Ke pasar Blambangan beli anyaman,
Sambil singgah di warung kopi.
Koperasi hidup karena pemberdayaan,
Tanpa rakyat, ia mati berdiri.
Rekrutmen Project Management Office (PMO) Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) untuk program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) semestinya menjadi kabar baik. Tapi alih-alih membuka harapan, proses ini justru menyingkap wajah lama birokrasi kita: transparansi yang hilang, dan pemberdayaan masyarakat yang ditinggalkan.
Kemenkop memang telah menghentikan kerja sama dengan Airlangga Assessment Center (AAC) karena verifikasi administrasi yang bermasalah. Tapi setelah itu, siapa penggantinya? Bagaimana prosesnya? Tak pernah ada penjelasan terbuka. Pengumuman peserta yang lolos hanya dikirim lewat email pribadi. Tak ada daftar resmi, tak ada pengumuman publik, dan tak ada ruang klarifikasi. Seolah ini hanya urusan internal yang tak perlu diketahui rakyat.
Lebih ironis lagi, proses rekrutmen ini seolah menjadikan kerapihan dokumen sebagai ukuran utama. Banyak orang yang telah puluhan tahun bekerja di lapangan—dari fasilitator kabupaten, koordinator pemberdayaan provinsi, fasilitator nasional, hingga pelaksana program funding internasional—justru gugur di tahap administrasi. Pengalaman panjang mereka seperti tak ada nilainya. Yang dicari sepertinya bukan penggerak masyarakat sebagaimana yang digembar-gemborkan, tapi pengisi slot birokrasi.
Padahal koperasi bukan soal rapi-rapian laporan, tapi tentang hidup-matinya demokrasi ekonomi di desa-desa dan kelurahan. Koperasi tak tumbuh dari ruang ber-AC di Jakarta, tapi dari obrolan warga di balai desa, dari gotong royong, dan dari keputusan bersama yang lahir lewat musyawarah.
Program Koperasi Merah Putih akan dibangun di desa dan kelurahan. Artinya, anggotanya adalah masyarakat setempat. Aktivitas koperasi pun akan mengembangkan potensi ekonomi lokal: pertanian, kerajinan, usaha mikro, dan sumber daya desa lainnya. Bahkan, keberlanjutan koperasi ini akan ditopang oleh Dana Desa—uang rakyat. Maka sangat tidak masuk akal bila rakyat justru dikesampingkan sejak awal.
Mengapa Koperasi Merah Putih harus melibatkan partisipasi masyarakat? Karena koperasi bukan hanya soal struktur kelembagaan, melainkan ruang demokrasi ekonomi. Karena anggotanya adalah rakyat desa. Karena yang dikelola adalah potensi desa. Dan karena Dana Desa yang menjadi jaminan keberlangsungannya adalah milik masyarakat desa. Tanpa keterlibatan rakyat, koperasi hanya akan menjadi papan nama yang dipasang di depan balai desa—tapi kosong makna dalam kehidupan sehari-hari.
Dana Desa berasal dari rakyat,
Maka harus kembali ke rakyat,
Bukan lewat laporan dan foto kegiatan,
Tapi lewat partisipasi dan manfaat nyata.
Kita sebenarnya tidak buta pengalaman. Dulu kita punya PNPM Mandiri Perdesaan. Program itu bukan hanya melahirkan ribuan fasilitator yang kuat di lapangan, tetapi juga menjadi rujukan internasional dalam pemberdayaan partisipatif. Negara lain meniru, karena PNPM-MPd jujur dalam proses dan tulus dalam tujuan.
Apa pelajarannya? Bahwa rekrutmen yang sehat, terbuka, dan berbasis pengalaman lapangan akan menghasilkan penggerak sejati. Bahwa rakyat bisa dipercaya. Bahwa sistem bisa dibangun tanpa meninggalkan partisipasi.
Seperti kata Jim Ife (2002), pakar pemberdayaan masyarakat:
“Pemberdayaan hanya mungkin terjadi jika masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka sendiri.”
Tanpa prinsip itu, PMO Kemenkop hanya akan menjadi lembaga di atas kertas. Ada dalam struktur, tapi tidak hadir di tengah rakyat. Hidup dalam laporan, tapi mati di lapangan.
Administrasi memang penting. Tapi administrasi hanyalah alat, bukan tujuan. Kita tidak sedang membangun pabrik. Kita sedang membangun ruang hidup bersama. Dan ruang itu hanya bisa hidup kalau rakyatnya ikut bernapas di dalamnya.
Kemenkop harus membuka diri. Jangan hanya bangga karena telah puluhan tahun sibuk mengatur pengurus koperasi, tapi hari ini Kemenkop juga harus mulai mengurus masyarakat yang berkoperasi. Jangan hanya mempercantik laporan, tapi bangun juga rasa percaya rakyat. Jangan hanya bicara pemberdayaan di seminar dan Zoom Meeting, tapi hadirkan keberdayaan di lapangan.
Jika koperasi dibangun tanpa rakyat,
Ia akan jadi nama tanpa nyawa,
Hidup segan, mati tak mau,
Indah dalam dokumen, hampa di kehidupan nyata.
Dan jika Koperasi Merah Putih ingin hidup lama, Maka beri tempat bagi suara warga, Buka ruang bagi mereka yang telah lama bergerak, Dan akui bahwa pemberdayaan tak lahir dari kertas— Tapi dari peluh, dialog, dan kepercayaan. Sebab di ujung hari, koperasi bukan hanya tentang ekonomi. Ia tentang harga diri masyarakat yang ingin berdaya di tanahnya sendiri.

إرسال تعليق