekadar janji kosong yang hilang ditelan waktu.


Jika memang seluruh visi sudah tercapai, Lampung Barat di usia 33 tahun ini seharusnya sudah jauh melampaui ekspektasi. Apakah kita benar-benar merasakan dampak nyata dari jargon-jargon pembangunan yang selama ini digaungkan? Ataukah semua ini hanya permainan kata-kata tanpa aksi?


Sudah saatnya Lampung Barat bangkit dari bayang-bayangnya sendiri. Selamat HUT Lampung Barat ke-33, 24 September 2024, ini waktunya kita mencapai puncak atau kita akan terus tenggelam dalam ketertinggalan.

Post a Comment

Previous Post Next Post