Oleh :
Wirawansyah
Warga Sukarami Liwa, bergiat di Perhimpunan Kawokh Bungkok Lampung Barat
Di Pekon
Sukarami, kaki Gunung Pesagi, ada rumpunan bambu yang dikenal dengan nama Kawokh Bungkok. Dari luar ia tak berbeda jauh
dengan bambu lain. Tapi bagi warga, Kawokh Bungkok menyimpan makna yang dalam.
Ia kerap dipotong untuk dijadikan tongkat, dibawa pulang oleh para peziarah
makam Ratai, dan diwariskan dari mulut ke mulut sebagai pusaka kecil yang tak
boleh hilang.
Tongkat itu
sederhana bentuknya, tapi besar artinya. Ia mengingatkan bahwa manusia tidak
selalu kuat berdiri sendiri. Ada kalanya kita butuh sandaran. Ada saatnya kita
menopang orang lain. Filosofi tongkat inilah yang membuat Kawokh Bungkok
berbeda: ia hadir bukan hanya sebagai batang bambu, melainkan sebagai simbol
kebersamaan.
Sejarah pun
mencatat jejaknya. Konon, pada masa kolonial Belanda, catatan tentang bambu
dari kaki Pesagi pernah tersimpan di Istana Bogor. Artinya, dari desa kecil di
ujung Lampung Barat ini, ada sesuatu yang menembus jauh ke pusat kekuasaan.
Dari cerita ini kita belajar, bahwa sesuatu yang lahir dari tanah desa bisa
berarti besar, bila kita menjaga dan memaknainya.
Kini, pemuda
Sukarami menjadikan Kawokh Bungkok sebagai inspirasi. Mereka membentuk
Perkumpulan Kawokh Bungkok, yang bergerak membersamai petani, mengorganisir
swadaya, dan menjaga gotong royong. Dari tongkat yang menopang langkah orang
tua, lahir semangat baru untuk menopang kehidupan bersama.
Sepertinya,
di situlah kemerdekaan menemukan wujud nyatanya. Republik ini sudah 81 tahun
merdeka, tapi pertanyaannya selalu sama: bagaimana kita mengisi kemerdekaan? Di
Sukarami, jawabannya sederhana: dengan kerja nyata. Memperbaiki jalan dengan
tangan sendiri, saling bantu, dan membangun desa dari kebersamaan.
Kemerdekaan
bukan hanya soal bendera berkibar di tiang tertinggi. Kemerdekaan adalah ketika
rakyat bisa berdiri tegak dengan bantuan sesamanya. Kemerdekaan adalah saat
pemuda menjadikan desanya ruang hidup dan ruang juang.
Kawokh
Bungkok mengajarkan kita satu hal: bangsa ini butuh penopang. Kita tidak bisa
berjalan sendirian, tidak bisa kuat sendirian. Seperti tongkat yang sederhana
tapi setia menemani langkah, kita pun hanya bisa tegak bila saling menopang.
Di momentum
HUT RI ke-81 ini, marilah kita belajar dari Kawokh Bungkok. Mari saling menjadi
tongkat bagi sesama. Mari isi kemerdekaan dengan kerja kecil yang nyata, karena
dari yang kecil tapi nyata inilah kekuatan bangsa ini bertumbuh.
Kawokh
Bungkok bukan sekadar bambu. Ia adalah pesan: bahwa kita kuat karena bersama.
Dan kemerdekaan hanya akan berarti bila kita tak membiarkan satu pun langkah
bangsa ini berjalan sendiri.

إرسال تعليق