Dul Besek: Antara Kealiman dan Kezaliman


 

Tersebut sebuah penomena di sebuah Masjid di Bilangan Kampung Bukit (Bukan Nama sebenernya) di dalam kota Bandar Lampung, dimana setiap mengadakan peringatan hari besar islam selalu memberikan undangan kehadiran yang disertai kewajiban membawa atau menyetorkan besek (nasi kotak atau makanan) minimal dua buah kepada Jemaahnya.  Kebiasaan/kebijakan masjid ini pertama kali muncul pada kepengurusan masjid 1 dekade  sebelumnya, dan masih di teruskan oleh kepengurusan masjid saat ini.

 

Saat membahas manfaat atau mudorot dari kegiatan besekan ini kepada seorang pengurus masjid sebut saja namanya Dul atau yang biasa di juluki Dul besek oleh Jemaah masjid, sebutan yang dilekatkan karena beliaulah pengurus masjid yang paling depan untuk urusan menerima, menyimpan, dan mendistribusikan besek kepada Jemaah saat berlangsung acara.  Dul, mengatakan hal ini sudah tradisi jangan di ganggu, selain itu anak-anak juga nyamam menerima besek setiap ada acara.  Jadi, nggak usah di rubah-rubah atau nggak usah di hilangkan..


Usut punya usut, pantas saja Dul Besek berbicara demikian, sebab setiap ada pembagian besek, beliau selalu menenteng minimal dua bungkus, dan besek yang beliau tentang sudah melalui sortir, yang biasanya beliau pilih berdasarkan jenis lauk yang ada di dalam kotak tersebut, terus beliau simpan di dalam lemari yang ada di ruang peralatan masjid dan beliau keluarkan pada saat acara sudah selesai dengan dan tanpa sepengetahuan pengurus yang lain. Hal ini tidak berlaku jika besek yang di kumpul warga jumlahnya berlebih karena Jemaah yang hadir sangat sedikit, artinya Dul besek bisa saja menenteng 4,5,6,7 kotak besek bila memungkinkan.  Namun ironisnya berdasarkan informasi dari pengurus masjid lainnya sebut saja namanya Dam (lagi-lagi bukan nama sebenarnya), mengatakan bahwa Dul besek tidak pernah menyetorkan besek ke masjid setiap ada acara pengumpulan besek.  

 

Didepan Jemaah yang tidak mengetahui prilaku Dul besek yang berbuat demikian, mareka menganggapnya Dul besek sangat alim.   Bagaimana tidak, dalam setiap kegiatan peringatan hari besar Islam di Masjid, Dul besek adalah orang yang terlihat paling sibuk kulak kilir diantara Jemaah, keluar masuk ruang pengurus masjid, menyetel sound sytem, mengatur anak-anak, dan bahkan beberapa kali terlihat keluar masuk masjid.  


Namun, di balik citra alim yang melekat pada sosok Dul besek, saat sama muncul sisi lain yang menimbulkan kontroversi—antara ketulusan dan potensi kezaliman social di tengah masyarakat tempat berlangsungnya peringatan hari besar islam yang disertai pengumpulan dan pembagian besek tersebut, diantaranya :

1. Penomena pengumpulan besek sebagai Simbol Kedermawanan dan Kealiman

Bagi sebagian orang, aktif dalam pemberian besek mencerminkan sifat dermawan dan kecintaan pada masjid. Mereka yang rutin menyumbang dianggap memiliki jiwa sosial yang tinggi serta paham akan pentingnya berbagi.   Apalagi dalam ajaran Islam, memberikan makanan kepada sesama, terutama di tempat ibadah, adalah amalan yang sangat dianjurkan dan bernilai pahala besar.

 

2. Ketimpangan dalam Tradisi Besek

Namun, ada kalanya tradisi pemberian Besek lebih dikenal bukan karena kedermawanannya, tetapi karena peranannya dalam menikmati besek secara berlebihan. Beberapa orang hadir dalam setiap pembagian bukan karena kebutuhan, melainkan karena kebiasaan mencari keuntungan pribadi. Ada pula yang mengatur distribusi besek dengan cara yang tidak adil, memastikan diri dan kelompoknya mendapat bagian lebih banyak dibanding jamaah lainnya seperti yang di contohkan oleh sosok Dul Besek.


3. Antara Keikhlasan dan Kezaliman Terselubung

Ketika pemberian besek menjadi ajang untuk mencari keuntungan pribadi atau sekadar formalitas sosial, maka esensi sedekah mulai bergeser. Orang yang seharusnya mengedepankan keikhlasan justru bisa terjebak dalam perilaku zalim, seperti: Memanipulasi pembagian dengan mendahulukan kelompok tertentu. Memanfaatkan posisi sebagai pengurus masjid untuk mengambil lebih banyak. Menjadikan besek sebagai alat politik sosial untuk mendapatkan pengaruh atau penghormatan lebih di masyarakat.

 

Bagaimana Seharusnya?

Agar fenomena Besek tetap mencerminkan nilai kealiman dan jauh dari kezaliman, ada beberapa hal menurut penulis yang bisa dilakukan:

1.    Menjaga niat dalam berbagi, bukan untuk pengakuan atau keuntungan pribadi.

·         Pastikan pemberian besek dilakukan dengan niat tulus untuk berbagi, bukan untuk mencari pengakuan, pujian, atau keuntungan pribadi.

·         Menghindari sikap riya’ (pamer) dengan tetap rendah hati dalam berbagi.

 

2.    Menetapkan sistem distribusi yang adil agar besek benar-benar dinikmati oleh mereka yang membutuhkan.

·           Mengutamakan mereka yang benar-benar membutuhkan, seperti kaum dhuafa, anak yatim, dan Marbot masjid dengan ekonomi lemah.

·           Membuat sistem antrean atau kupon agar distribusi berjalan tertib dan merata.

·           Menghindari monopoli oleh kelompok tertentu, termasuk pengurus masjid yang mengambil lebih dulu.

 


3.    Mengawasi pembagian dengan transparan, sehingga tidak ada pihak yang mengambil manfaat secara berlebihan.

·           Jika besek berasal dari sumbangan jamaah, laporkan jumlahnya dengan transparan agar tidak ada kecurigaan.

·           Libatkan lebih banyak pihak dalam pembagian, misalnya dengan membentuk panitia khusus agar tidak ada penyalahgunaan wewenang.

 


4.    Menanamkan kesadaran sosial, bahwa besek adalah simbol kebersamaan, bukan sekadar keuntungan individu.

·           Mengedukasi jamaah bahwa besek bukan sekadar makanan gratis, tetapi bentuk kepedulian dan ukhuwah Islamiyah.

·           Mengajak masyarakat untuk berbagi sesuai kemampuan, bukan hanya menjadi penerima tetapi juga ikut memberi.

 


5.    Menghindari Mentalitas "Dul Besek"

  • Tidak hanya datang ke masjid saat ada besek, tetapi juga aktif dalam kegiatan ibadah dan sosial lainnya.
  • Mengurangi sikap egois dengan tidak mengambil lebih dari yang dibutuhkan, agar semua jamaah kebagian.

 

6. Menjaga Kualitas dan Kebersihan Besek

  • Memastikan makanan yang diberikan layak konsumsi, sehat, dan tidak asal-asalan.
  • Menggunakan kemasan ramah lingkungan untuk menghindari sampah berlebihan di masjid.

 

Pemberian besek bisa menjadi ibadah yang penuh berkah jika dilakukan dengan niat yang benar, sistem yang adil, dan kesadaran sosial yang tinggi. Sebaliknya, jika hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bisa berubah menjadi bentuk kezaliman. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pengurus masjid untuk memastikan praktik ini berjalan dengan adil, transparan, dan berlandaskan nilai keikhlasan.

 

Mengakhiri tulisan ini, dapat disampaikan bahwa, Besek bisa menjadi symbol yang mencerminkan kealiman jika niatnya murni untuk berbagi dan membantu sesama. Namun, jika pemberian besek disertai standar ganda, ketidakadilan, atau bahkan pemanfaatan untuk kepentingan pribadi, maka itu bisa menjadi bentuk kezaliman terselubung. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menjaga tradisi ini tetap berjalan dalam semangat keikhlasan dan keadilan, agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh semua. 

Post a Comment

أحدث أقدم