Untuk Ainiyya Hana Pathi Seruni



Anakku sayang, Ainiyya Hana Pathi Seruni,

 

Ketika  merangkai tulisan ini, bukan karena Bapak merasa tahu segalanya. Tapi karena Bapak merasa, punya kewajiban untuk membekalimu dengan hal-hal yang tidak diajarkan oleh sekolah, tidak ditulis di buku, dan tidak selalu dijelaskan oleh dunia—yaitu tentang kematangan dan keteladanan jiwa.

 

Kau kini tumbuh di zaman yang penuh dengan suara—semua orang ingin bicara, ingin terlihat, ingin dianggap benar. Tapi, anakku, orang-orang yang paling berarti dalam hidup bukanlah mereka yang paling lantang, tapi mereka yang paling tenang, paling tulus, dan paling bijaksana dalam menyikapi hidup. Dan itulah yang ingin Bapak wariskan kepadamu: sebuah jiwa yang matang dan meneduhkan.

 

Kematangan Bukan Soal Umur, Tapi Soal Cara Kau Merespons Dunia

 

Kematangan tidak datang seiring ulang tahun atau saat kau menyelesaikan pendidikan tinggi. Kematangan datang saat kau belajar mengendalikan emosi, bukan melampiaskannya. Saat kau belajar untuk mendengarkan dengan hati, bukan hanya menunggu giliran bicara.

 

Anakku, dunia ini sering kali tidak adil. Akan ada orang yang menyakiti hatimu tanpa sebab. Akan ada hari-hari yang membuatmu lelah tanpa tahu harus mengadu pada siapa. Tapi percayalah, mereka yang bisa tetap tenang saat dunia membentak, mereka yang mampu tersenyum meski dihina, itulah orang-orang yang jiwanya telah matang.

 

Bapak ingin kau jadi seperti itu. Bukan karena kau lemah, tapi karena kau kuat. Karena kau tahu, tidak semua pertarungan harus dimenangkan dengan suara keras. Kadang, diam dan sabar adalah bentuk kemenangan paling luhur.

 

 

Keteladanan Jiwa: Menjadi Cahaya, Bukan Sorotan

 

Ainiyya, menjadi teladan bukan berarti harus sempurna. Bahkan, Bapak sendiri jauh dari kata sempurna. Tapi keteladanan itu tumbuh dari kebiasaan kecil: menepati janji, bersikap sopan, berkata jujur meski sulit, dan memberi tanpa perlu diumumkan.

 

Jadilah orang yang kehadirannya dirindukan, bukan ditakuti. Yang dipercaya tanpa diminta, karena hatimu mencerminkan kejujuran. Jangan mengejar pengakuan dari manusia—karena hati yang bersih akan terlihat, walau tanpa dipamerkan.

 

Keteladanan jiwa bukan tentang apa yang kau miliki, tapi bagaimana kau memperlakukan orang lain: apakah dengan hormat? Dengan sabar? Dengan kasih? Karena pada akhirnya, orang tidak akan selalu mengingat apa yang kau katakan, tapi mereka akan selalu mengingat bagaimana perasaan mereka saat bersamamu.

 

Jadilah Perempuan yang Kuat Tapi Lembut

 

Sebagai orang tua, Bapak tahu dunia tidak selalu ramah pada perempuan yang berpendirian. Tapi kau harus tahu, kau bisa menjadi kuat tanpa kehilangan kelembutanmu. Kau bisa menjadi pemimpin yang adil, sekaligus anak buah yang penyayang. Dunia butuh perempuan seperti itu—yang tidak sekadar pintar, tapi juga bijak dan penuh kasih.

 

Kau boleh menangis, Nak. Kau boleh lelah. Tapi jangan pernah menganggap air matamu sebagai kelemahan. Itu adalah tanda bahwa hatimu masih hidup, bahwa empati dan cinta masih tinggal di dadamu.

 

 

Jiwa yang Besar Tidak Mudah Tersinggung

 

Anakku, kini kau tumbuh dewasa, kau akan menghadapi banyak pandangan yang berbeda dari caramu berpikir. Akan ada yang meremehkanmu, yang salah paham padamu, atau bahkan yang membencimu tanpa alasan. Tapi jangan biarkan itu membuat hatimu sempit.

 

Jiwa yang besar tidak mudah tersinggung.  Ia memilih memahami daripada menghakimi. Ia memilih merangkul daripada memukul. Ketika kau bisa bersikap baik kepada orang yang tidak baik padamu, saat itulah jiwamu menunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya.

 

 

Menjadi Cahaya Saat Orang Lain Kehilangan Arah

 

Ainiyya, Bapak tahu kamu tidak akan selalu bisa mengubah dunia. Tapi kamu bisa menjadi dunia bagi orang sekitarmu. Kamu bisa menjadi pelipur lara bagi yang kesepian, penyemangat bagi yang putus asa, dan pelita bagi yang sedang kehilangan arah.

 

Itulah makna dari keteladanan sejati. Ia bukan tentang kamu di atas panggung, tapi tentang bagaimana kamu hadir dengan cinta dan empati di kehidupan mareka sehari-hari.

 

 

Penutup: Warisan Jiwa yang Tidak Pernah Padam

 

Anakku, Bapak tidak bisa menjanjikan dunia yang selalu indah. Tapi Bapak percaya, jika kau membawa jiwa yang matang dan hati yang meneduhkan, kau akan melewati semua badai hidup dengan kepala tegak dan hati yang tetap utuh.

 

Jika suatu saat nanti Bapak tak bisa lagi bicara, tak bisa lagi menyapamu lewat WA atau mengantar dan menemanimu bepergian, ingatlah pesan ini:

 

 

Jadilah manusia yang membuat dunia di sekitarnya terasa lebih ringan.

 

Karena itulah warisan terbaik yang bisa Bapak titipkan padamu—bukan harta, bukan nama besar, tapi jiwa yang besar dan hati yang lapang.

 

Dengan cinta yang tak pernah habis,

Bapakmu, Ali Rukman

Post a Comment

أحدث أقدم